Selasa, 22 April 2014

“Kartini” di Antara Penderitaan dan Politik

“Kartini” di Antara Penderitaan dan Politik

Musfi Yendra  ;   Branch Manager Dompet Dhuafa Singgalang
HALUAN, 21 April 2014
                                      
                                                                                         
                                                             
Ini kisah nyata di Sumatera Barat, saya saksinya. Se­but saja nama­nya Kartini. Bu­kan kebetulan tapi ske­nario Tuhan, wanita 34 tahun itu tepat lahir 21 April. 21 April diperingati sebagai Hari Kartini di Indonesia. Hari dimana emansipasi wanita digaung­kan. Raden Ajeng Kartini tercatat dalam sejarah sebagai pahlawan yang meletakkan nilai-nilai gender diperjuangkan.

Hak-hak perempuan harus diakui sama dengan kaum laki. Perem­puan adalah makhluk mulia yang tak boleh disa­kiti baik secara pemi­kiran, fisik maupun perasaan. Apalagi dieksploitasi. Pepatah menga­takan, “perempuan itu tonggaknya negara”.

Seorang aktivis perem­puan Sumatera Barat meng­hu­bungi saya, Rabu (16/4) lalu. Ia mengajak beker­jasama membantu Kartini yang sedang menghadapi masalah berat. Kartini miskin itu akan melahirkan anak kedua. Esok harinya saya langsung mendatangi sebuah rumah sakit dimana Kartini sedang terbaring. Tatapan Kartini kosong sambil mengelus perut hamilnya. Alat medis ter­pasang untuk merang­sang agar ada kontraksi. Menurut perhitungan, keha­milannya sudah masuk bulan ke-10. Sudah harus melahirkan.

Pada saat seperti harus­nya sang suami men­da­­pingi. Tapi tidak untuk Kartini. Kartini adalah istri yang ditelantarkan. Ia mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Kekerasaan secara perasaan. Begitu fakta yang ia buka. Ia mengaku sebagai istri kedua. Sejak hamil hampir tak pernah dinafkahi suaminya. Untuk makan ia terpaksa menjadi tukang cuci dan setrika. Ketika kehamilan memasuki usia tua, ia memilih menjual makanan. Penderitaannya berlanjut, anak pertama yang harus sekolah belum bisa mendaftar karena tak ada uang.

Saya kian penasaran atas penderitaanya. Bersama beberapa aktivis perempuan kami mendatangi tempat tinggalnya yang tak jauh dari rumah sakit. Sebuah rumah lebih tepat disebut  gudang. Rumah itu persis di depan kandang ayam. Hanya ada satu tempat tidur. Di ruang tengah terdapat kompor minyak tanah dan obat nyamuk bakar. 
Di belakang ada dapur berlantai tanah. Rumah itupun bukan milik­nya, tapi ia kontrak.

Hal yang paling menge­jutkan, bahwa wanita ma­lang itu adalah istri seorang caleg yang baru saja ber­tarung Pileg 9 April 2014 lalu. Nama suaminya jelas tertera di buku nikah yang dilihatkan kepada saya. Saya cek daftar nama caleg daerah itu di website KPU, ternyata betul. Saya ter­henyak dan terpukul atas sebuah realita yang baru saja disaksikan. Saya tidak tahu apakah suaminya terpilih jadi anggota dewan atau tidak. Wanita malang di antara penderitaan dan politik.

Kartini adalah bukti nyata bahwa emansipasi wanita masih isapan jempol belaka. Perempuan Indonesia masih banyak hidup dalam kekerasan dan penderitaan. Partai politik juga mem­buktikan kegagalannya melakukan kaderisasi. Pemilihan legislatif (Pileg) juga memberikan ruang orang yang tak ber­tang­gungjawab untuk mengurus negara. Mengurus keluarga saja tak benar, apalagi negara. Naudzubillah!

Urusan kami dari lem­baga sosial hanyalah mem­bantu Kartini agar per­salinannya berjalan dengan baik. Biaya persalinan, tempat tinggal, kebutuhan pasca persalinan, rencana usaha, pendidikan anaknya yang pertama itu program yang kami lakukan. Alham­dulillah Jumat (18/4) Kartini telah melahirkan anak perempuan yang sangat cantik. Akankah penderi­taannya berakhir? Semoga saja.

Esensi Hari Kartini adalah pemberdayaan perem­puan. Raden Ajeng Kartini salah satu teladannya. Peringatan Hari Kartini 21 April ini perlu dilihat sebagai refleksi bagai­mana perem­puan saling mencerdaskan dan mem­berdayakan. Menu­rut Her­mawan Kartajaya, perem­puan itu WOMEN. WOMEN diar­tikan sebagai wellbeing (hidup layak), optimisme (optimis), mul­titas­king (serba bisa), entrepreneur (wirausaha), dan networker (pergaulan luas). Karakter WOMEN inilah yang ada dalam diri perem­puan dan mencer­daskannya, serta membuatnya berdaya untuk diri dan orang lain.

Kita juga berharap pemi­lihan legislatif yang baru saja dilakukan mampu melahirkan anggota dewan yang baik. Salah satu fungsi legislatif adalah membuat kebijakan. Semoga ke depan produk regulasi kita baik secara nasional maupun daerah berpihak kepada hak-hak perempuan secara be­nar. Tidak ada lagi Kar­tini-kartini yang menjadi korban kekerasan dan pen­deritaan. Agar tak ada lagi laki-laki yang semena-mena terhadap perempuan.  Selamat Hari Kartini!  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar