Minggu, 19 Oktober 2014

Koalisi Rakyat

                                                         Koalisi Rakyat

Putu Setia  ;   Pengarang, Wartawan Senior Tempo
KOMPAS,  11 Oktober 2014

                                                                                                                       


Tuhan Maha Adil. Beliau membuat semua orang senang. Tentu tingkat kesenangan berbeda dan tidak sama, tergantung penilaian masing-masing orang. Santai sajalah.

Ini komentar dari seorang petani kopi di lereng Gunung Batukaru, menanggapi apa yang oleh orang kota disebut "kegaduhan politik" di parlemen. Bagi petani itu, tak ada yang gaduh, kecuali memang diakuinya anggota Dewan Perwakilan Rakyat tidak biasa bersidang sebagaimana warga petani bersidang. "Mereka tak punya pengalaman sebagai warga desa yang ikut rapat-rapat di desa adat. Mereka produk sekolahan dan itu pun mungkin tak pernah aktif di organisasi intra sekolah. Lulus sarjana pun mungkin dengan membeli skripsi. Dan ketika ada lowongan pekerjaan sebagai anggota DPR, lewat partai politik mereka mendaftar dengan sejumlah uang. Jadilah mereka wakil rakyat yang tak punya etika dan sopan santun dalam bersidang," kata petani kopi yang sudah sepuh itu.

Tetapi itu hanya soal sidang. Produk persidangan tak ada yang salah. Politik itu menang-menangan. Untuk mencapai kemenangan, segala taktik dilakukan. Dimulai dengan merangkul teman supaya lebih banyak anggota kelompok. Jadi, kalau Koalisi Merah Putih (KMP) menang mutlak di parlemen, itu wajar saja. Semua jabatan di parlemen dia ambil habis, tak ada sisa, juga hal yang wajar. Wong mereka lebih banyak.

Lawannya, Koalisi Indonesia Hebat (KIH), tak boleh meradang. Tuhan sudah memberi kesenangan lebih awal dengan menempatkan jagonya sebagai presiden dan wakil presiden terpilih. Kemenangan ini mereka rayakan dengan sumringah sampai lupa mengajak kelompok lain bergabung. Hasilnya, jumlah anggota koalisi mereka kalah banyak dan semua jabatan di parlemen tak bisa mereka ambil. KIH harus legawa, seperti halnya saat meminta kelompok KMP legawa ketika kalah pada pemilu presiden. Jadi, Tuhan itu Maha Asyik. Beliau penggemar lagu Pramuka, "di sini senang, di sana senang ...."

Yang tak boleh dilakukan KMP adalah main jegal-jegalan memanfaatkan kelebihan suaranya di parlemen. Mereka tak bisa berbuat seenaknya dan kebablasan. Misalnya, mereka ubah undang-undang yang tak membolehkan rakyat untuk memilih pemimpinnya, lalu mengamendemen konstitusi agar presiden tidak dipilih rakyat, melainkan dipilih MPR yang mereka kuasai. Padahal ada pepatah: "Lupa kacang sama kulitnya." Anggota parlemen itu "turun pangkat" jadi wakil rakyat karena rakyat yang memilihnya. Rakyat yang jadi ketuanya, mereka cuma wakil. Masak ketuanya dilarang menggunakan hak pilihnya lagi? Ini kualat dan harus segera bertobat.

Yang mengherankan-kata lebih kasar tapi cocok: memalukan-KMP berniat mengubah konstitusi supaya presiden dipilih oleh mereka sendiri. Tak bisa bergerak mundur seperti itu. Hanya karena kalah dalam pertarungan presiden, kok konstitusi yang diubah? Ini namanya politik sesaat dan sesat. Kalau konstitusi dan undang-undang diubah hanya karena pernah kalah, di mana letak kepastian hukum? Nanti setiap ada orang kalah ramai-ramai bergabung untuk mengubah sistem supaya bisa menang. Ini bahaya, Tuhan pasti tak berkenan. Dan rakyat bisa menganulir wakilnya itu, entah lewat aksi atau menghukumnya pada saat pemilu.

KMP menang di parlemen, KIH menang di legislatif, kan baik? Kalau mereka saling jegal, artinya mereka hanya mementingkan kekuasaan, bukan berkoalisi dengan rakyat. Ingat, rakyat tidak lagi dungu. Mereka yang "mabuk" itu akan menerima ganjaran yang menyakitkan. Politik itu kan roda pedati, kadang di atas, kadang di bawah. "Paham?" kata petani itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar