Selasa, 10 April 2012

Risiko Amanah Juang


Risiko Amanah Juang
Denny Indrayana, Wakil Menteri Hukum dan HAM, Guru Besar Hukum Tata Negara UGM
SUMBER : SINDO, 10 April 2012



Amanah harus dimanfaatkan untuk ibadah. Amanah tidak boleh disalahgunakan, apalagi dipertahankan, diberhalakan sebagai tujuan. Maka itu, ketika berkesempatan mengemban amanah, niat harus diluruskan, hanya untuk pengabdian, hanya untuk Indonesia yang lebih baik, hanya untuk berbakti bagi negeri, hanya untuk ibadah kepada Ilahi Robbi.

Ketika mendapatkan amanah selaku wakil menteri hukum dan HAM, saya tahu tantangan dan rintangannya semakin berat. Maka itu, saya membalas pesan selamat yang masuk ke dalam telepon genggam dengan meminta doa,dan bertekad bahwa saya akan mengakhiri amanah tersebut dengan integritas terjaga, dengan kepala tegak. Sejak dipercaya masuk ke dalam lingkaran pemerintahan, amanah dan tantangan saya memang tidak ringan.

Pertama, selaku staf khusus presiden bidang hukum, persoalan hukum tentu sangat kompleks dan banyak lika-likunya.Kedua,selaku staf khusus presiden bidang hukum, HAM,dan pemberantasan KKN.Pergesekan dan dinamika semakin sering muncul. Masukan-masukan saya, utamanya yang terkait dengan politik hukum antikorupsi, mau tidak mau,membuat zona nyaman beberapa kalangan terusik.

Termasuk ketika Tim 8 (Tim Verifikasi Kasus Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto) dengan tegas merekomendasikan kasus kedua pimpinan KPK itu tidak layak dilanjutkan. Masukan yang mematahkan keinginan beberapa kepentingan yang ingin melemahkan KPK. Tugas bertambah berat ketika Presiden membentuk Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum,dan saya kembali mendapatkan amanah selaku sekretaris. Pergesekan dengan mafia peradilan makin meruncing.

Dimulai dengan sidak yang menemukan sel mewah di Rumah Tahanan Pondok Bambu, kasus Gayus Tambunan yang melibatkan mafia pajak kelas kakap, kasus Sukandi Sukatma yang diduga dianiaya di Gedung Artha Graha, kasus Vincentius yang terkait dugaan penggelapan pajak megaperusahaan konglomerat, hingga soal dugaan rekening gendut perwira kelas berat adalah deret panjang risiko atas amanah yang makin berat.

Beruntung, di bawah kepemimpinan Pak Kuntoro Mangkusubroto serta soliditas Tim Satgas berbagai tantangan berat dari penanganan kasus-kasus kakap tersebut berhasil dilalui. Namun, amanah berat belum berhenti. Presiden SBY kemudian memberikan tugas selaku wakil menteri hukum dan HAM. Maka itu, mulailah perjalanan baru penuh tantangan di kementerian yang rentang tugas pokok dan fungsinya sangatlah luas.

Satu kebijakan awal saya dengan Pak Menteri Amir Syamsudin adalah mengetatkan pemberian hak-hak narapidana kasus luar biasa seperti korupsi, teroris, dan bandar narkoba. Kebijakan itu langsung membangun resistensi beberapa kalangan, dan sekali lagi mengganggu zona nyaman beberapa kelompok kepentingan yang koruptif. Bagi kami, tidak ada pilihan lain. Kebijakan antikorupsi harus terus didorong untuk Indonesia yang lebih bermartabat dan lebih antikorupsi.

Belum selesai gesekan dengan persoalan mafia hukum dan korupsi, saya mendapatkan amanah baru: memberantas maraknya peredaran narkoba di lapas dan rutan. Per 6 Desember 2011 dibentuk Satuan Tugas Pemberantasan Narkoba di lapas dan rutan. Bersama- sama dengan Pak Beny Mamoto dari BNN, saya diminta menjadi ketua satgas. Babak baru pertarungan melawan mafia narkoba dimulai.

Peperangan yang tentu tidak ringan dan bahkan menurut penilaian beberapa kalangan jauh lebih rumit karena berhadapan langsung dengan pada gangster narkoba. Bersama dengan Satgas Pemberantasan Narkoba, strategi pembersihan narkoba dari rumah bersama Kemenkumham di lapas dan rutan dilaksanakan. Sebenarnya program yang dilakukan bukan hanya sidak, melainkan juga pembangunan sistem pencegahan dan rehabilitasi. Namun, yang lebih seksi untuk diliput dan diberitakan memang adalah sidaknya.

Padahal saya mendedikasikan lebih dari separuh waktu untuk membenahi sistem di pemasyarakatan seperti mengatasi masalah over kapasitas hunian,peningkatan sumber daya manusia, dan upaya meningkatkan kesejahteraan para petugas di lapangan. Namun, ikhtiar untuk terus membenahi pemasyarakatan itu tidak cukup diketahui.Ketika yang muncul adalah sidak-sidak pemberantasan narkoba, saya memahami bahwa sebagian pemasyarakatan menangkap pesan dan kesan yang keliru.

Itulah sebabnya ketika selesai sidak di Medan, Tanjunggusta, dan Cipinang, Jakarta, hal pertama yang saya lakukan adalah mengumpulkan kalapas dan karutan dan menjelaskan latar belakang ikhtiar perlunya pembersihan narkoba di lapas dan rutan. Sangat jelas, tanpa kerja sama dari luar dan dalam jajaran pemasyarakatan sendiri, upaya pemberantasan narkoba akan semakin musykil dilakukan. Bahwasanya lapas atau rutan menjadi sarang peredaran narkoba bukanlah lagi fakta yang bisa dibantah.

Tentu tidak semua lapas dan rutan mempunyai tingkat keseriusan yang sama, namun ikhtiar serius pembersihan memang harus dilakukan. Persoalan ini pun bukan tipikal khas Indonesia. Dalam konferensi PBB terkait narkoba yang baru saja dilaksanakan, disadari persoalan yang sama menjadi wabah di rata-rata belahan dunia. Di Meksiko dan Brasil misalnya penindakan atas bandar yang menjadikan penjara sebagai benteng pertahanannya bukan lagi dilakukan oleh aparat kepolisian, melainkan sudah oleh kekuatan tentara.

Maka itu, upaya pemberantasan narkoba di lapas atau rutan harus terus dilaksanakan. Tidak boleh ada pihak yang menghalangi kerja strategis dan besar tersebut. Karena itu,dalam waktu dekat kerja sama dengan BNN yang sempat dievaluasi akan kembali diaktifkan. Setiap kerja tentu harus dibuka ruang untuk perbaikan. Namun, bukan berarti membatalkan, apalagi menghentikan ikhtiar perang melawan bandar narkoba yang sudah dalam tahap membahayakan ketahanan nasional kita sebagai bangsa.

Saya amat sadar amanah risiko yang sekarang saya emban semakin berat. Paling tidak ada tiga kelompok yaitu mafia hukum, mafia korupsi, mafia narkoba yang sedang menjadi lawan juang, terkadang secara bersamaan. Ketiganya adalah trisula mafia yang sangat mematikan. Apalagi ketiganya mempunyai modal kapital,modal kekuasaan, modal politik, dan modal ancaman kekerasan yang nyaris tak berbatas. Namun, perjuangan memang tidak boleh surut, tidak boleh mundur ke belakang.

Meskipun tidak punya modal politik, tidak berpartai, tidak juga punya modal kapital, tetapi saya meyakini betul perjuangan ini mendapatkan dukungan modal sosial yang sangat besar. Karena itu, ketiga trisula mafia itu akan berhadapan langsung dengan tiga perjuangan utama: (1) Perjuangan untuk menciptakan Indonesia yang lebih adil,lebih antimafia hukum; (2) Perjuangan untuk menciptakan Indonesia yang lebih bersih, lebih antikorupsi; dan (3) Perjuangan untuk menciptakan Indonesia yang lebih sehat, lebih antinarkoba.

Saya yakin, perjuangan ini bukanlah pertarungan sendirian. Modal sosial dan dukungan publik yang merindukan keadilan hukum tanpa mafia, kebersihan pelayanan publik tanpa korupsi, serta kesehatan diri tanpa bahaya narkoba menjadi modal juang yang tak pula berhingga besarnya. Akhirnya, terima kasih banyak untuk semua dukungan yang terus mengalir, yang berwujud dalam berbagai forum komunikasi, termasuk media sosial.

Semua menambah kekuatan untuk ikhlas menghadapi risiko amanah yang semakin berat. Menambah stamina untuk terus berjuang bagi Indonesia yang lebih baik. Doa and do the best. Keep on fighting for the better Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar