Sabtu, 28 April 2012

ISNU dan Indonesia

ISNU dan Indonesia
Dewi Aryani, Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan; Ketua PP Ikatan Sarjana NU (ISNU) SUMBER : SINDO, 28 April 2012


Sebagai lokomotif perubahan, begitulah seharusnya seorang sarjana dipandang dan diharapkan. Sarjana bukanlah suatu titel semata, melainkan pembawa perubahan terhadap kebaikan dan kemajuan pembangunan bangsa dan negara.

Sarjana diharapkan dapat menjadi lokomotif yang mendorong upaya kemajuan bangsa dan perbaikan penyelenggaraan negara yang selama ini telah porakporanda akibat perilaku koruptif para pejabat negara. Seseorang dikatakan sebagai seorang “sarjana” jika telah menempuh kualifikasi pendidikan sehingga ilmu yang didapatkan seharusnya jauh berkembang dibanding sebelumnya.

Maka itu, sarjana dikatakan sebagai seseorang yang pandai karena memiliki pengetahuan yang selangkah lebih maju.Namun, Indonesia tidak hanya membutuhkan sarjana yang pandai, tapi juga cerdas dan cerdik, yang memiliki kemampuan dan kemauan tinggi untuk mengubah sesuatu menjadi lebih baik. Kenyataannya,saat ini para sarjana belum menjadi agen perubahan.Para sarjana yang diharapkan dapat memberikan sumbangsihnya terhadap negara saat ini malah menjadi beban negara.

Berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dari jumlah angkatan kerja sebanyak 21,2 juta, terdapat pengangguran yang totalnya mencapai 4,1 juta (21,2%) pada 2011. Ironisnya, separuh pengangguran tersebut atau sebanyak dua juta orang berasal dari lulusan diploma dan sarjana.Pengangguran dari kalangan terdidik ini tentu memperburuk citra dunia pendidikan Indonesia. Ada berbagai sebab mengapa pengangguran dari kalangan sarjana begitu melimpah.

Dua di antaranya yaitu rendahnya soft skill atau keterampilan di luar kemampuan utama dari sarjana yang bersangkutan serta paradigma yang berkembang di masyarakat bahwa pekerjaan sebagai pegawai negeri ataupun pegawai swasta merupakan pilihan utama. Selain kedua jenis pekerjaan tersebut, seseorang belum dapat dikatakan memiliki pekerjaan yang tetap. Padahal menjadi wiraswasta merupakan pilihan pekerjaan yang tepat. Selain menopang ekonomi bangsa, juga memajukan hasil karya bangsa.

Sarjana yang demikian adalah sarjana yang cerdik dan pandai. Untuk itu, Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) mengajak sarjana yang cerdik pandai untuk bersama-sama memajukan Indonesia menjadi bangsa yang maju.Para sarjana memiliki tugas menjadi inspirator perubahan bangsa. Para sarjana ini pun tidak terbatas pada satu jenis disiplin ilmu,namun dari beragam ilmu dan profesi.

Selain sarjana cerdik pandai dan ulama, ISNU juga mengajak para pemimpin bangsa terlibat aktif dalam memajukan bangsa di mana para pemimpin tersebut dapat berkontribusi di pemerintahan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat.Penggabungan ketiga elemen ini merupakan prinsip dasar ISNU yang menggabungkan tiga pilar kehidupan bangsa yakni cerdik pandai, ulama,dan umara(pemimpin).

Ketiga pilar yang berasal dari beragam latar belakang itulah yang akan membentuk Indonesia menjadi negara yang maju. Sejak dahulu kala, ketiga pilar yang dibawa oleh ISNU ini sebenarnya telah mendarah daging pada masyarakat Indonesia. Ketiga pilar ini telah diakui oleh masyarakat adat di Indonesia, dan menjadi warisan kearifan lokal yang sampaisekarang masih dipegang teguh dan dipertahankan.

Adalah masyarakat adat Minangkabau yang menyebut ketiga pilar ini dengan sebutan Tungku Tigo Sajarangan. Tungku Tigo Sajarangan adalah konsep masyarakat Minangkabau dalam memimpin atau membawa masyarakat ke dalam kehidupan yang sejahtera, serasi, selaras, dan harmonis.Konsep ini memasukkan peran ninik mamak,alim ulama,dan cadiak pandai sebagai tiga pilar kepemimpinan masyarakat Minangkabau.

Ninik mamak adalah penghulu adat atau orang yang dituakan dan dianggap layak untuk menjadi pemimpin bagi kaumnya. Ninik mamak dianggap sebagai pribadi yang berkembang terus,berilmu,punya wawasan yang luas, mempunyai kemampuan dan punya kapabilitas, punya wibawa, disegani anak kemenakan, kukuh dengan pendirian, serta tidak terombang-ambing dan solid. Ciri-ciri tersebut dianggap sebagai ciri-ciri yang memenuhi syarat sebagai seorang pemimpin.

Adapun alim ulama adalah seorang yang berilmu agama tinggi sehingga mengerti hukum dan aturan agama.Peran alim ulama untuk membimbing rohani untuk jalan ke akhirat.Dalam peran yang lebih besar,alim ulama berperan untuk memberikan pandanganpandangan kenegaraan dari sudut pandang nilai agama.Pedoman alim ulama adalah hukum agama atau nilai-nilai syariat yang berasal dari Alquran dan As-Sunnah.

Terakhir, namun memiliki peran dan fungsi yang signifikan adalah cadiak pandai (cerdik pandai). Masyarakat Minangkabau memandang cerdik pandai adalah golongan orang-orang berilmu dan memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah. Di sisi lainnya, ketiga pilar yang dibawa oleh ISNU tersebut juga bukan hanya menjadi kearifan lokal (local wisdom). Islam selama berabadabad yang lalu telah memberikan kedudukan dan keutamaan tersendiri bagi ketiganya.

Dalam QS Al Mujadilah: 11 Allah berfirman: “Dan apabila dikatakan: Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat derajat orangorang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang berilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Kemuliaan yang Allah janjikan tidak dapat dicapai hanya dengan memiliki ilmu pengetahuan belaka,tapi juga harus beriman. Sesungguhnya iman dan ilmu adalah sejalan dan tidak dapat dipisahkan. Iman tanpa ilmu ibarat orang lumpuh yang tidak bisa berbuat apa-apa.Namun,ilmu tanpa iman sama halnya dengan orang buta,tak mampu melihat ke mana arah dan tujuan.

Selain itu, dalam kaitannya dengan kedudukan dan keutamaan umara (pemimpin) Rasulullah SAW pernah bersabda dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA: “Tujuh golongan yang berada di bawah naungan Allah pada hari di mana tidak ada naungan Allah, pemimpin yang adil, dan seorang yang bersedekah lalu dia menyembunyikannya hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya”(HR Bukhari dan Muslim). Begitu utamanya Islam melihat kedudukan dan peran bagi ketiganya, Islam pun memuliakan ketiganya dengan berbagai dalil untuk menguatkan dan mengukuhkan peran ketiganya.

Untuk itu, ISNU sebagai sebuah wadah yang mengumpulkan peran ketiganya, yaitu cerdik pandai, alim ulama, dan umara berusaha untuk menyinergikan peran ketiganya dalam sebuah langkah yang serasi. Hal ini karena keserasian di antara ketiganya akan menciptakan kepemimpinan yang mampu membawa kebaikan dan kesejahteraan bagi masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar