Senin, 30 April 2012

Dosen Lulusan Luar Negeri

Dosen Lulusan Luar Negeri
Siti Muyassarotul Hafidzoh, Mahasiswa Program Pasca Sarjana
Universitas Negeri Yogyakarta (UNY)
SUMBER : SUARA KARYA, 30 April 2012


Apa kabar dosen lulusan luar negeri? Perguruan tinggi (PT) di Indonesia sejak awal abad ke-21 sedang dibanjiri oleh dosen hasil didikan luar negeri. Bukan saja PT di kota-kota besar, tetapi PT di berbagai kota kabupaten juga kebanjiran dosen lulusan luar negeri. Mereka itu dielu-elukan oleh civitas kampus, bak seorang dewa yang datang membawa panji keselamatan dan kebahagiaan. Mereka datang langsung mendapatkan tempat khusus dari kampus, tanap harus capek mengabdi bertahun-tahun terlebih dahulu.

Diakui, kedatangan mereka memberikan "sesuatu yang berbeda" bagi kampus. Setidaknya menambah daya tawar kampus tersebut karena tenaga pengajarnya tidak hanya lulusan PT lokal, tetapi juga lulusan luar negeri. "Nilai tambah" ini sangat berarti, dan bisa memicu animo publik untuk studi di PT tersebut. Di samping itu, lulusan luar negeri tentu mempunyai kelebihan dalam penguasaan bahasa asing, sehingga memicu mahasiswa untuk mengembangkan keilmuannya.

Akan tetapi, dosen lulusan luar negeri itu juga memendam banyak keganjilan. Hampir setiap mengajar, mereka menyampaikan ketidakpuasannya terhadap PT di Indonesia secara umum. Mereka akhirnya terbiasa dengan berbagai ucapan dan kelakar yang mengolok-olok negeri sendiri. Mereka merasa fun, senang dan puas.

Kalau model dosen yang berseberangan dengan negara dan kekuasaan seperti itu terjadi pada era orde baru, tentu bisa menjadi salah satu kebanggaan. Tetapi, menjadi suatau "kemunafikan" kalau dilakukan hari ini, saat kampus masih berbenah diri.

Jujur diakui, mengolok-olok menghadirkan kepuasan tersendiri tetapi olokan tanpa berusaha memperbaiki mungkin omong kosong. Jika seorang dosen yang disekolahkan negara kemudian pulang ke negerinya, lalu menjadikan kelemahan bangsa sebagai bahan olok-olok tanpa usaha memperbaikinya hal itu sama artinya dengan mencederai nafas reformasi, mencederai rakyat dan membuat pendidikan makin runyam.

Kalau lulusan luar negeri hanya untuk mengolok-olok kampus dalam negeri tanpa melakukan perbaikan yang berarti, maka kebanggaan seorang dosen karena lulusan luar negeri adalah kebanggaan semu. Karena, tidak menambah baik keadaan yang dianggap "lemah" selama ini.

Inilah yang menjadi cermin manusia Indonesia yang retak, gagal memahami peradaban Barat secara utuh. Kita tentu harus ingat sosok Sutan Takdir Alisyahbana (STA) yang pernah menggelorakan bangsa Indonesia untuk meniru budaya Barat. Tetapi saat itu STA bukanlah orang yang ingin mengolok-olok peradaban Indonesia. STA ingin membangkitkan peradaban Indonesia dengan strategi kebudayaan dan STA membuktikan diri mampu menjadi salah satu pemikir cerdas yang menggelorakan semangat pembaharuan dalam kebudayaan dan peradaban Indonesia.

Tentu saja lulusan luar negeri adalah kebanggaan, karena tidak banyak orang Indonesia yang bisa mengenyam pendidikan luar negeri. Tetapi, kebanggaan itu seyogyanya menjadi pintu masuk bagi dosen lulusan negeri untuk membangun pendidikan Indonesia yang setara dan sederajat dengan pendidikan di luar negeri. Itu harus dibuktikan oleh dosen lulusan negeri, serius melakukan gerak perjuangan jika tidak ingin menjadi kebanggaan semu.

Barangkali apa yang dilakukan para tokoh seperti Mohammad Hatta atau dikenal Bung Hatta, dan para pendiri bangsa ini sangat baik menjadi contoh oleh para dosen lulusan luar negeri. Bung Hatta menjadikan pengalaman studi di luar negeri sebagai bahan dan inspirasi perjuangan menegakkan peradaban Indonesia. Tidak salah kemudian dia menjadi tokoh sangat penting dalam proses berdirinya Indonesia. Bung Hatta juga yang menjadi pelopor berdirinya ekonomi kerakyatan lewat koperasi. Bahkan, beliau didaulat sebagai Bapak Koperasi Indonesia.

Bermutu Internasional

Pendidikan adalah kunci untuk meraih perubahan, eskalator sosial ekonomi. dan resep untuk mendapatkan janji kemerdekaan. Karena itulah, kemajuan di Indonesia bisa kita raih jika keterdidikan sudah menjadi kewajaran. Itulah yang menjadi tugas para dosen lulusan luar negeri agar mampu menjadikan pendidikan sebagai kunci perubahan dan kemajuan bangsa. Pengalaman mereka di luar negeri menjadi momentum untuk menjadikan berbagai PT di Indonesia supaya bermutu internasional. Studi di luar negeri memang menarik, tetapi akan lebih menarik kalau mampu menjadikan PT di Indonesia lebih bermutu dan setara dengan PT bergengsi di luar negeri.

Dalam hal ini, menarik yang dilakukan Anies Baswedan, doktor ilmu politik lulusan Amerika Serikat dan sekarang menjadi rektor di Universitas Paramadina. Anies bertekad menjadikan Universitas Paramadina sebagai PT bertaraf internasional.

Artinya, gebrakkan Anies ini seharusnya menjadi inspirasi bagi para dosen lulusan luar negeri. Kuncinya adalah stop cursing darkness, let's light candles, lakukan perubahan dan beri kontribusi sekecil apapun sesuai kemampuan. Apalagi, dosen lulusan luar negeri adalah kelompok berpendidikan dan, tentu berkewajiban mendidik kelompok lain yang kurang terdidik. Sebab itu, janganlah terus menerus mengecam kekurangan pendidikan, namun dorong upaya membangun pendidikan di negeri ini.

Dalam persaingan global ke depan, para mahasiswa dituntut untuk menjadi future leader berwawasan global. Para mahasiswa harus didorong untuk tetap menjaga prestasi akademik, kemampuan bahasa asing, dan prestasi lain. Di titik inilah, dosen lulusan luar negeri harus berperan besar. Bangsa Indonesia menunggu peran Anda, Pak Dosen!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar