Melawan dengan Kerendahan Hati
Mohamad Sobary, Esais, Anggota Pengurus Masyarakat Bangga
Produk Indonesia
SUMBER
: SINDO, 30 April 2012
Di
ladang-ladang tanaman tembakau, ada kepemimpinan. Di Gunung Sumbing, daerah
penghasil tembakau terbaik di dunia, ada tokoh muda yang kepemimpinannya
dirasakan masyarakat petani,jauh di luar batas desanya.
Tokoh
ini boleh disebut “orang gerakan”.
Dia paham akan jiwa masyarakatnya, paham dinamika mereka dan paham akan
kesenian petani. Dalam berbagai hal ini dia “pemimpin” yang selangkah didahulukan, seranting ditinggikan.
Terutama oleh kaum muda, sebab jangan lupa, dia juga lurah desa setempat. Di
kaki gunung itu, ada pemimpin lain, yang juga muda, yang wibawanya memancar
luas di kalangan petani. Dia pun lurah,yang berkuasa di daerah lembah Gunung
Sumbing, Temanggung, Jawa Tengah.
Karena posisinya di dalam organisasiAsosiasi Petani Tembakau tingkat nasional maupun tingkat daerah, namanya lebih sering muncul di media nasional. Dia yang menggerakkan roda organisasi dan dengan begitu, dia penggerak jiwa dan semangat kaum tani di wilayahnya. Daerah penghasil tembakau di Temanggung itu disebut wilayah tiga gunung: Sumbing, Sindoro, Perahu. Di Gunung Perahu juga terdapat tokoh muda yang sangat berani dan sikapnya tegas, seperti sikap Bima yang perkasa,sejauh menyangkut nasib petani tembakau.
Dia juga lurah yang selalu tampil di setiap momentum penting, di Jakarta maupun di daerah lain,untuk memperjuangkan nasib petani tembakau. Tiga lurah, sama mudanya, sama dinamisnya, sama komitmen kerakyatannya. Mereka dulu kuliah di suatu perguruan tinggi yang sama di Yogyakarta dan selalu bersatu dalam langkah kepemimpinan di daerah tiga gunung tadi. Mereka tak bersaing dan tak ada kata “professional jealousy” di antara ketiganya.Kekompakan mereka itu mengagumkan dan itu pula yang membuat warga petani tembakau setempat taat dan patuh kepada mereka.
Ketiga pemimpin ini menghabiskan waktu di luar rumah untuk perjuangan. Mereka mendatangi para petani di wilayah kabupaten tersebut secara rutin untuk berdialog, siang maupun malam, dan petani yang jauh dari wilayah kecamatan mereka bertiga bersaksi: ketiga orang itu nyaris tak pernah beristirahat. Sudah lama saya melakukan penelitian tentang kehidupan petani tembakau dengan fokus pada gerakan mereka untuk mengorganisasi diri agar mereka tidak menjadi terlalu rentan terhadap segenap ancaman yang datang dari luar.
Isu apa pun yang tiba di wilayah mereka, yang merupakan ancaman, selalu ditanggapi dengan kesiagaan yang memadai. Ada banyak rangkaian gerakan perlawanan yang mereka tampilkan.Tapi di sini cukup dibahas satu jenis gerakan paling mutakhir, yang dideklarasikan 26 April 2012, di Lapangan Maron, satu setengah kilometer di luar Kota Temanggung. Di sana diumumkan terbentuknya kesatuan sikap, kesatuan cara pandang, dan kesatuan tindakan di dalam wadah gerakan yang disebut Laskar Kretek.
Ada konotasi negatif pada kata “laskar”itu, tetapi mereka tak peduli. Kalaupun ada laskar yang tidak baik, yang garang dan suka memancing keributan–– apa pun alasannya––, laskar ini dibangun sebagai kekuatan kultural di dalam kehidupan para petani tembakau untuk membangun kebaikan-kebaikan. Dan jika suatu gerakan perlawanan harus diambil, mereka siap melakukannya dalam bentuk perlawanan yang politically right, legally correct.
Dengan bangga para tokohnya menyatakan, di masa pergerakan kemerdekaan dulu, di Parakan,Temanggung,dikenal Laskar Bambu Runcing, suatu kekuatan politik yang berbasis pesantren, dengan dukungan rakyat secara luas,di bawah kepemimpinan para kiai terkemuka. Dalam pertemuan persiapan deklarasi, tokohtokoh muda ini mendatangi para warga dalam rapat-rapat di balai desa. Saya ikut hadir dan mencatat apa yang mereka rencanakan. Utamakan keamanan. Itu kesepakatan mereka. Semua berseragam kaus bertuliskan “Laskar Kretek” dan ini simbol keluhuran yang harus dijaga.
Siapa di antara anggota sendiri yang membikin kerusuhan ditindak tegas. Ini momentum para petani itu memperlihatkan kepada dunia kemampuan mereka berorganisasi. Mereka sadar, jika rusuh, pesan deklarasi hancur dan yang disiarkan media hanya kerusuhan yang membawa kehancuran itu. Kaum muda, sekitar 14.000 orang dari keluarga petani tembakau, hadir dan meramaikan deklarasi tadi.Mereka ini layer kedua dalam masyarakat petani. Teriak perjuangan mereka jelas: pertanian tembakau, satu-satunya sandaran hidup terbaik bagi mereka, harus lestari.
Maka, lawan semua ancaman—juga regulasi pemerintah yang tak adil—yang lebih mengutamakan kepentingan asing. Ini merupakan ancaman bagi kedaulatan ekonomi mereka. Pendeknya, karena sumber ekonomi mereka hanya satu-satunya tembakau itu, maka regulasi dan kepentingan asing merupakan ancaman terhadap hak hidup mereka. Hidup atau mati bersama tembakau tak bisa ditawartawar. Ini pernyataan yang semestinya membuat para perumus kebijakan di Jakarta menjadi agak lebih berhatihati karena menyangkut hajat hidup warga negara.
Hak hidup itu bagian dari hak asasi mereka. Jadi bagaimana bila hal itu justru diancam oleh pemerintah sendiri? Kebijakan yang dilandaskan pada semangat membasmi keretek hendaknya disadari,di sana penuh dilema. Tak mungkin semangat seperti itu berlangsung di atas landasan kebenaran yang kokoh. Mereka menjunjung tinggi kesehatan masyarakat,tetapi di saat yang sama mereka membunuh jutaan warga negara.
Orang perlu berpikir agak sedikit mendalam, dengan menimbang sisi keadilan, kebenaran, dan kemanusiaan yang tak bisa diabaikan, jika betul mereka hendak menampilkan tata pemerintahan yang menjaga keluhuran bangsa. Laskar ini disiapkan sebagai kekuatan rakyat yang taat kepada pemerintah dan semua kebijakannya, cinta kepada bangsa, dan siap mengabdi kepada negara, dengan mengutamakan kedamaian. Meskipun begitu, kalau kebijakan pemerintah menjadi ancaman, apa boleh buat, mereka melawan.
Kami siap melakukan perlawanan damai dan serbadengan sikap rendah hati.Pertanian tembakau lestari,petani hidup makmur,dan kemakmuran itu membangun suasana jiwa yang penuh damai dan sejahtera. ●
Karena posisinya di dalam organisasiAsosiasi Petani Tembakau tingkat nasional maupun tingkat daerah, namanya lebih sering muncul di media nasional. Dia yang menggerakkan roda organisasi dan dengan begitu, dia penggerak jiwa dan semangat kaum tani di wilayahnya. Daerah penghasil tembakau di Temanggung itu disebut wilayah tiga gunung: Sumbing, Sindoro, Perahu. Di Gunung Perahu juga terdapat tokoh muda yang sangat berani dan sikapnya tegas, seperti sikap Bima yang perkasa,sejauh menyangkut nasib petani tembakau.
Dia juga lurah yang selalu tampil di setiap momentum penting, di Jakarta maupun di daerah lain,untuk memperjuangkan nasib petani tembakau. Tiga lurah, sama mudanya, sama dinamisnya, sama komitmen kerakyatannya. Mereka dulu kuliah di suatu perguruan tinggi yang sama di Yogyakarta dan selalu bersatu dalam langkah kepemimpinan di daerah tiga gunung tadi. Mereka tak bersaing dan tak ada kata “professional jealousy” di antara ketiganya.Kekompakan mereka itu mengagumkan dan itu pula yang membuat warga petani tembakau setempat taat dan patuh kepada mereka.
Ketiga pemimpin ini menghabiskan waktu di luar rumah untuk perjuangan. Mereka mendatangi para petani di wilayah kabupaten tersebut secara rutin untuk berdialog, siang maupun malam, dan petani yang jauh dari wilayah kecamatan mereka bertiga bersaksi: ketiga orang itu nyaris tak pernah beristirahat. Sudah lama saya melakukan penelitian tentang kehidupan petani tembakau dengan fokus pada gerakan mereka untuk mengorganisasi diri agar mereka tidak menjadi terlalu rentan terhadap segenap ancaman yang datang dari luar.
Isu apa pun yang tiba di wilayah mereka, yang merupakan ancaman, selalu ditanggapi dengan kesiagaan yang memadai. Ada banyak rangkaian gerakan perlawanan yang mereka tampilkan.Tapi di sini cukup dibahas satu jenis gerakan paling mutakhir, yang dideklarasikan 26 April 2012, di Lapangan Maron, satu setengah kilometer di luar Kota Temanggung. Di sana diumumkan terbentuknya kesatuan sikap, kesatuan cara pandang, dan kesatuan tindakan di dalam wadah gerakan yang disebut Laskar Kretek.
Ada konotasi negatif pada kata “laskar”itu, tetapi mereka tak peduli. Kalaupun ada laskar yang tidak baik, yang garang dan suka memancing keributan–– apa pun alasannya––, laskar ini dibangun sebagai kekuatan kultural di dalam kehidupan para petani tembakau untuk membangun kebaikan-kebaikan. Dan jika suatu gerakan perlawanan harus diambil, mereka siap melakukannya dalam bentuk perlawanan yang politically right, legally correct.
Dengan bangga para tokohnya menyatakan, di masa pergerakan kemerdekaan dulu, di Parakan,Temanggung,dikenal Laskar Bambu Runcing, suatu kekuatan politik yang berbasis pesantren, dengan dukungan rakyat secara luas,di bawah kepemimpinan para kiai terkemuka. Dalam pertemuan persiapan deklarasi, tokohtokoh muda ini mendatangi para warga dalam rapat-rapat di balai desa. Saya ikut hadir dan mencatat apa yang mereka rencanakan. Utamakan keamanan. Itu kesepakatan mereka. Semua berseragam kaus bertuliskan “Laskar Kretek” dan ini simbol keluhuran yang harus dijaga.
Siapa di antara anggota sendiri yang membikin kerusuhan ditindak tegas. Ini momentum para petani itu memperlihatkan kepada dunia kemampuan mereka berorganisasi. Mereka sadar, jika rusuh, pesan deklarasi hancur dan yang disiarkan media hanya kerusuhan yang membawa kehancuran itu. Kaum muda, sekitar 14.000 orang dari keluarga petani tembakau, hadir dan meramaikan deklarasi tadi.Mereka ini layer kedua dalam masyarakat petani. Teriak perjuangan mereka jelas: pertanian tembakau, satu-satunya sandaran hidup terbaik bagi mereka, harus lestari.
Maka, lawan semua ancaman—juga regulasi pemerintah yang tak adil—yang lebih mengutamakan kepentingan asing. Ini merupakan ancaman bagi kedaulatan ekonomi mereka. Pendeknya, karena sumber ekonomi mereka hanya satu-satunya tembakau itu, maka regulasi dan kepentingan asing merupakan ancaman terhadap hak hidup mereka. Hidup atau mati bersama tembakau tak bisa ditawartawar. Ini pernyataan yang semestinya membuat para perumus kebijakan di Jakarta menjadi agak lebih berhatihati karena menyangkut hajat hidup warga negara.
Hak hidup itu bagian dari hak asasi mereka. Jadi bagaimana bila hal itu justru diancam oleh pemerintah sendiri? Kebijakan yang dilandaskan pada semangat membasmi keretek hendaknya disadari,di sana penuh dilema. Tak mungkin semangat seperti itu berlangsung di atas landasan kebenaran yang kokoh. Mereka menjunjung tinggi kesehatan masyarakat,tetapi di saat yang sama mereka membunuh jutaan warga negara.
Orang perlu berpikir agak sedikit mendalam, dengan menimbang sisi keadilan, kebenaran, dan kemanusiaan yang tak bisa diabaikan, jika betul mereka hendak menampilkan tata pemerintahan yang menjaga keluhuran bangsa. Laskar ini disiapkan sebagai kekuatan rakyat yang taat kepada pemerintah dan semua kebijakannya, cinta kepada bangsa, dan siap mengabdi kepada negara, dengan mengutamakan kedamaian. Meskipun begitu, kalau kebijakan pemerintah menjadi ancaman, apa boleh buat, mereka melawan.
Kami siap melakukan perlawanan damai dan serbadengan sikap rendah hati.Pertanian tembakau lestari,petani hidup makmur,dan kemakmuran itu membangun suasana jiwa yang penuh damai dan sejahtera. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar