Saatnya Gas Jadi Prioritas
Herman Agustiawan, Anggota
Dewan Energi Nasional
SUMBER
: KOMPAS, 25 April 2012
Tak satu pun negara di dunia yang bergantung
hanya pada satu jenis energi. Namun, proporsinya bergantung pada pilihan dan
faktor-faktor, seperti ketersediaan pasokan, infrastruktur, ekonomi, demografi,
teknologi, lingkungan, dan politik.
Total konsumsi energi primer kita pada 2010
sekitar 161,2 juta ton oil equivalent (ton setara minyak/tsm; 1 tsm>7,3
barrel setara minyak/bsm; 1 bsm>159 liter). Bauran energi minyak 46,8
persen, gas (24,3), batubara (23,9), dan sisanya energi terbarukan (5 persen).
Setiap tahun magnitudo proporsi atau bauran
berubah seiring pertumbuhan ekonomi dan penduduk. Selama 2011, misalnya,
konsumsi BBM naik 6 persen ketimbang 2010. Bagaimana konsumsi minyak pada 2012?
Apa pun jawabannya, bauran yang padat minyak
rentan karena ketidakpastian jaminan pasokan minyak ke depan. Sebab, cadangan
terbukti minyak kita tak banyak, produksi cenderung turun, tingkat konsumsi
tinggi, sebagian besar BBM diimpor dan masih disubsidi, serta harga minyak
dunia yang sering berfluktuasi.
Ada dua cara yang umum dipakai untuk
memperbaiki bauran: impor dan tambahan pasokan jenis energi lain (diversifikasi
energi). Impor minyak membuat kita tergantung sehingga makin rentan. Dampak
buruknya dapat dikurangi jika ada cadangan penyangga. Saat harga minyak dunia
murah, impor sebanyak-banyaknya lalu disimpan sebagai cadangan penyangga.
Ketika harga mahal, cadangan dipakai tetapi tidak boleh dibiarkan kosong. Cara lain adalah diversifikasi energi,
misalnya gas. Mengapa?
Minyak versus Gas
Tidak seperti minyak bumi yang perlu
pengolahan panjang sebelum digunakan, gas alam lebih praktis. Seperti minyak,
gas dapat digunakan di semua sektor: rumah tangga, industri, transportasi,
pembangkit listrik.
Untuk kandungan nilai kalor yang sama,
pemanfaatan gas lebih hemat 10-30 persen daripada minyak. Harga gas alam pun
hanya 55 persen dari harga minyak bumi. Gas lebih ramah lingkungan karena
pembakaran gas lebih sempurna sehingga emisinya lebih sedikit ketimbang minyak.
Kelebihan lain, cadangan domestik dan dunia
sangat besar. Cadangan terbukti gas kita 104 triliun kaki kubik (trillion cubic
feet/tcf) dan cadangan terbukti minyak 4 miliar barrel. Dengan cadangan
terbukti saat ini dan laju produksi minyak 900.000 barrel dan gas 1,5 juta bsm
per hari, gas kita akan habis empat kali lebih lama (42 tahun) daripada minyak
(11 tahun).
Sementara cadangan gas dunia pada akhir 2010
sekitar 6609 tcf, belum termasuk sumber non-conventional,
seperti coal bed methane (CBM) dan shale gas. Jadi, pasokan dan harga gas
dunia ke depan diperkirakan berlimpah dan relatif murah.
Namun, gas juga punya kekurangan. Gas relatif
sulit disimpan atau diangkut. Jika pengguna gas berada jauh dari sumber atau
pipa distribusi, gas perlu dimampatkan jadi LNG, LPG, atau CNG. Kendati
demikian, harga gas masih tetap lebih murah dibandingkan minyak bumi.
Perlu diingat bahwa kontribusi suatu jenis
energi dalam bauran tidak bisa serta-merta optimal karena akan dipengaruhi oleh
aspek keekonomian dari jenis energi lainnya. Jika harga BBM mengikuti harga
keekonomian, bahan bakar nabati (BBN) dan BBG akan dapat bersaing tanpa perlu
disubsidi.
Untuk tahap awal, kebijakan harga BBN dan BBG
sebaiknya dikendalikan, yaitu 75 persen dan 50 persen dari harga keekonomian
BBM. Tanpa disparitas harga, para pebisnis akan kurang tertarik berinvestasi
dan para petani pun enggan membudidayakan tanaman penghasil BBN.
Secara bertahap alokasi BBM bersubsidi,
terutama untuk kendaraan pribadi, dibatasi dan dihapuskan sampai batas waktu
tertentu (misal 2014). Prioritas diberikan kepada angkutan umum dan masyarakat
bawah, seperti petani dan nelayan, yang membutuhkan untuk kegiatan produktif.
Hasil penghematan subsidi untuk membangun infrastruktur gas dan transportasi
massal. Pembangunan meliputi pipa transmisi, ekspansi pabrik LNG, LNG Terminal,
Floating Storage Regasification Unit (FSRU), sistem distribusi CNG/LNG.
Kegiatan pembangunan tersebut akan menyerap banyak tenaga kerja dan kandungan
lokal.
Pemerintah pusat dan daerah wajib menyediakan
lapangan kerja bagi rakyat karena jauh lebih baik daripada pemberian subsidi
energi. Sebagian dari penghematan subsidi sebaiknya dialokasikan untuk jaminan
sosial bagi rakyat miskin. Jaminan sosial tersebut dapat berupa bantuan pangan,
pendidikan, kesehatan, dan jaminan usia tua.
Tingkatkan Pasokan Gas
Pasokan gas domestik perlu segera
ditingkatkan sampai dua kali lipat dari konsumsi saat ini. Ini berarti ekspor
gas ke depan perlu dibatasi. Jika mungkin, gas bagian kontraktor dibeli dengan
harga impor! Lebih baik mahal tetapi ada daripada murah tetapi barangnya tidak
ada.
Program terpadu diversifikasi BBM dengan BBG
untuk semua sektor pengguna mutlak perlu. Sebagai contoh di sektor
transportasi, para produsen otomotif perlu memiliki kepastian arah (road map) dalam memproduksi kendaraan
dual fuel (BBM dan BBG) dan hibrida (listrik dan BBM). Pemerintah tidak perlu
ragu-ragu memberikan insentif fiskal dan kemudahan lainnya.
Agar proses diversifikasi berlangsung cepat,
pemerintah perlu memperketat dan memperbesar pajak progresif bagi pemilik
kendaraan ber-BBM lebih dari satu. Sebaliknya, pemerintah harus memberikan
insentif kepada kendaraan yang berbahan bakar gas/listrik.
Selain menghemat devisa, strategi dan upaya
di atas juga akan merombak bauran energi secara signifikan menuju ke bauran
dengan porsi BBM kurang, utamanya gas. Politisasi komoditas energi hanya
membuat bauran energi rentan dan berpotensi menghambat penciptaan lapangan
kerja baru. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar