Senin, 30 April 2012

SuJu, ELF, Follower


SuJu, ELF, Follower
Yuswohady, Pengamat Bisnis dan Pemasaran Blog: www.yuswohady.com
SUMBER : SINDO, 29 April 2012


Membicarakan Super Junior (SuJu) selalu saja heboh. Apalagi beberapa hari ini saat kelompok boy band asal Korea Selatan ini sedang konser di Jakarta.
Bicara mengenai Siwon dkk yang superimut dan membikin hati setiap ABG klepekklepekmemang pasti heboh. Bicara lagu-lagunya (yup, Mr Simple dan Sorry Sorry) yang nge-dance khas boy band pasti heboh. Bicara mengenai atraksi konser mereka yang spektakuler penuh kejutan pasti juga heboh. Bicara SuJu memang heboh, tetapi bagi saya membicarakan para fans SuJu jauh lebih heboh.

Heboh

Kamis (26/4) malam lalu saya menonton TV di rumah.Banyak stasiun TV menyiarkan ELF (Ever Lasting Fans, sebutan untuk para fans SuJu) menangis berjamaah di bandara. Pasalnya, mereka tidak bisa bertemu dengan idola mereka yang mendarat di Bandara Soekarno- Hatta untuk menggelar konser esok malamnya. Mereka menangis karena personel SuJu masuk bandara lewat pintu khusus yang luput dari kejaran mereka.

SuJu jahat, tega banget mereka nggak mau ketemu kita.Kita tuh sudah capek dan nyaris pingsan cuma buat ketemu sama mereka,” begitu komentar salah satu fans yang saya ambil dari salah satu media online. Mereka kecewa luar biasa karena sudah susah payah datang sejak pagi di Bandara Soekarno-Hatta,bahkan tak sedikit yang menginap sejak sehari sebelumnya. Konon, banyak fans ini menangis karena mereka tidak kebagian tiket sehingga bertemu di bandara adalah kesempatan satu-satunya untuk bertemu langsung dengan sang idola.

Saya nggak dapat tiket untuk nonton. Jadi sengaja ke bandara karena ini satu-satunya kesempatan untuk ketemu mereka,” curhat salah seorang fans. Laskar ELF yang sebagian besar ABG datang tak hanya dari Jakarta. Mereka datang dari berbagai kota dengan fanatisme yang luar biasa.Saya saksikan dari layar kaca ketika mereka diwawancarai stasiun TV, luar biasa hebohnya. Dari raut muka para ABG ini terlihat kebahagiaan yang luar biasa. Dari meremmelek matanya tecermin ketakjuban dan keharuan yang luar biasa.

Dari bahasa tubuhnya tersirat ekstase yang luar biasa. Pokoknya kehebohan serbaluar biasa.Terus terang sulit saya menggambarkannya. Untuk bisa menonton SuJu, tiket yang ditawarkan memang tidak murah. Harga resminya yang termurah Rp500.000, yang termahal Rp2 juta. Sampai di para calo harga tersebut bisa dua kali lipatnya.Untuk dapat membelinya, langkah jibaku apa yang dilakukan para ELF? Kalau orang tua mereka kaya tentu harga tiket mahal nggak masalah.Kalau mereka biasa-biasa saja, maka berbagai trik cespleng dilakukan. “Saya beli tiket yang Rp1,4 juta. Untuk membelinya saya nabung uang jajan selama dua bulan,” ujar seorang ELF dari Bandung.

Follower

Para ELF adalah sosok kelas menengah muda Indonesia yang menjadi sasaran gaya hidup pop global: Hollywood, McDonald’s, Lady Gaga, juga tentu saja K-pop. Mereka mungkin sudah imun, bahkan malu, mengonsumsi produk kesenian lokal macam wayang kulit, ketoprak, ludruk atau jaipongan. Ketika ditanya kenapa? Pasti dengan sigap mereka menukas: “Hari geneee, nonton ketoprak?” Mereka tentu akan malu diomongin di antara teman-teman mereka sebagai orang yang jadul dan katrok.

Jujur saja, sesungguhnya ini menyedihkan. Tapi apa mau dikata, zaman sudah berubah, arus globalisasi menggerus tanpa ampun. ELF adalah potret dari segmen konsumen kelas menengah yang saya sebut sebagai “follower”(lihat grafis: The Consumer 3000 Segmentation). Saat ini saya sedang melakukan riset untuk menghitungnya, tetapi dugaan sementara saya segmen konsumen jenis ini jumlahnya sangat besar di Indonesia, terutama dari kalangan anak muda (SMP, SMA, dan anak kuliah). Banyak yang menyebut mereka dengan label yang cool: ABG labil (ababil) atau ABG galau.

Bagi konsumen jenis ini, teman adalah segalanya: friends are everything, nothing can replace them. Teman dan lingkungan di sekitarnya (sekolah, tetangga, atau komunitas) bagi mereka memiliki pengaruh sangat besar terhadap pola pikir, nilai-nilai, dan perilaku mereka. Contohnya ELF di atas. Dianggap oleh temannya sebagai “jadul” karena tidak mengikuti tren K-pop bisa jadi merupakan aib luar biasa bagi mereka. Itu sebabnya tren-tren musik, film, mode, gadget, model rambut yang diadopsi teman atau lingkungannya itu harus diikuti.

Mengikuti tren adalah salah satu cara mereka untuk tetap terkoneksi secara sosial (socially-connected) dan diterima oleh lingkungan teman dan komunitas mereka. Ingat, diterima oleh lingkungan teman dan komunitas merupakan salah satu hal terpenting dan bermakna bagi hidup mereka. Bicara soal mengikuti tren, maka segmen followertak akan bisa lepas dari apa yang saya sebut “gaya hidup permukaan” (peripheral lifestyle) seperti tampilan fisik yang keren, kepemilikan gadget terbaru, atau citra diri kebarat-baratan. Melalui peripheral lifestyle inilah mereka menemukan eksistensi.

Are You Ready?

Seperti saya bilang di atas, saya menduga segmen konsumen ini di Indonesia sangatlah besar.Secara demografis, di usia yang sedang hot-hotnya, mereka adalah emerging customers yang sangat strategis bagi Anda para marketer. Keberhasilan Anda menaklukkan konsumen ini tak hanya berpengaruh pada brand Anda saat ini, tetapi juga di 10 atau 20 tahun ke depan. Ingat, mereka adalah jenis ABG yang sama sekali baru, berbeda dengan ABG zaman 10 atau 15 tahun lalu (apalagi zaman saya ABG, hehehe).

Ya, karena kemajuan teknologi (Facebook dan apps), keterbukaan informasi (Googling dan Wikipedia), serta globalisasi (Hollywoodization dan Californization) telah “bersekongkol” mencuci otak mereka, akhirnya mereka pun menjadi mutan, menjadi ABG gaya baru yang tidak kita kenali sebelumnya. Bagi Anda para marketer, kuncinya tetap satu: pelajari pola pikir dan gaya hidup mereka, kemudian respons dengan value proposition yang relevan.

Kata salah satu teman saya di Twitter: “#stayrelevant” “Are you ready for the Followers?” Kalau Anda marketer sejati, jawabannya hanya satu: “I’m 1.000% ready!!!

1 komentar: