Sumbu Pendek Laut China
Chusnan Maghribi, Alumnus Hubungan Internasional FISIP
Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
SUMBER : SUARA MERDEKA, 27 April 2012
SUMBER : SUARA MERDEKA, 27 April 2012
DI tengah eskalasi sengketa Laut China
Selatan yang makin berbahaya, menyusul ketegangan baru antara Filipina dan
China akibat insiden di perairan Scarborough Shoal atau Huangyan 10 April lalu;
perusahaan minyak asal Filipina, mengumumkan unit usahanya, Forum Energy Plc,
menemukan cadangan baru gas alam.
Deposit yang ditemukan oleh Philex Petroleum Corp itu berada di
ladang lepas pantai Sampaguita, Reed Bank, Laut China Selatan, dan berpotensi
menyimpan 20 triliun kubik kaki gas alam. Angka itu lebih dari lima kali lipat
perkiraan sebelumnya (SM, 25/04/12).
Penemuan itu mendorong Filipina berencana
membangun pipa gas sampai Manila meski Sampaguita masih dalam status sengketa
dengan China. Hal itu dikhawatirkan meningkatkan tensi ketegangan
Manila-Beijing khususnya, dan enam negara pengklaim Laut China Selatan umumnya,
sehingga menjauhkan dari negosiasi mencari solusi damai atas sengketa Laut
China Selatan.
International
Hydrographic Bureau mendefinisikan Laut China Selatan sebagai
laut tepi, bagian dari Samudera Pasifik, mencakup wilayah perairan yang
membentang dari barat daya ke timur laut, dengan batas selatannya 3 derajat LS
(antara Sumatera Selatan dan Kalimantan/ Selat Karimata), dan utaranya adalah
Selat Taiwan (dari ujung utara Taiwan hingga pesisir Fujian di China daratan).
Luas Laut China Selatan sekitar 3.500.000 km2, dan memiliki badan laut terbesar
setelah Samudera Atlantik, Hindia, dan Pasifik. Laut itu menjadi jalur navigasi
internasional sangat vital dan strategis.
Adapun negara yang berbatasan langsung dengan
laut itu adalah Indonesia, China, Makau, Hong Kong, Taiwan, Filipina, Vietnam,
Malaysia, Brunei Darussalam, Kamboja, Thailand, dan Singapura.
Di laut itu terdapat lebih dari 200 pulau dan
karang yang sudah teridentifikasi, mayoritas di Kepulauan Spratly dan Paracel.
Luas Kepulauan Spratly 810-900 km2 meliputi 175 fitur insuler, dan yang insuler
terbesar dinamai Pulau Taiping (Itu Aba) dengan panjang 1,3
km.
Objek
Perebutan
Sudah lama banyak pihak meyakini laut itu
memiliki cadangan minyak dan gas alam besar. Penemuan ladang gas Sampaguita
oleh Forum Energy Plc barulah bukti
awal. Besar kemungkinan setelah itu bakal ditemukan ladang minyak dan gas yang
lain. Menjadi logis bila negara-negara pengklaim sering bersitegang dan tak
segan mengerahkan kekuatan militernya, serta meminta dukungan negara lain.
Perkembangan mutakhir menunjukkan Filipina
meminta dukungan Amerika Serikat, sementara China meminta bantuan Rusia.
Mereka telah dan sedang menggelar latihan
perang bersama. Militer Filipina-AS menggelar di Pulau Palawan pertengahan
April lalu, sementara angkatan laut China-Rusia berlatih di Laut Kuning, 22-27
April 2012.
Itu semua menunjukkan betapa negara pengklaim
Laut China Selatan siap perang demi mempertahankan klaim masing-masing.
Masalahnya, apakah eskalasi ketegangan terkait sengketa Laut China Selatan yang
sudah genting itu dibiarkan, tidak ada upaya diplomatik terutama dari pihak
ketiga untuk meredakan?
Harusnya tidak. Mesti ada pihak ketiga yang
mau dan mampu bergerak cepat. ASEAN yang sejauh ini aktif mencoba mencari
solusi damai atas sengketa Laut China Selatan, dituntut mau cepat berbuat,
misalnya melakukan terobosan diplomasi, guna mencegah meningkatnya ketegangan
sengketa di laut itu berlanjut dan berubah menjadi perang terbuka.
Jika ASEAN di bawah kepemimpinan Kamboja
sekarang tidak melakukan terobosan diplomasi, dikhawatirkan perang terbuka
antarnegara pengklaim laut tersebut tinggal menunggu waktu, stabilitas keamanan
Asia Tenggara (Asteng) terganggu, dan negara-negara di kawasan itu
kembali menjadi objek persaingan perebutan pengaruh negara-negara besar. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar