Arah Divestasi Newmont
Mulia Panusunan Nasution, Mantan
Ketua Tim Penyusun Paket UU
Bidang Keuangan Negara
SUMBER : KOMPAS, 27 April 2012
SUMBER : KOMPAS, 27 April 2012
Divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara
memicu permasalahan sengketa kewenangan di Mahkamah Konstitusi. Terdapat perbedaan
sudut pandang antara pemerintah dengan DPR dan BPK dalam melihat transaksi
pembelian itu.
Menurut pemerintah, pembelian 7 persen saham
divestasi PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT) tahun 2010 adalah bentuk
akuntabilitas yang berorientasi pada hasil, profesionalitas, proporsionalitas,
keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara, serta pemeriksaan keuangan oleh
badan pemeriksa keuangan yang bebas dan mandiri. Transaksi tersebut merupakan
investasi jangka panjang yang bersifat nonpermanen. Pihak DPR dan BPK
berpandangan pembelian itu adalah bentuk penyertaan modal negara.
Setidaknya ada lima perbedaan mendasar antara
investasi pemerintah dan penyertaan modal negara.
Pertama, investasi jangka panjang nonpermanen
berbeda dengan penyertaan modal negara dari segi time horizon (jangka waktu),
kriteria kelayakan, dan timing atau momentum investasi. Investasi jangka
panjang nonpermanen perlu kecepatan waktu untuk melakukan atau melepas
investasi, sedangkan penyertaan modal negara bisa lebih leluasa waktunya.
Kedua, dasar hukum. Sebagai investasi
pemerintah dasarnya adalah ketentuan Pasal 41 Ayat (1), (2), dan (3)
Undang-Undang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008
sebagai aturan pelaksanaan. Dasar hukum penyertaan modal negara adalah Pasal 24
UU Keuangan Negara serta PP No 44/2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan
Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan
Terbatas.
Ketiga, status aset. Investasi jangka panjang
nonpermanen bukan merupakan pemisahan kekayaan negara, sebaliknya penyertaan
modal negara merupakan pemisahan kekayaan negara sehingga memerlukan
persetujuan DPR.
Keempat, jumlah modal. Pembelian saham
divestasi sebagai investasi pemerintah adalah pelaksanaan kontrak karya
sehingga tidak ada penambahan modal kepada PT NNT. Dalam Penyertaan Modal
Negara, terdapat penambahan modal.
Kelima, pengendalian oleh Bendahara Umum
Negara. Pembelian saham divestasi oleh Pusat Investasi Pemerintah (PIP)
merupakan kekayaan negara yang tidak dipisahkan. PIP adalah kepanjangan tangan
pemerintah yang secara struktural berada langsung di bawah Menteri Keuangan
selaku Bendahara Umum Negara. Sementara status aset yang dijadikan Penyertaan
Modal Negara menjadi kekayaan negara yang dipisahkan. Pengelolaannya merupakan
kewenangan korporasi, bukan kewenangan pemerintah secara langsung.
Amanat Konstitusi
UUD 1945 memuat amanat pemerintahan harus
mampu berperan sebagai agen pembangunan. Peran ini hanya dapat dilaksanakan
secara efektif dan efisien apabila Presiden selaku pemegang kekuasaan
pemerintahan memiliki wewenang dan tanggung jawab jelas dalam penyelenggaraan
pemerintahan negara, termasuk pengelolaan keuangan negara.
UU Keuangan Negara (UU No 17/2003) sebagai
salah satu pelaksanaan Pasal 23c UUD 1945 menetapkan Presiden selaku kepala
pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara. Selanjutnya,
sebagian kekuasaan tersebut dalam Pasal 6 Ayat (2) UU Keuangan Negara
dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah
dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan.
Dalam rangka pelaksanaan kekuasaan atas
pengelolaan fiskal, Menteri Keuangan bertugas melaksanakan fungsi Bendahara
Umum Negara dalam arti seutuhnya, tidak hanya sebagai kasir, tetapi juga
pengawas dan manajer keuangan.
Salah satu kewenangan Bendahara Umum Negara
dalam Pasal 7 Ayat (2) UU tentang Perbendaharaan Negara (UU No 1/2004) adalah
menempatkan uang negara dan mengelola investasi. Pengaturan pengelolaan
investasi ini untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan
investasi. Selanjutnya Pasal 41 Ayat (3) UU No 1/2004 mengamanatkan pembentukan
peraturan pemerintah mengenai investasi pemerintah.
Dalam perjalanannya, telah diterbitkan PP No
8/2007 tentang Investasi Pemerintah yang selanjutnya diubah dengan PP No 1/2008
yang merupakan aturan pelaksanaan investasi pemerintah. Dalam Pasal 10 PP No
1/2008, pelaksanaan kewenangan pemerintah dalam mengelola investasi pemerintah
hanya dilakukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.
Berdasarkan ketentuan perundang-undangan di
atas, jelas bahwa Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara sejatinya dapat
melakukan investasi pembelian 7 persen saham divestasi PT NNT tanpa harus
meminta persetujuan DPR
Badan Layanan Umum
Untuk memenuhi kebutuhan penerapan pola pengelolaan
keuangan sebagaimana layaknya pengelolaan keuangan korporasi, pemerintah dan
DPR menyepakati perlunya badan layanan umum (BLU) sebagai lembaga dalam
lingkungan pemerintah. Status BLU menjadi jalan keluar kebutuhan spesifik dalam
penyelenggaraan tugas pemerintahan sebagai agen pembangunan.
Sumber dana BLU dari APBN disalurkan melalui
pembiayaan, bukan melalui belanja. Pasal 15 Ayat (5) UU Keuangan Negara
menyebutkan bahwa APBN yang disetujui DPR terinci sampai dengan organisasi,
fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja adalah mengatur secara eksplisit
belanja kementerian negara/lembaga, bukan rincian pengeluaran pembiayaan yang
dialokasikan bagi BLU. Menyamakan pengelolaan keuangan BLU dengan pengelolaan
satuan kerja lain di lingkungan kementerian/lembaga berarti mengingkari
keberadaan BLU.
Kekayaan BLU merupakan kekayaan negara yang
tidak dipisahkan serta dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk
menyelenggarakan kegiatan BLU. Salah satu kekhususan BLU lainnya adalah
penggunaan pendapatan BLU secara langsung untuk membiayai BLU yang bersangkutan
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 69 Ayat (4) dan (6) UU No 1/2004.
BLU dapat menggunakan pendapatannya untuk
membiayai belanja BLU tanpa harus disetorkan ke kas negara dan dikeluarkan dari
kas negara berdasarkan proses pencairan anggaran. Sebagai BLU, PIP mempunyai
sumber dana investasi, di antaranya dana Rp 1 triliun dalam APBN yang disetujui
DPR, keuntungan investasi terdahulu, dan sumber lain yang sah. Maka, tidak
diperlukan lagi persetujuan untuk pelaksanaannya.
Berdasarkan hal tersebut, dana investasi pemerintah
sesuai UU APBN TA 2011 dapat langsung digunakan pemerintah tanpa harus meminta
persetujuan DPR lagi. Dalam hal divestasi 7 persen saham Newmont, perlu
diketahui bahwa investasi pemerintah telah tercantum dalam APBN 2011. Sesuai
ketentuan Pasal 15 Ayat (5) UU No 17/2003, APBN TA 2011 yang telah disetujui
oleh DPR telah merinci kebutuhan investasi pemerintah Rp 1 triliun dan dalam
APBN TA 2011 dimaksud tidak memiliki catatan apa pun atau tanda bintang. Karena
itu, pemerintah mempunyai kewenangan untuk melaksanakan investasi tanpa
persetujuan DPR.
Sementara kekurangan Rp 1,3 triliun akan
didanai dari keuntungan investasi PIP tahun-tahun sebelumnya yang dapat
digunakan langsung tanpa persetujuan DPR sesuai Pasal 69 Ayat (6) UU
Perbendaharaan Negara.
Penyusunan APBN
UU APBN setiap tahun adalah ”acte-condition”, berbeda dengan UU lain
yang berupa ”acte-regle”. Dalam
rangka pembelian 7 persen saham divestasi PT NNT, sumber pendanaan yang
digunakan PIP berasal dari Dana Investasi Pemerintah (reguler) APBN TA 2011
sebesar Rp 1 triliun yang telah disetujui oleh DPR (tidak terdapat
catatan/tanda bintang). Persetujuan/pembahasan lebih lanjut di DPR diperlukan
apabila ada catatan atau perubahan peruntukan alokasi anggaran.
Dengan demikian, penggunaan dana investasi
pemerintah yang ditetapkan UU APBN TA 2011 dapat langsung digunakan pemerintah
tanpa harus meminta persetujuan DPR kembali karena telah tercantum dalam APBN
2011.
Sesuai ketentuan Pasal 15 Ayat (5) UU No
17/2003, APBN TA 2011 yang telah disetujui oleh DPR telah merinci kebutuhan
investasi pemerintah Rp 1 triliun dan dalam APBN TA 2011 dimaksud tidak
memiliki catatan apa pun atau tanda bintang sehingga pemerintah bisa
melaksanakan investasi pemerintah tanpa harus meminta persetujuan DPR lagi.
Tidak ada ketentuan yang melarang pemerintah
untuk membayar saham divestasi, terlebih dana yang diperlukan tersedia dalam
rekening dana investasi yang dikelola PIP. Berdasarkan semangat hukum
sebagaimana dikatakan oleh Montesquieu dalam De l’esprit des lois bahwa ”la
liberte est le droit de faire tout ce que les lois permettent” (kebebasan
adalah hak untuk melakukan segala yang diperkenankan oleh UU) dan dikatakan
oleh Rousseau dalam Du Contrat Social
bahwa ”renoncer a sa liberte, c’est
renoncer a sa qualite d’homme” (menyerahkan kebebasan sama saja dengan
melepaskan kualitas sebagai manusia), tindakan pemerintah membeli saham
divestasi PT NNT bukan hanya sah, bahkan merupakan kebijakan yang sangat patut
dilakukan oleh pemerintah sebagai wujud nyata tanggung jawab agar kekayaan alam
di Nusa Tenggara Barat dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,
sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar