Kamis, 26 April 2012

BUMN Pangan?


BUMN Pangan?
Pande Radja Silalahi, Ekonom CSIS
SUMBER : SUARA KARYA, 26 April 2012


Di tengah keprihatinan atas ketersediaan pangan nasional, baru-baru ini mencuat ke permukaan ide pendirian BUMN pangan. Wacana ini muncul karena kenyataannya menunjukkan bahwa Badan Urusan Logistik (Bulog) belum mampu memecahkan masalah dengan baik. Sampai saat ini adalah tepat untuk mengkaji lebih jauh kebijakan-kebijakan yang telah ada atau yang telah diterapkan. Dengan terbuka dan kritis, perlu diketahui secara terperinci apa yang menjadi kelemahan dan atau kekurangan lembaga-lembaga yang sudah ada, dan sebaliknya, apa yang menjadi keunggulannya.

Dengan lapang dada harus diakui bahwa banyak kebijakan tidak dapat diimplementasikan dengan baik karena terlalu banyak raihan yang ingin dicapai dalam suatu kebijakan. Padahal, dalam prosesnya sudah dapat dipastikan bahwa raihan yang satu akan bertentangan dengan raihan lainnya. Oleh karena itu, dalam pendirian BUMN pangan yang dimaksudkan oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan, pendekatan "kunci Inggris" sebaiknya dihindari agar BUMN tersebut dapat beroperasi secara efektif.

Salah satu komentar yang dilontarkan terhadap gagasan pendirian BUMN pangan adalah agar BUMN itu mengerjakan satu bidang saja, misalnya bidang produksi atau bidang disribusi. Dasar dari usulan itu adalah adanya kekhawatiran terjadinya benturan manakala satu bidang mengalami permasalahan.

Alasan itu terlalu sederhana dan mungkin dengan alasan seperti itulah, Bulog bersikap tidak tegar dengan melakukan impor beras manakala terjadi kekurangan dan melakukan ekspor pada periode tertentu manakala terjadi kelebihan pasokan yang merugikan masyarakat, khususnya petani.

Integrasi vertikal digerakkan oleh adanya nilai tambah yang dapat diraih manakala suatu kegiatan (usaha) dilakukan secara terintegrasi. Dengan kata lain, integrasi vertikal (misalnya dari penanaman, menghasilkan barang setengah jadi, distribusi atau penjualan) dilakukan dengan tujuan menciptakan efisiensi. Untuk menjaga agar tujuan itu terpelihara dengan baik, maka yang tepat dilakukan adalah menciptakan dan memelihara persaingan yang sehat.

Dapat dibayangkan, manakala BUMN pangan, gula misalnya, melakukan integrasi vertikal, mulai dari pengolahan lahan, produksi tebu, pengolahan tebu menjadi gula, mengimpor dan mengekspor gula dan bahan gula, memasarkan ke seluruh pelosok Tanah Air. Perusahaan terpadu seperti itu akan mampu melakukan stabilisasi pasar walaupun sumbangan dari unit-unit di dalam yang ada tidak sama dan bahkan ada yang menjadi central loss atau central benefit.

Dengan rasa pesimistis, mungkin seseorang dapat saja mengemukakan bahwa sampai tahun 2013, human resources yang dimiliki oleh Indonesia belum tersedia. Kalau hal ini benar, tentu kita tidak perlu galau karena para manajer andal di dunia dewasa ini jumlahnya sangat banyak. Mereka mau bekerja di negara mana saja asal dibayar sesuai hukum pasar.

Gagasan Menteri BUMN tentang pendirian BUMN pangan adalah gagasan yang masih mentah dan perlu dikaji secara mendalam. Dan, rasanya masih cukup waktu untuk mengkajinya sebelum dapat dioperasikan atau mulai diimplementasikan pada tahun 2013. Yang kita harapkan, gagasan itu tidak menjadi pepesan kosong yang memang telah dipersiapkan.

1 komentar:

  1. masalah pangan adalah masalah petani, bukan hanya berapa ton gabah yang harus dicapai dalam satu hektar atau berapa banyak beras akan dimakan oleh masyarakat indonesi aagar tidak kelaparan . jauh dari itu harus dipikirkan berapa petani(terutama buruh tani) yang terjamin kebutuhan dasarnya seperti kesehatan dan pendidikan. Buruh tani itu darahdan daging seperti manusia lainnya, jangan hanya dieksploitasi untuk mencukupi kebutuhan dasar kelompok lain.

    BalasHapus