Jumat, 27 April 2012

Rasionalitas Pengenaan Cukai Kendaraan Bermotor


Rasionalitas Pengenaan Cukai Kendaraan Bermotor
Makmun Syadullah, Peneliti Utama Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan
SUMBER : KORAN TEMPO, 26 April 2012


Salah satu tujuan pengenaan cukai adalah sebagai alat pengendalian konsumsi. Namun cukai juga dapat diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Mengingat pengenaannya yang bersifat selektif dan diskriminatif, diperlukan mekanisme yang memungkinkan pengawasan secara fisik atas barang yang dikenai cukai, antara lain melalui pelekatan pita cukai.

Atas dasar pemikiran di atas, kini pemerintah tengah mengkaji pengenaan cukai atas kendaraan bermotor. Cukai ini akan menggantikan pajak penjualan barang mewah (PPn BM) maupun bea masuk bagi industri otomotif. Sementara itu, pengenaan cukai akan dibedakan sesuai dengan klasifikasi kendaraan yang dimiliki konsumen, seperti energi yang digunakan serta muatan lokal atas mobil. Mobil hemat energi dan boros energi akan dikenai tarif cukai yang berbeda.

Selanjutnya, menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal Bambang P. Brojonegoro, tujuan pengenaan cukai kendaraan bermotor adalah untuk mendorong produksi mobil dalam negeri. Untuk itu, kendaraan bermotor lokal dengan komponen lokal di atas 80 persen akan dikenai cukai lebih murah. Begitu pula halnya dengan kendaraan bermotor ramah lingkungan.

Rencana pengenaan cukai atas kendaraan bermotor disambut baik oleh beberapa agen tunggal pemegang merek (tabloid Kontan, 13 Maret 2012). Menurut Irwan Priyantoko, Chief External Affair PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia, kebijakan ini akan merangsang industri komponen lokal membuat industri semakin kompetitif dan menciptakan banyak lapangan kerja baru.

Negara Lain

Praktek pengenaan cukai atas kendaraan bermotor di berbagai negara menunjukkan penerapan yang beragam, bergantung pada tujuan yang hendak dicapai, seperti pengurangan emisi, mengatasi kemacetan, sampai melindungi industri otomotif dalam negeri. Beberapa contoh pengenaan cukai atas kendaraan bermotor antara lain adalah sebagai berikut. Pertama, pemerintah negara bagian Massachusetts, Amerika Serikat, menerapkan cukai atas kendaraan bermotor dan trailer. Dalam peraturan Motor Vehicle & Trailer Excise Manual yang dikeluarkan pada Juni 2005, diatur bahwa setiap kendaraan diwajibkan diregistrasi, yang diberikan untuk jangka waktu satu atau dua tahun, dan harus diperpanjang apabila periode registrasi habis.

Kedua, di Inggris, pajak terkait dengan lingkungan yang paling signifikan dari sisi penerimaan adalah pajak terhadap kendaraan bermotor (yaitu pajak atas bahan bakar bensin dan solar serta pajak kepemilikan kendaraan bermotor). Penerimaan pajak dari cukai kendaraan bermotor dan bahan bakar mencapai 6 persen dari total penerimaan pajak pada tahun anggaran 2010-2011.

Ketiga, Malaysia telah lama menggunakan instrument tarif tinggi dan hambatan perdagangan non-tarif (high tariffs and non-tariff trade barriers) untuk melindungi industri manufaktur mobil dari kompetisi asing. Kebijakan pemerintah juga membedakan antara mobil nasional (yaitu Proton dan Perodua) dan mobil impor, termasuk kendaraan bermotor yang diproduksi di Malaysia oleh perusahaan bukan milik Malaysia.

Pemerintah Malaysia memberlakukan cukai kendaraan bermotor untuk pertama kalinya pada 2004 dan menaikkan tarif cukai pada 2005 untuk mengkompensasi pendapatan yang hilang karena tarif impor. Pajak yang tinggi atas harga mobil juga diberlakukan untuk melindungi produksi mobil dalam negeri, yakni Proton dan Perodua, ditambah dua perusahaan patungan yang berbadan hukum. Perusahaan-perusahaan ini mendapatkan potongan 50 persen pajak cukai.

Rasionalitas

Di Indonesia, cukai layak dikenakan atas kendaraan bermotor dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut: Pertama, dari sisi kajian hukum, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 memberi ruang gerak upaya untuk memperluas obyek cukai. Pasal 2 ayat (1) huruf a-d mengatur karakteristik atau sifat barang kena cukai. Adapun alasan pengenaan cukai atas kendaraan bermotor adalah pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.

Kedua, dari sisi kesehatan, bahan bakar yang digunakan pada kendaraan bermotor dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup. Hal ini sejalan dengan beberapa studi epidemiologi yang menyimpulkan adanya hubungan yang erat antara tingkat pencemaran udara perkotaan dan angka kejadian (prevalensi) penyakit pernapasan.

Ketiga, dari sisi fungsi, cukai merupakan instrumen yang efektif untuk mengendalikan konsumsi. Dalam kasus kendaraan bermotor, harga kendaraan bermotor akan semakin tinggi dengan dikenakannya cukai, sehingga akan memberi pengaruh berupa menurunnya permintaan terhadap kendaraan bermotor. Hal ini akan berdampak menurunnya eksternalitas negatif yang ditimbulkan, seiring dengan berkurangnya jumlah kendaraan bermotor.

Permasalahannya, berapa tarif cukai yang layak sebagai PPn BM maupun bea masuk bagi industri otomotif? Dengan tujuan untuk meminimalkan dampak lingkungan dan mengendalikan konsumsi, tarif cukai untuk kendaraan bermotor dengan menggunakan bahan bakar fosil harus lebih tinggi dibandingkan dengan tarif PPnBM dan bea masuk.

Sementara itu, untuk tarif cukai kendaraan bermotor dengan bahan bakar nonfosil harus lebih murah. Yang terakhir ini pertimbangannya bukan hanya sekadar untuk mendorong berkembangnya industri otomotif yang ramah lingkungan, namun juga karena harga bahan bakar nonfosil relatif masih mahal, karena bahan bakar fosil mendapatkan subsidi pemerintah. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar