Kamis, 26 April 2012

Bank (Tidak) Syariah


Bank (Tidak) Syariah
Ahmad Surya Kartadinata, Mahasiswa Fakultas Syariah
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
SUMBER : SUARA KARYA, 26 April 2012


Perkembangan bank syariah sekarang sedang melaju dengan kencang. Data dari Bank Indonesia menyebutkan, total aset bank syariah sudah mencapai Rp 141 triliun dan pangsa pasar bank syariah sudah mencapai 3,3 persen. Fatwa dari Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) juga membantu dalam perkembangan bank syariah dalam hal regulasi dan juga penetapan kehalalan suatu produk perbankan syariah. Dengan keluarnya fatwa DSN-MUI, bisnis perbankan berbasis syariah mampu berjalan dan bersaing dengan bisnis perbankan konvensional yang sudah lama ada.

Motivasi awal munculnya bank syariah adalah untuk menjalankan prinsip perbankan yang tidak melanggar syariat Islam. Yang membedakan secara mendasar antara bank syariah dengan bank konvensional terletak pada bunga. Bank syariah tidak menggunakan konsep bunga melainkan sistem nisbah atau bisa dibilang profit and loss sharing. Karena, dalam Islam sendiri, konsep bunga itu termasuk riba dan Islam melarang hal tersebut. Tetapi, dalam implementasinya tampaknya banyak hal-hal yang keliru yang dipraktikkan oleh bank syariah.

Zaim Zaidi pernah menulis dalam bukunya yang berjudul, Tidak Syariahnya Bank Syariah. Dalam bukunya itu, dia menyatakan bahwa bank syariah yang ada tidak ubahnya dengan bank konvensional yang dikenal selama ini. Akad (transaksi) yang ada dalam produk bank syariah seolah dipaksakan untuk mengikuti konvensional.

Sebagai contoh, tabungan di bank syariah yang menggunakan akad wadiah. Akad wadiah sendiri adalah titipan. Seharusnya, uang yang dititipkan bisa diambil sebagian atau seluruhnya dan tidak terbatas waktu. Jika nasabah mempunyai tabungan dengan nominal Rp 200 juta dan ingin mengambil semuanya, maka hal itu seharusnya bisa dilakukan. Namun, dalam praktiknya, nasabah tidak bisa mengambil semua dananya begitu saja pada hari itu. Gunanya agar bank syariah terhindar dari rush (aksi penarikan besar-besaran). Sehingga, bisa disimpulkan bahwa bank syariah tidak ubahnya seperti bank konvensional yang sudah ada.

Produk Unggulan

Lalu, dari segi inovasi dalam membuat produk perbankan, bank syariah juga begitu kreatif. Sehingga, berhasil menduplikasi karya bank konvensional dengan membuat kartu kredit syariah. Kartu kredit yang selalu identik dengan bunga yang berlipat-lipat mampu diduplikasi dan menjadi produk unggulan salah satu bank syariah di Indonesia. Entah apa yang memotivasi para penggiat bisnis perbankan syariah sehingga mampu membuat kartu kredit syariah yang identik dengan gaya hidup boros atau konsumerisme. Suatu gaya hidup yang dilarang dalam Islam.

Dalam hal pembiayaan, bank syariah tidak menggunakan istilah kredit dalam memberikan pinjaman. Di sinilah yang seharusnya bisa menjadi pembeda antara bank syariah dan bank konvensional.

Proses pengembalian dana melalui akad tersebut dengan menganut sistem profit and loss sharing (sistem yang membagi keuntungan dan kerugian). Tetapi, kenyataannya bank syariah tidak ada yang mengaplikasikan hal tersebut melainkan melakukan hal yang sama seperti bank konvensional pada umumnya dengan meminta pengembalian pokok beserta tambahannya. Jika jumlah pinjaman waktu pengembaliannya lebih lama, bertambah pula tambahan yang harus dibebankan oleh peminjam.

Memang, tidak bisa dipungkiri perbankan adalah suatu bisnis yang tentunya selalu berorientasi profit. Bank syariah saat ini hanya menganut sistem bagi hasil tetapi tidak termasuk berbagi rugi. Jika, peminjam mengalami kesulitan dalam melunasi pinjaman, maka bank syariah akan menyita atau melakukan apa pun agar pinjaman beserta tambahannya bisa kembali.

Sedikit mengkritik tulisan Saudara Herman di Harian Umum Suara Karya (24/11/2011) dengan judul Sosialisasi Bank Syariah, sebenarnya bank syariah tidak perlu disosialisasikan. Karena, bank syariah terkesan sama dengan bank konvensional yang berorientasi keuntungan. Bahkan, bisa dikatakan bank yang tidak syariah. Coba saja, apabila semua nasabah bank syariah mengambil semua dananya di bank syariah, maka bank syariah juga akan kolaps. Itu tidak jauh berbeda dengan bank konvensional. Fungsi bank syariah dan bank konvensional juga sama, yaitu menghimpun dana dan menyalurkan dana dengan orientasi keuntungan.

Untuk itu, perlu ada pemahaman mendalam tentang muamalat. Banyak orang beranggapan pengertian muamalat adalah sistem ekonomi Islam. Ini merupakan kekeliruan besar, karena pengertian sebenarnya adalah suatu hubungan antar-manusia dalam urusan harta maupun bukan dalam urusan harta. Esensi dari hubungan antar-manusia adalah hubungan yang baik.

Dalam berhubungan yang baik dengan sesama manusia tentu perlu rasa adil dan juga maslahat. Lalu, apakah bank syariah mampu merepresentasikan rasa adil dan maslahat bagi sesama umat manusia?

Bukankah dalam aplikasinya, bank syariah pun selalu berupaya mencari keuntungan yang sebesar besarnya? Jika ada bank syariah yang mampu mengaplikasikan nilai-nilai Islam dan teori-teori dalam fiqh muamalat, maka bank tersebut patut mendapat predikat bank syariah.

2 komentar:

  1. Tulisan yang sangat bagus tentang bank syariah. Analisanya gue banget! Beda bank konvensional dengan bank syariah adalah yang satu pakai bahasa arab yang lain tidak. Kata-kata 'syariah' atau 'islam' hanya kamuflase saja. Bravo!

    BalasHapus
  2. pembiayaanku.wordpress.com

    BalasHapus