Rabu, 25 April 2012

SBY Jangan hanya Urus Koalisi


SBY Jangan hanya Urus Koalisi
Bambang Soesatyo, Anggota Komisi III DPR dan Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia
SUMBER : KOMPAS, 25 April 2012


EFEKTIVITAS pemerintahan sekarang ini terus menurun sebagai akibat dari semakin banyaknya kepala daerah yang bermasalah dengan hukum. Kalau selama ini hanya fokus pada penguatan koalisi partai politik pendukung pemerintah, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah waktunya mengonsolidasi pula pemerintahannya hingga ke level pemerintah daerah.

Secara keseluruhan bisa ditegaskan, birokrasi pemerintah belum efektif, efisien, dan sepenuhnya bebas dari konfl ik kepentingan. anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sudah di atas Rp1.200 triliun, tetapi pemerintah belum mampu memaksimalkan pembangunan infrastruktur. Itu bukti birokrasi yang belum efektif.

Sulit bagi siapa saja untuk percaya kalau ada yang mengklaim efektivitas pemerintahan sekarang ini masih terjaga. Telah mengemuka sejumlah indikator yang menunjukkan efektivitas pemerintahan terus menurun. Jumlah pejabat pemerintah yang terjerat masalah hukum tampak terus bertambah. Kementerian Dalam Negeri mencatat, sejak 2004 hingga 2012, tidak kurang dari 173 kepala daerah tersangkut kasus hukum. Jumlah ini meningkat jika dibandingkan dengan data Januari 2011, yang menyebutkan 155 kepala daerah tersangkut masalah hukum. Data pada 2011 itu juga menyebutkan 17 di antaranya gubernur. Sebagian besar terkait dengan kasus korupsi. Sekitar 70% di antaranya divonis bersalah dan diberhentikan dari jabatan.

Persoalan yang sedang dihadapi Gubernur Riau HM Rusli Zainal terkait dengan kasus gratifikasi proyek Pekan Olahraga Nasional (PON) menambah panjang daftar gubernur bermasalah. Atas permintaan KPK, Rusli Zainal sudah dicekal. Bila mengacu pada fakta bahwa ada 33 provinsi, berarti lebih separuh dari jumlah gubernur di negara ini bermasalah dengan hukum.

Jumlah kepala daerah yang bermasalah dengan hukum bisa bertambah jika penegak hukum mendalami temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). PPATK menemukan 2.300 rekening bermasalah milik kepala daerah. Sebagian rekening bermasalah itu dibuat atas nama istri, anak-anak, dan kerabat keluarga.

Kesimpulan seperti apa yang segera bisa dibuat jika belasan gubernur dan lebih dari 100 bupati/wali kota tidak bisa mencurahkan seluruh perhatian dan konsentrasi mereka terhadap fungsi dan tugas utama sebagai kepala daerah karena harus berusaha maksimal lolos dari jerat hukum? Secara personal, penyelesaian masalah hukum sudah pasti lebih penting, sebab menyangkut martabat, nama baik seluruh keluarga serta kerabat, dan masa depan karier politik. Karena itu, bisa dipastikan sebagian besar energi dan konsentrasi akan dialihkan untuk mengatasi persoalan hukum yang sedang dihadapi.

Minim Kepedulian

SBY pernah mengecam seluruh aparatur pemerintahannya ketika terjadi gangguan serius pada distribusi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, khususnya bensin premium. Itulah bukti pemerintahan tidak efektif karena tidak bisa segera merespons masalah faktual yang sedang dihadapi masyarakat. Bukan hanya tidak efektif, pemerintah juga terkesan tidak sensitif. Pada beberapa kasus, muncul kesan bahwa pemerintah menempatkan persoalan publik sebagai tanggung jawab masyarakat, sekalipun persoalan-persoalan itu muncul akibat kebijakan atau perubahan regulasi buatan pemerintah.

Bahkan, karena ego sektoral masih begitu kuat, koordinasi antarinstansi menjadi tidak mudah, yang tidak jarang mengakibatkan persoalan terus tereskalasi. Contoh kasus paling mencolok ialah rangkaian ledakan kompor gas, distribusi minyak tanah, juga pupuk dan benih padi. Dalam kasus ledakan kompor gas, pemerintah seperti kebingungan. Selain responsnya sangat lamban, terjadi saling lempar tanggung jawab antarinstansi.
Selain lamban, gambaran lain dari rendahnya efektivitas pemerintahan ialah kepedulian kepala daerah terhadap persoalan infrastruktur di daerahnya yang relatif minim. Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat sering mengeluhkan kerusakan parah sejumlah ruas jalan di banyak daerah, bahkan termasuk di beberapa wilayah perkotaan. Walaupun keluh kesah publik sudah dikemukakan secara terbuka dan berulangulang, perbaikan jalan tak kunjung dikerjakan.

Sejumlah program untuk mengatasi masalah kemiskinan juga belum mencapai hasil maksimal karena koordinasi antarinstansi di tingkat pusat dan koordinasi pusat dengan daerah belum efektif. Seorang ilmuwan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia pernah menduga program bantuan langsung tunai (BLT), bantuan operasional sekolah (BOS), distribusi beras untuk rakyat miskin (raskin), dan program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) tidak secara nyata terserap oleh masyarakat kurang mampu.

Program-program itu relatif ideal. Namun masalahnya, pada pelaksanaan terjadi tumpang tindih karena baik setiap kementerian maupun pemerintah daerah punya agenda sendiri-sendiri dalam mengurangi jumlah penduduk miskin. Program PNPM, misalnya, tidak berdampak langsung bagi masyarakat miskin karena alokasi dana sebagian besar untuk pembangunan fisik. Masyarakat yang tergolong lebih mampu punya kesempatan lebih besar dalam menjalankan pembangunan fisik seperti jalan atau jembatan.

Rendahnya efektivitas pemerintahan saat ini merupakan akumulasi dari berbagai persoalan, dari persoalan disharmoni kebijakan pusat-daerah hingga buruknya koordinasi serta melemahnya fungsi dan peran kepala daerah mengingat sangat banyak yang terjerat masalah hukum. Kalau lebih dari 150 kepala daerah dipusingkan persoalan hukum yang menjerat mereka, omong kosong bila pemerintahan mereka dikatakan tetap efektif.

Karena itu, SBY perlu mengonsolidasi pemerintahannya. Tentu saja itu tidak hanya di tingkat pusat. Konsolidasi pemerintahan daerah tampaknya perlu diprioritaskan. Diyakini, upaya presiden untuk menguatkan dan memaksimalkan peran pemerintah daerah selalu dilakukan dalam sejumlah rapat kerja pemerintah berskala nasional. Namun, tidak perlu menutup mata bahwa apa yang disepakati dalam rapat kerja pemerintah itu belum dilaksanakan secara maksimal dan konsisten.

Akhir-akhir ini publik menyimak presiden cukup sibuk mengonsolidasi koalisi partai politik (parpol) pendukung pemerintah. Mudah-mudahan penguatan koalisi parpol itu bisa memberikan nilai tambah bagi peningkatan efektivitas pemerintahan saat ini. Publik tentu saja berharap presiden tidak lupa mengonsolidasi pemerintahannya.

Konsolidasi itu hendaknya dimulai dari kantor presiden. Para pembantu presiden harus sigap menyikapi setiap masalah yang berkembang di ruang publik. Selain menyikapi masalah, kantor presiden pun harus mau berkomunikasi dengan daerah untuk membahas sekaligus mendapatkan informasi terkini mengenai masalah atau peristiwa terkini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar