Nasib Radio Komunitas di Era Konvergensi
Firdaus Cahyadi, Knowledge
Manager for Sustainable Development, OneWorld-Indonesia
SUMBER
: KORAN TEMPO, 25 April 2012
Perkembangan teknologi telekomunikasi dan
informatika (telematika) begitu pesat terjadi akhir-akhir ini. Perkembangan
teknologi itu mengarah pada konvergensi (penyatuan) antara ranah penyiaran,
telekomunikasi, dan informatika. Perkembangan teknologi telematika yang makin
konvergen itu menjadi peluang bagi penggiat multimedia, baik dari perusahaan
maupun komunitas.
Dengan kemajuan teknologi telematika,
misalnya, kini kita bisa menonton televisi melalui teknologi streaming.
Kita pun bisa mendengarkan radio melalui streaming di Internet. Streaming
radio di Internet ini menjadi peluang baru bagi penggiat radio komunitas yang
selama ini terhambat persoalan perizinan dan jangkauan siaran. Dengan kemajuan
teknologi telematika ini pula, para penggiat radio komunitas memiliki banyak
pilihan. Pilihan pertama, bersiaran secara konvensional (menggunakan spektrum
frekuensi radio). Pilihan ini memiliki jangkauan yang terbatas, sekitar
keberadaan stasiun radio komunitas.
Pilihan kedua, siaran radio komunitas hanya
ditayangkan melalui streaming di Internet. Dan pilihan ketiga, selain
bersiaran secara konvensional, menayangkan siarannya melalui streaming
di Internet. Pilihan ketiga ini membuat jangkauan pendengar radio komunitas
semakin luas. Dengan kemajuan teknologi telematika ini pula, definisi radio
komunitas pun berubah. Radio komunitas tidak bisa hanya didefinisikan
berdasarkan jangkauan wilayah siar. Radio komunitas harus didefinisikan
berdasarkan persamaan kepentingan dan juga minat.
Radio komunitas Suara Buruh Migran,
Yogyakarta, dapat dijadikan contoh dalam hal ini. Radio ini dapat didengar oleh
para pekerja Indonesia yang ada di Singapura, Arab Saudi, Hong Kong, dan Cina.
Radio Suara Buruh Migran sejak awal memang didesain agar mudah diakses
oleh buruh migran. Pendengar cukup mengakses portal http://buruhmigran.or.id
untuk mendengarkan siaran radio ini. Selain itu, para pendengar pun dapat
memberikan umpan balik melalui Facebook.
Namun tampaknya para penggiat radio komunitas
harus terus berjuang memanfaatkan peluang yang sudah ada di depan mata itu.
Pasalnya, Rancangan Undang-Undang Konvergensi Telematika yang akan menggantikan
UU Telekomunikasi tidak memberikan jalan yang mulus bagi penggiat radio
komunitas. Dalam draf RUU Konvergensi Telematika, misalnya, penyelenggara
telematika dibagi menjadi dua, yaitu penyelenggara komersial dan non-komersial.
Salah satu penyelenggara telematika adalah penyelenggara layanan aplikasi.
Sementara itu, yang dimaksud dengan penyelenggara telematika layanan aplikasi
adalah penyebaran konten dan informasi. Radio komunitas yang menayangkan
siarannya secara online di Internet tentu masuk dalam penyelenggara
telematika aplikasi ini.
Nah, pertanyaannya kemudian apakah radio
komunitas yang menayangkan siarannya secara online masuk dalam kategori
penyelenggara telematika non-komersial. Jika melihat pasal dalam draf RUU
Konvergensi Telematika, radio komunitas tidak termasuk dalam penyelenggara
telematika non-komersial. Dalam RUU Konvergensi Telematika, penyelenggara
telematika non-komersial adalah penyelenggara telematika untuk keperluan
pertahanan dan keamanan nasional, kewajiban pelayanan universal, dinas khusus,
dan perorangan.
Namun, andai kata radio komunitas yang
menayangkan siarannya secara online dikategorikan sebagai penyelenggara
telematika non-komersial pun, tetap saja memberatkan aktivitasnya. Pasalnya,
para penggiat radio komunitas harus tetap membayar biaya hak penyelenggaraan
(BHP) telematika dan mendapat izin dari menteri.
Bagi radio komersial yang berorientasi profit
dan juga berafiliasi dengan media konglomerasi, ketentuan ini mungkin tidak
menjadi sebuah persoalan besar. Namun, bagi radio komunitas, ketentuan ini bisa
jadi merupakan persoalan yang serius. Pilihan untuk menayangkan siaran radio
komunitas secara online bukan hanya untuk memperluas jangkauan
pendengar, tapi juga menghemat biaya operasional. Namun, jika itu kemudian
harus dikenai kewajiban membayar BHP telematika, tentu daya hidup radio
komunitas akan semakin lemah.
Tekanan yang lebih besar lagi menimpa para
penggiat radio komunitas yang memilih melakukan siaran secara konvensional
(menggunakan spektrum frekuensi radio) dan juga menayangkan siarannya secara online
melalui streaming di Internet. Bagi para penggiat radio komunitas yang
memilih cara ini, mereka harus mendapatkan dua izin dari menteri: izin
penggunaan spektrum frekuensi radio dan izin penyelenggara telematika. Selain
itu, radio komunitas yang memilih bersiaran secara konvensional dan online
harus membayar BHP telematika dan biaya hak penggunaan spektrum frekuensi
radio.
Keberadaan radio komunitas (dan juga televisi
komunitas) yang hendak memanfaatkan kemajuan teknologi telematika perlahan tapi
pasti akan lemah dan kemudian mati dengan sendirinya. RUU Konvergensi
Telematika ini memang sejak semula tidak memberikan ruang yang cukup layak bagi
kepentingan publik. RUU ini lebih mengutamakan kepentingan bisnis multimedia.
Pembagian penyelenggara telematika dengan
label komersial dan non-komersial sejatinya menunjukkan keberpihakan RUU ini
kepada penyelenggara telematika komersial. Ibarat pelabelan pria dan non-pria,
maka sejatinya yang menjadi mainstream (arus utama) adalah pria. Begitu
pula pelabelan komersial dan non-komersial dalam RUU Konvergensi Telematika
ini.
Dengan demikian, tidak salah bila RUU
Konvergensi Telematika ini justru dinilai akan lebih memperkuat struktur
bangunan konglomerasi media yang telah ada. Sebab, hanya media milik
konglomerat media yang bisa memenuhi ketentuan dalam RUU ini. Jika itu yang
terjadi, dominasi opini publik dari media konglomerasi tidak terhindarkan lagi.
Dan itu berarti kebijakan publik yang akan dibuat pemerintah pun akan berpihak
pada kepentingan para konglomerat media itu.
Masih ada sedikit waktu bagi pemerintah untuk
meninjau ulang RUU Konvergensi Telematika ini. Tidak ada salahnya bila waktu
yang tersisa ini digunakan pemerintah untuk lebih mendengar dan memperhatikan
kepentingan publik secara lebih luas, bukan hanya kepentingan industri
multimedia. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar