Prospek Perbankan Syariah
Hamli Syaifullah, Mahasiswa Perbankan Syariah, Fakultas
Agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ)
Agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ)
SUMBER
: SUARA KARYA, 26 April 2012
Perbankan syariah merupakan salah satu jawaban atas ke gelisahan
masyarakat muslim di Indonesia atas adanya transaksi perbankan (bank
konvensional) yang mengandung riba, maysir, dan gharar. Perbankan syariah
adalah perbankan alternatif bagi masyarakat muslim di Indonesia yang insya
Allah kehalalannya telah melalui tes dan ujian. Di mana segala transaksi telah
diproses dan diuji oleh Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia
(DSN-MUI). Sehingga, umat Islam tidak perlu lagi merasa was-was dan
mempertanyakan kehalalan transaksi dan produk yang ada di dalamnya.
Selain dari aspek syariah, perbankan syariah juga telah teruji
kehebatannya melalui kekebalannya melewati krisis moneter 1998. Di mana, pada
saat itu bank muamalat sebagai pemain tunggal perbankan syariah telah
membuktikan bahwa sistem ekonomi Islam (ekonomi robbani) merupakan sistem yang sangat cocok untuk diterapkan di era
ekonomi-politik yang semakin tidak menentu.
Dengan adanya bukti yang sangat signifikan terhadap ketahanan
krisis perekonomian yang terjadi, negara-negara Barat pun sekarang mulai
gencar-gencarnya melirik perbankan syariah. Bahkan, disinyalir perkembangan
perbankan syariah secara global mencapai 15-20 persen. Diperkirakan tahun 2012
akan mencapai 1.600 miliar dolar AS dengan total revenue 120 miliar dolar AS.
Walaupun perbankan syariah sebagai pemain baru di dunia perbankan,
baik secara lokal ataupun dunia, tetapi peranannya sudah terbukti terhadap
ketahanan ekonomi di dunia. Mengapa bisa demikian, karena perbankan syariah
tidak menganut sistem bunga. Bunga itu sebenarnya merupakan penyakit ekonomi
yang menjalar di sendi-sendi perekonomian, tetapi tidak dirasakan oleh
orang-orang yang menggunakannya. Sama seperti sebatang rokok yang bisa
memberikan kenikmatan secara lahir, namun secara batin penyakit masuk di setiap
organ tubuh. Seperti inilah perumpamaan yang bisa diberikan kepada para
penikmat bunga di bank konvensional.
Tanpa Riba
Tataran nasional, perkembangan-perkembangan sangat signifikan.
Apalagi, setelah adanya regulasi yang jelas dan nyata pasca UU No 10 Tahun
1998, dua bank umum dan tujuh unit syariah beroperasi dengan lebih seratus outlet yang tersebar di seluruh
Indonesia telah menjadikan Indonesia sebagai The Biggest and the Fastest Growing Islamic Banking Market in the World.
(Majalah Modal, edisi 11/2003)
Dari sisi pangsa pasar, Indonesia merupakan pasar yang sangat
produktif bagi perkembangan perbankan syariah. Mayoritas penduduk muslim
merupakan pasar yang sangat prospektif dan terlihat nasabah bank konvensional
pun mulai mengalir ke bank syariah. Bukan berpandangan sempit keagamaan untuk mencari
keuntungan, masyarakat diajak kembali ke jalan tanpa riba, dari selama ini yang
bergelimang dengan riba.
Meski demikian, sebagai pendatang baru, perbankan syariah harus
tetap mawas diri terhadap rival lamanya, bank konvensional yang tidak akan berdiam
diri menyaksikan perkembangan luar biasa perbankan syariah, akhir-akhir ini.
Bagaikan jamur yang tumbuh di musim penghujan, keberadaan bank-bank syariah
diharapkan bisa tetap eksis di bumi Pertiwi ini. Dengan demikian, perbankan
syariah duharapkan akan bisa menyelamatkan perekonomian orang-orang kecil.
Memang, fitrah perbankan syariah adalah menyelamatkan masyarakat menengah ke
bawah.
Hanya saja, ada kekurangannya. Salah satunya adalah dalam hal
pemasaran perbankan syariah terutama kepada masyarakat muslim di Indonesia.
Miss communication seringkali terjadi. Dhus, tentu diperlukan pendekatan
persuasif kepada umat Islam seperti menggunakan personal selling, sales promotion, advertising, publication.
Mengelaborasi keempat teknik tersebut, sangat tepat sekali untuk
memperkenalkan produk perbankan syariah kepada umat Islam di Indonesia.
Penekannya bisa pada personal selling
guna lebih meyakinkan antusias calon nasabah agar mereka lebih prospek
perbankan syariah di masa mendatang.
Sedangkan dengan adanya pull
strategy (strategi dorong) pada perbankan syariah akan menjadi alternatif
yang sangat strategis untuk memicu masa pertumbuhan mendekati masa kedewasaan.
Selain itu, dengan lebih condong pada personal
selling, cost and benefit product bisa dicapai oleh perbankan syariah yang
lebih mengarah kepada efisiensi.
Selain itu, perlu diadakan pendekatan dan kerja sama dengan
beberapa pihak terkait. Demi meyakinkan dan mendongkrak citra produk dalam
pandangan calon nasabah. Pihak-pihak tersebut antara lain, cendekiawan (intellectuals), bisnis (bussiness), dan pemerintah (government) yang kemudian disebut
sebagai sistem triple helix.
Kata cendekiawan, di sini lebih condong diartikan sebagai ulama
ahli fiqih dan keuangan Islam. Mereka terkumpul dalam DSN-MUI. Mereka menjadi
acuan masyarakat muslim di Indonesia untuk mengetahui suatu produk muamalah dan
keuangan syariah, apakah halal atau haram?
Jadi, sangat tepat apabila para pelaku bisnis di bidang perbankan
mendekati kaum ulama untuk didorong dan didanai melakukan pengkajian dan
penelitian, demi mengembangkan terobosan produk perbankan sesuai syariat Islam.
Sekaligus, sebagai sarana dakwah bahwa produk perbankan syariah itu halal.
Dakwahnya itu, bisa melalui ceramah keagamaan, media tulisan
ataupun yang lainnya. Sedangkan pemerintah berfungsi sebagai pemberi naungan,
khususnya di bidang regulasi agar keberadaan bank-bank berbasis syariah
benar-benar dijamin legalitasnya. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar