Sabtu, 07 April 2012

Kontrak Politik v Politik Dagang Sapi

Kontrak Politik v Politik Dagang Sapi
Hamy Wahyunianto, Ketua Umum DPW PKS Jatim
SUMBER : JAWA POS, 07 April 2012



POLITIK koalisi PKS kembali mendapat sorotan dari publik. Salah satu sorotan politik yang ditujukan kepada PKS terkait dengan masalah koalisi politik PKS dengan pemerintahan SBY yang dinilai sebagian orang ambigu. Ambiguitas politik PKS itu terlihat, salah satunya, pada kasus rencana pemerintah SBY menaikkan harga BBM, di mana PKS secara tegas menolak kebijakan kenaikan harga BBM tersebut.

Sikap tegas menolak rencana kenaikan harga BBM bersubsidi telah disampaikan presiden partai dalam pidato pembukaan dan penutupan mukernas yang dilaksanakan di Medan pada 27 dan 29 Maret 2012. Dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 30 Maret 2012, Fraksi PKS sebagai representasi partai juga telah menyatakan dan menunjukkan sikap tegas menolak rencana kenaikan harga BBM bersubsidi. PKS menolak rencana kenaikan harga BBM bersubsidi berdasar hasil pengkajian dan pertimbangan dampak fiskal, ekonomi, serta sosial-politik yang matang dan mendalam.

Lebih lanjut, sebagian orang mengatakan bahwa sikap politik PKS yang bermain "dua kaki" akan merugikan PKS sendiri. PKS, misalnya, dinilai mau seenaknya sendiri, "mau duduk di pemerintahan, tapi tetap mengkritik, bahkan bersikap oposisi!" Kritik dan persepsi "miring" sebagian orang sah-sah saja di alam demokrasi. Namun demikian, kita perlu memberikan ruang diskusi yang lebih intelektual berbasis ilmiah, bukan politis. Benarkah PKS melakukan praktik politik "dua kaki" atau justru itu menunjukkan konsistensi sikap politik PKS yang selalu mengedepankan kepentingan rakyat?

Pada munas I di Jakarta 2005, dalam sidang Musyawarah Majelis Syura (MMS) PKS tersebut, salah satu keputusan MMS yang terkait dengan posisi politiknya terhadap pemerintahan SBY-Kalla adalah PKS akan menjadi "mitra kritis-konstruktif". Kebijakan politik koalisi PKS "kritis-konstruktif" itu berlanjut pada pemerintahan SBY-Boediono.

Koalisi "Buka Mata"

Jika kita cermati dan kritisi betul sejarah salah satu keputusan MMS PKS tersebut dan kontrak politik dengan SBY, ternyata koalisi politik PKS dengan pemerintahan SBY bukanlah koalisi buta tanpa koreksi dan evaluasi. Praktik koalisi politik yang telah dan akan dibangun dengan pemerintahan SBY itu adalah politik koalisi agenda atau program yang prorakyat. Itu adalah komitmen politik yang sejak awal diusung dan dibangun PKS pada sebelum dan awal pemerintahan baru SBY melalui kontrak politik. Selama pemerintahan SBY memberikan kemaslahatan bagi rakyat Indonesia melalui program-program dan agenda-agenda perubahan serta perbaikan kondisi bangsa dan masyarakat, koalisi akan tetap terjalin dan berlanjut.

Kontrak politik didasarkan pada program dan agenda kerakyatan, bukan politik transaksional-pragmatis alias "politik dagang sapi". Kontrak semacam itu akan lebih memberikan pelajaran dan pendidikan politik bagi masyarakat, yakni adanya mekanisme koreksi dan evaluasi terhadap berbagai program/agenda politik yang dikontrakpolitikkan PKS dengan SBY. Jika kebijakan politik dan program SBY tidak sejalan atau bertentangan dengan kepentingan rakyat, PKS akan memilih bersama dengan rakyat, apa pun risiko politiknya. Walaupun, sejarah mencatat bahwa PKS mempunyai andil besar terhadap terpilihnya SBY sebagai presiden.

Pendek kata, koalisi PKS sebenarnya bukan hanya dengan pemerintah SBY secara politis, tapi lebih dari itu, yakni dengan program atau agenda-agenda perubahan dan perbaikan kondisi masyarakat, salah satunya adalah pemberantasan korupsi. Sikap politik PKS yang mendukung pengusutan kasus Bank Century dan hak angket mafia pajak, misalnya, muncul dalam rangka mengimplementasikan agenda pemberantasan korupsi dan pembentukan good and clean government. Konsistensi politik PKS juga terlihat pada penolakan kebijakan kenaikan harga BBM. Jika ada kebijakan pemerintah dan koalisi yang tidak berpihak kepada kepentingan rakyat, PKS akan lebih memilih bersama rakyat. Bagi PKS, kepentingan rakyat berada di atas kepentingan politik pemerintah atau koalisi.

Sekalipun sikap politik PKS di atas berbeda dengan sikap politik pemerintah dan anggota koalisi, PKS berani menanggung semua risiko politik yang akan terjadi. Itulah bedanya koalisi politik PKS dengan parpol lain, yang cenderung koalisi buta tanpa koreksi, apalagi evaluasi. Penjelasan "kritis-konstruktif" itu kemudian dituangkan dalam bentuk koalisi agenda atau program. Artinya, bukan koalisi buta atau taklid, melainkan koalisi buka mata lebar-lebar, yakni mengkritisi setiap kebijakan pemerintah yang tidak prorakyat dengan diikuti pemberian solusi yang konstruktif bagi perbaikan bangsa dan masyarakat Indonesia.

Politik koalisi "buta" selama ini memang dikenal dalam politik kekuasaan yang lebih berorientasi pada pemanfaatan akses-akses ekonomi serta kepentingan politik jangka pendek dan pragmatis. Jika modelnya demikian, itu bukan mazhab politik koalisi yang dianut PKS. Dan waktulah yang akan menjawab parpol mana yang benar-benar berkoalisi untuk kepentingan rakyat dan yang berkoalisi untuk kepentingan politik sesaat atau pragmatis. Biarlah rakyat yang akan menilainya. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar