Senin, 09 April 2012

Divestasi Saham Asing


Divestasi Saham Asing
Mutamimah, dosen Fakultas Ekonomi, Ketua Program Magister Manajemen Unissula
SUMBER : SUARA MERDEKA, 09 April 2012



DI tengah hiruk-pikuk rencana kenaikan harga BBM yang akhirnya menuai kemarahan masyarakat sekaligus kebingungan dan ketidakpastian pasar atau lambannya penanganan kasus korupsi, kita masih dihadapkan dengan permasalahan lain, yaitu banyaknya aset strategis yang kepemilikannya didominasi asing yang makin menuai konflik, seperti  kerusakan lingkungan, limbah, serta konflik ekonomi dan sosial yang merugikan masyarakat.

Perusahaan-perusahaan di Indonesia, baik perusahaan asing maupun domestik sebagian besar telah beroperasi secara enclave, dan melahirkan apa yang dalam perspektif Booke disebut sebagai dual society, yakni tumbuhnya dua karakter ekonomi dalam satu wilayah yang paradoks.

Konsekuensi kepemilikan asing yang dominan ini antara lain kendali aset-aset strategis ada di pihak asing, ke-tergantungan kita terhadap pihak asing sangat tinggi, sering terdapat perlakuan diskriminatif dari manajemen asing, bahkan mereka punya kekuatan dalam menguasai perekonomian kita. Indonesia sebenarnya kaya akan sumber daya alam, namun posisi tawar di hadapan negara-negara asing tetap saja lemah.

Beberapa data menunjukkan bahwa Freeport-McMoran Copper & Gold Corp dari Amerika Serikat menguasai 81,28%  produksi emas di Papua; Banpu Public Company Ltd, perusahaan pertambangan batu bara Thailand menguasai 73,22% saham tersebar di 5 dari 8 daerah tambang di Kalimantan.

Di sektor tembaga, Newmont Mining Corp perusahaan Amerika menguasai 80% saham.

Kepemilikan asing yang bersifat mayoritas atas aset-aset strategis tersebut secara umum memicu berbagai permasalahan klasik, antara lain kerusakan lingkungan, konflik ekonomi dan sosial dengan masyarakat sekitar, dan sebagainya.

Fenomena ini menggugah pemerintah mengambil langkah untuk menyelamatkan aset-aset strategis tersebut, melalui divestasi saham asing. Akankah langkah itu memberikan kemakmuran lebih luas kepada masyararat Indonesia atau sebaliknya? Konsekuensi apa yang harus disiapkan agar divestasi itu sukses?

Berita Bagus


Pemerintah telah merespons permasalahan pertambangan, batu bara dan mineral dengan mengeluarkan peraturan tentang kewajiban divestasi saham. Upaya itu merupakan berita bagus, dan diharapkan Indonesia dapat mengoptimalkan pengelolaan aset-aset strategis dan memperluas lapangan kerja sehingga dapat meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Divestasi saham merupakan pengalihan atau penjualan saham-saham yang dulu dimiliki pihak asing, diwajibkan menyerahkan kepemilikannya kepada Indonesia dengan porsi minimal 51%.

Peraturan divestasi tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2012 yang merupakan Perubahan atas PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang saat itu hanya mewajibkan divestasi sebesar 20%.

Divestasi saham tersebut merupakan berita menggembirakan dan menjadi peluang serta angin segar bagi tumbuhnya perekonomian Indonesia, sekalius mendorong kesejahteraan masyarakat.

Namun ada beberapa hal yang harus dilakukan  dalam divestasi saham perusahaan asing, baik dalam pertambangan, energi, batu bara, dan mineral.

Divestasi saham sebaiknya dilakukan secara fair dan transparan. Dikhawatirkan jika dicampuri kepentingan politik, divestasi saham tidak memberikan manfaat bagi kepentingan masyarakat.

Sangat mungkin terjadi kepemilikan semu atau silent ownership, artinya nama pemiliknya Indonesia tetapi pemilik riilnya orang asing.

Perlu menyiapkan SDM yang cerdas, kreatif, serta kompeten dalam pengelolaan pertambangan, mineral, energi, dan batu bara.

Para ahli dalam bidang pertambangan, mineral, dan energi tentu yang berakhlak mulia saatnya dibukakan keran untuk mengoptimalkan potensi andal yang mereka miliki sehingga bisa memberikan kontribusi demi keselamatan aset strategis bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar