Senin, 09 April 2012

Bangkit Melawan Korupsi


Bangkit Melawan Korupsi
Tom Saptaatmaja, Alumnus STFT Widya Sasana Malang dan Seminari St Vincent de Paul
SUMBER : SINAR HARAPAN, 09 April 2012



Itulah tema Paskah 2012 dari PGI KWI, yang tentu saja perlu didukung segenap umat kristiani di negeri ini. Paskah merupakan perayaan kemenangan, setelah Yesus bangkit dan mengalahkan kematian.

Dengan meneladani penderitaan Kristus, umat kristinai sudah sepatutnya menyalibkan ego, mematikan keakuan sehingga juga beroleh rahmat kebangkitan-Nya serta mampu menjadi inspirasi bagi Indonesia, khususnya agar bisa menang melawan korupsi.

Seperti kita ketahui, masalah tindak pidana korupsi sesungguhnya merupakan masalah paling besar dan mendesak untuk dituntaskan oleh bangsa ini. Bila tidak, upaya kita untuk meraih kemajuan dan menjadi bangsa yang disegani, hanya akan jadi sekadar angan-angan.

Yang tidak habis kita mengerti, mengapa tindak pidana korupsi justru terjadi di negeri yang mengklaim sebagai negeri dengan mayoritas warganya beragama? Perintah Tuhan untuk tidak mencuri, mengambil milik orang lain atau korupsi, yang ada dalam Kitab Suci tampaknya tak mempan lagi. Buktinya, ada regenerasi korupsi sehingga para koruptor baru seperti dari kalangan PNS muda justru terus muncul.

Konyolnya lagi, berbagai institusi hukum seperti polisi, kejaksaan, kehakiman justru tampak mandul ketika menghadapi tindak pidana satu ini. Harapan rakyat untuk pemberantasan kini ada pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pimpinan kolegial KPK yang belum lama ini terpilih dan dikomandani Abraham Samad, sungguh diharapkan akan memenuhi ekspektasi publik yang sudah muak pada praktik tak terpuji ini.

Menurut Baharuddin Lopa (Baharuddin Lopa & Moh Yamin, 1987: 6), pengertian umum tentang tindak pidana korupsi adalah suatu tindak pidana yang berhubungan dengan perbuatan penyuapan dan manipulasi serta perbuatan-perbuatan lain yang merugikan atau dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara, merugikan kesejahteraan dan kepentingan rakyat.

Undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi (UU 31/1999), memberi pengertian tentang tindak pidana korupsi adalah “perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” atau “perbuatan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain serta dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”.

Terkait korupsi, budayawan Emha Ainun Najib pernah mengungkapkan, bangsa ini begitu ahli menghancurkan dirinya sendiri lewat korupsi. Bayangkan, lewat simbol-simbol agama yang semarak di luar, semarak pula korupsi di semua lini kehidupan. Publik pun bertanya, sejauh mana sebenarnya kaitan antara agama dan korupsi? Lalu, apa peran agama dan regulasi kita dalam hal ini?

Menjawab pertanyaan-pertanyaan itu memang tak mudah. Boleh jadi ada kegagalan agama dalam hal ini. Para koruptor juga tampak lihai dalam melakukan pemutihan atau pencucian dosa. Uang hasil korupsi dipakai untuk mendirikan tempat ibadah, menyantuni anak yatim, dan lain-lain. Seolah semua tindakan korupsi lalu diampuni oleh Tuhan.

Kemunafikan

Memang bila merenungkan praktik korupsi yang tetap marak, kita layak mengelus dada, apalagi aparat penegak hukum justru menjadi bagian dari permasalahan ini. Simak saja, keberadaan pengadilan tipikor di daerah juga tak membawa perubahan signifikan. Padahal, kerugian negara akibat korupsi tidaklah kecil.

Fenomena korupsi memang bisa membuat kita apatis. Ada benarnya tudingan budayawan dan wartawan senior Mochtar Lubis (almarhum), betapa munafiknya bangsa ini.

Ada banyak contoh kemunafikan. Simak, apa yang dilakukan oleh tersangka Jaksa Cirus Sinaga, yang ketika menuntut Antasari begitu berapi-api, tapi ternyata dia ikut bermain dalam kejahatan pajak (kasus Gayus) yang merugikan negara.

Persoalan korupsi makin menusuk nurani manakala dikaitkan dengan praktik keagamaan. Memang pelaksanaan ritual keagamaan idealnya harus membuahkan perilaku yang terpuji, bukan perilaku tidak terpuji seperti korupsi.

Sayangnya ritual keagamaan yang terjadi tidak menghasilkan buah perubahan hidup secara konkret. Banyak yang melakukannya hanya untuk mencari pujian dari orang lain sehingga citranya terdongkrak.

Kalau ini direnungkan, sesungguhnya kita akan malu manakala tetap rutin beribadah, tapi juga tetap terus korupsi. Kita tidak bisa berpura-pura, apalagi di hadapan Tuhan yang sudah pasti amat membenci kepura-puraan. Segala topeng yang coba kita pasang tidak akan bisa menutupi segala perilaku yang tak terpuji.

Korupsi jelas tak terpuji, bahkan jahat. Korupsi sesungguhnya sangat menyakiti dan menganiaya banyak pihak, khususnya kaum miskin. Dengan uang negara yang terus dirampok dan masuk kantong pribadi, kesempatan menjadi hilang bagi anak-anak miskin yang menderita gizi buruk untuk mendapatkan asupan gizi cukup.

Banyak anak miskin tidak bisa masuk ke perguruan tinggi yang biayanya kian mahal. Infrastruktur hancur atau tidak dibangun karena anggaran pembangunannya sudah disunat atau dibelikan material yang murah. Ada rangkaian dampak buruk dari tindakan para koruptor sehingga para koruptor sebenarnya harus dihukum seberat-beratnya.

Sistem Peringatan Dini

Namun, bila kita mengaitkan agama dan korupsi, jangan pernah lupa bahwa semua agama jelas membenci korupsi. Yang penting lagi, tulisan ini juga tidak berpretensi menomorsatukan pendekatan agama, lalu menggeser peran hukum positif (regulasi kita). Bagaimanapun, agama dan hukum punya peran berbeda, tapi dengan tujuan sama.

Agama berperan di „hulu“, sedang „hukum“ di hilir. Jelasnya agama lebih berperan sebagai sistem peringatan dini agar orang jangan korupsi. Ada agama, ada Kitab Suci yang penuh ajaran mulia.

Meski terkesan ada kegagalan agama, tetap harus ada yang berani menyuarakan agama membenci korupsi, sebagaimana diambil PGI dan KWI pada Paskah kali ini. Agama harus dihayati agar tidak korup. Agama juga bukan untuk pemanis tampilan, tetapi di dalam hati keropos dan korupsi tetap dilakukan. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar