Antiklimaks
Revolusi Suriah
Zuhairi Misrawi, Analis
Pemikiran dan Politik Timur Tengah
SUMBER : KOMPAS, 17 April 2012
Musim semi Arab yang melanda Suriah mempunyai
kompleksitas persoalan tersendiri. Berbeda dibandingkan revolusi di Tunisia,
Mesir, Libya, dan Yaman. Setelah lebih dari setahun rakyat berjuang menjatuhkan
rezim totaliter Bashar al-Assad, sampai saat ini posisi rezim masih relatif
kuat.
Fakta tersebut tidak bisa disembunyikan karena
dalam beberapa sidang PBB yang secara khusus membincangkan masalah Suriah,
Rusia dan China selalu menggunakan hak veto untuk menolak intervensi asing
dalam menyelesaikan krisis politik di Suriah. Beberapa kali skenario Libya
diusulkan oleh Liga Arab dan negara-negara Barat untuk mengakhiri kekejaman
rezim Al-Assad, tetapi langkah tersebut selalu kandas di tengah jalan.
Selama revolusi berlangsung, setidaknya
10.000 orang tewas dalam serangan militer yang dilancarkan rezim Al-Assad.
Ironisnya, hingga detik ini minus solusi yang mujarab.
Menurut Ahmad Agag dalam Suriyyah bayn
Hisabat al-Siyasah wa Manthiq al-Tsawrah, setidaknya ada lima hal yang
menjadikan rezim Al-Assad masih bisa bernapas hingga saat ini. Pertama, rezim
Al-Assad dalam beberapa dekade terakhir menjadi aktor penting dalam politik
global, khususnya terkait dengan stabilitas politik di Israel. Meskipun bahasa
politik yang digunakan Suriah relatif keras terhadap Israel, selama ini tidak
terjadi konflik politik yang serius dengan Israel. Dalam hal ini, Israel merasa
nyaman dengan rezim Al-Assad.
Kedua, Suriah belajar dari negara-negara Arab
yang terlebih dahulu disapu angin revolusi. Negara-negara tersebut sedang
menghadapi masalah internal yang cukup serius, terutama soal stabilitas
sosial-politik dan krisis ekonomi pascarevolusi. Revolusi telah menghasilkan
tampilnya kekuatan islamis yang notabene musuh bebuyutan bagi Barat.
Ketiga, friksi dan polarisasi di dalam tubuh
Dewan Nasional Suriah yang notabene sebagai kekuatan oposisi. Tidak seperti
kalangan oposisi di Libya dan Yaman yang relatif di bawah satu komando, oposisi
Suriah terpecah dalam beberapa kekuatan. Misalnya, dalam soal intervensi
militer asing, kalangan oposisi tidak dalam satu barisan. Di antara mereka
masih ada yang menolak intervensi militer asing.
Keempat, masalah nuklir Iran. Negara-negara
Barat dihadapkan pada desakan Israel yang menginginkan serangan militer ke Iran
karena proliferasi nuklir merupakan ancaman serius bagi mereka. Jika pilihan
menyerang Iran didahulukan, masalah Suriah akan terbengkalai. Sebaliknya, jika
masalah Suriah dioptimalkan, desakan politik terhadap Iran akan berkurang.
Kelima, absennya dukungan publik Rusia dan
China terhadap masalah Suriah. Fakta ini berbeda dengan dukungan publik
internasional terhadap Libya dan Yaman. Rusia dan China notabene berpihak
kepada rezim Al-Assad.
Proposal
Annan
Beberapa penjelasan tersebut menggambarkan
bahwa revolusi yang berlangsung di Suriah relatif berbeda dengan revolusi di
Tunisia, Mesir, Libya, dan Yaman yang telah berhasil menumbangkan rezim
otoriter. Pengalaman revolusi di Suriah membuktikan, faktor eksternal dapat
menjadi salah satu faktor determinan dalam memuluskan misi revolusi.
Meskipun demikian, negara-negara Barat tidak
kehilangan akal untuk memberikan dukungan terhadap kalangan oposisi. Melalui
PBB, negara-negara Barat mengutus Kofi Annan untuk mencapai kesepakatan dengan
Bashar al-Assad, terutama dalam rangka mengakhiri krisis kemanusiaan akibat
perang antara pasukan Al-Assad dan oposisi.
Setidaknya ada enam hal yang telah disepakati
oleh Annan-Bashar al-Assad. Pertama, gencatan senjata antara militer Al-Assad
dan oposisi, terutama di kawasan yang paling krusial, seperti Homs, Idlib, dan
Hama.
Kedua, kerja sama dengan delegasi PBB dalam
rangka memediasi perbincangan antara pihak Al-Assad dan kalangan posisi,
terutama dalam rangka menampung aspirasi mereka. Selama revolusi berlangsung,
hampir tidak ada perbincangan di antara kalangan oposisi dengan pihak rezim
Al-Assad.
Ketiga, distribusi bantuan kemanusiaan di
daerah-daerah yang selama ini dikepung tentara Al-Assad. Langkah ini perlu
dilakukan segera karena selama revolusi wilayah yang dikepung tentara Al-Assad
tak mendapat bantuan kemanusiaan. Bahkan, tentara rezim Al-Assad dikabarkan
menyerang sejumlah rumah sakit dan memutus aliran listrik sehingga wilayah yang
menjadi oposan benar-benar menderita.
Keempat, pembebasan tahanan politik, terutama
mereka yang melakukan demonstrasi damai. Hal ini dapat menjadi semacam pintu
masuk untuk memulai perbincangan di antara kedua belah pihak, terutama dalam
rangka mencari solusi politik.
Kelima, jaminan agar wartawan mempunyai
kebebasan dalam meliput mengingat sejak revolusi berlangsung setahun lalu,
wartawan tidak diperbolehkan oleh rezim Al-Assad untuk meliput peristiwa
politik yang paling mengenaskan itu. Stasiun televisi Aljazeera merupakan
satu-satunya media yang kerap melaporkan kejadian di Suriah melalui Youtube dan
Skype yang dilaporkan langsung oleh pihak oposisi.
Keenam, memberikan kebebasan bagi semua pihak
untuk melakukan demonstrasi damai dan memberikan kebebasan kepada pihak oposisi
untuk menyampaikan aspirasi dan pendapat sebagaimana dilindungi
perundang-undangan. Kedua belah pihak sejatinya dapat mengakhiri solusi
militeristik dalam menyelesaikan krisis politik.
Dua Alternatif
Beberapa proposal Anan tersebut sejauh ini
merupakan solusi yang dapat memuaskan kedua pihak. Solusi militer sudah
terbukti menimbulkan masalah serius, baik saat revolusi berlangsung maupun
setelah rezim tumbang. Pengalaman revolusi di Libya yang melibatkan tentara
telah menimbulkan goncangan sosial-politik yang sangat serius pascarevolusi.
Setelah militer asing hengkang, Libya berada dalam situasi keamanan yang tidak
menentu, bahkan rapuh.
Alternatifnya, Suriah dapat melirik kembali model
revolusi Tunisia dan Mesir yang menggunakan demonstrasi damai dalam
menyampaikan aspirasi mereka. Jatuh tidaknya rezim Al-Assad sepenuhnya
ditentukan warganya sendiri, bukan kekuatan militer. Tentu saja setelah
mendapatkan jaminan keamanan dari tentara PBB. Akan lebih elok jika PBB mampu
merayu Al-Assad untuk meletakkan jabatan sebagaimana solusi Yaman sembari
memberikan jalan kepada Dewan Nasional Suriah mengemban peta baru pemerintahan
demokratis pasca-Al-Assad.
Namun, sepertinya dua alternatif terakhir
masih jauh panggang dari api. Pasalnya, Iran, Rusia, dan China masih bersikukuh
mendukung rezim Bashar al-Assad. Ahmadinejad menyatakan kepada Annan, pihaknya
masih percaya terhadap rezim Al-Assad. Sementara Rusia dan China menjadikan
proposal Annan sebagai jalan membangun kembali kepercayaan bagi Bashar al-Assad
setelah dalam beberapa bulan terakhir mendapatkan desakan dari negara-negara
Liga Arab dan Barat. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar