Kamis, 19 April 2012

Aksi Massa 1998 dan 2012


Aksi Massa 1998 dan 2012
Hermawan Sulistyo, Profesor Riset LIPI
SUMBER : KOMPAS, 19 April 2012



Saat terjadi aksi-aksi massa menentang rencana kenaikan harga BBM pada akhir Maret lalu, banyak orang yang percaya bahwa akan terjadi eskalasi di lapangan mirip situasi Mei 1998.

Sebagian kalangan oposisi bahkan percaya bahwa eskalasi akan memuncak pada pemakzulan Presiden SBY. Terlebih lagi jika timbul korban tewas akibat penanganan polisi, sudah tentu akan muncul martir dan itu akan memicu kerusuhan. Namun, eskalasi seperti itu tak terjadi.

Dari laporan media massa, tercatat terjadi 95 demonstrasi dari 14 Maret sampai 30 Maret. Jika ditambah dengan demonstrasi yang tak diberitakan, bisa jadi telah berlangsung lebih dari 100 aksi. Setelah 31 Maret dini hari, hampir tak ada protes kenaikan harga BBM yang signifikan dilaporkan media.

Menariknya, skala demonstrasi itu kecil-kecil. Umumnya puluhan hingga ratusan demonstran yang sebagian besar mahasiswa. Tetap di bawah 5.000 orang. Puncak jumlah demonstran terjadi di Medan pada 28 Maret: blokade bandara disulut lebih dari 10.000 demonstran.

Di Kota Kabupaten

Dari aspek lokasi, demonstrasi BBM 2012 sangat intens di daerah. Kurang gereget di Jakarta. Tak pernah sebelumnya demonstrasi justru marak di lebih dari 80 kota kabupaten yang jarang atau terdengar dalam peta aktivisme mahasiswa. Sebutlah Selong di Lombok Timur, Bungo di Jambi, Ngawi di Jawa Timur, Bau-bau dan Toli-toli di Sulawesi, dan masih banyak lagi.

Sebaliknya, demonstrasi 1998 berlangsung masif di Jakarta dan kota-kota besar, terutama Yogyakarta, Makassar, dan Surabaya. Fokus di kota besar—khususnya Jakarta—menyebabkan tekanan politik yang jauh lebih besar bagi rezim kekuasaan.

Pada demonstrasi BBM 2012, Jakarta relatif aman. Pada dua kali puncak demonstrasi, 28 dan 30 Maret, hanya tersua sekitar 5.000 demonstran. Itu pun terpecah di dua titik: di depan DPR dan Istana.

Untuk kelas metropolitan, demonstrasi menjadi ”lampu kuning” jika diikuti lebih dari 100.000 demonstran dan ”lampu merah” jika lebih dari 500.000 demonstran. Bandingkan dengan rangkaian demonstrasi di Jakarta pada 1998 yang setiap hari diikuti lebih dari 100.000 demonstran selama hampir sebulan.

Salah satu faktor penyebab sebaran demonstrasi BBM 2012: daerah lebih menderita akibat kenaikan harga-harga sehingga reaksi lebih meluas. Ketahanan sosial-ekonomi juga tidak sama antardaerah: masyarakat yang konsumsi premiumnya rendah lebih tahan terhadap tekanan inflasi dan sebaliknya.

Selain itu, rencana kenaikan harga hanya menyangkut Premi- um karena Pertamax sudah sesuai dengan harga pasar. Untuk Premium pun, subsidi masih diberlakukan bagi pengangkut umum. Akibatnya, hanya sebagian golongan masyarakat konsumen Premium yang marah. Karena itu, para sopir angkot tidak mau ikut demonstrasi, bahkan mengecam mahasiswa karena mereka kehilangan penumpang. Buruh juga sulit diajak jika isunya di luar tuntutan normatif (upah, cuti, dan lain-lain).

Demonstrasi BBM mengalami eskalasi yang relatif cepat, hanya dalam waktu sekitar dua minggu. Namun, ketahanan demonstran tidak cukup tinggi, yang tampak dari selang-seling waktu: sehari aksi, besoknya ”istirahat”. Sebabnya, antara lain, ketahanan sosial-ekonomi setempat di lingkungan demonstran tidak sama. Pasca-penundaan kenaikan harga BBM oleh DPR, ”napas” demonstran tampak habis.

”Napas panjang” demonstrasi hanya dimungkinkan jika ada buhul bersama, common denominator, seperti ideologi atau kebencian massal. Pada 1998 Soeharto adalah buhul bersama yang menjadi sasaran kemarahan dan kebencian rakyat.

Pada demonstrasi BBM 2012, memang banyak kalangan yang tak suka dengan gaya kepemimpinan SBY. Namun, ketidaksukaan itu belum membuncah menjadi kemarahan atau bahkan kebencian.

Meski banyak pihak menganggap penanganan polisi terhadap demonstrasi BBM 2012 eksesif atau berlebihan dibandingkan penanganan demo Mei 1998, kali ini demonstrasi jauh lebih terukur. Parameternya: intensitas anarkistis lebih rendah dan demonstrasi lebih menyebar, kerusakan sarana prasarana publik minimal, serta tidak ada korban nyawa di seluruh Indonesia.

Korban nyawa dapat menjadi pemicu bagi kerusuhan yang lebih luas. Pada Mei 1998 ada martir, pada demonstrasi BBM 2012 tidak ada martir. Faktor-faktor ini menjelaskan mengapa demonstrasi BBM 2012 berintensitas lebih rendah dibandingkan dengan 1998. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar