Rabu, 18 April 2012

ASEAN Connectivity


ASEAN Connectivity
Hasjim Djalal, Pengamat Politik dan Hukum Laut
SUMBER : MEDIA INDONESIA, 18 April 2012



ASEAN Connectivity (Keterhubungan ASEAN) sebaiknya juga dilihat di antara negara-negara ASEAN serta ASEAN dengan dialogue partners dan kawasan-kawasan di sekitarnya. Khususnya Asia Selatan, Asia Tengah, Asia Timur, Pasifik, termasuk Pasifik Selatan, dan kawasan dunia lainnya seperti Eropa, Amerika, Afrika, dan Timur Tengah, terutama dengan BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) yang dewasa ini merupakan kekuatan-kekuatan ekonomi baru.

Di kalangan ASEAN sendiri, konektivitas di antara mereka memang sangat perlu ditingkatkan demi perkembangan ekonomi. Dengan demikian, itu juga diharapkan akan membawa kestabilan, keamanan, dan perkembangan positif serta konstruktif di kawasan ASEAN. Di samping itu, tentunya diharapkan pula, peranan ASEAN baik di bidang ekonomi maupun politik dan keamanan di Asia akan berkembang, khususnya di Asia Tenggara, Laut China Selatan, Pasifik Barat, dan Samudra Hindia.

Kawasan ASEAN terdiri dari ASEAN Continental (benua) dan ASEAN Kepulauan (lepas pantai). Walaupun ASEAN Continental juga mempunyai wilayah laut, atau klaim wilayah terhadap pulau-pulau dan kepulauan, yang lebih dominan ialah kawasan Continental kecuali barangkali Malaysia, kawasan Barat dan Timur memainkan peranan yang kira-kira bersamaan.

Kawasan ASEAN memang sangat beragam, baik wilayahnya maupun penduduknya ataupun budayanya dan tahap perkembangan ekonominya.
Dalam hubungan ini, Indonesia dapat memainkan peranan penting karena yang terbesar di ASEAN (baik wilayah, penduduk, ekonomi, maupun tingkat perkembangannya).

Di dalam konsep ASEAN yang telah disepakati, dibayangkan tiga jenis keterhubungan, yaitu fisik, institusional, dan antarrakyat. Mengenai konektivitas fisik, direncanakan antara lain peningkatan transportasi antara ASEAN Continental dan ASEAN Kepulauan, yang akan mencakup transportasi darat, laut, dan udara; konektivitas di bidang teknologi informasi dan komunikasi; dan energi (hydro-energy, oil & gas, barangkali juga ocean energy).

Saat ini, yang baru menjadi pemikiran utama kelihatannya perbaikan jaringan jalan raya dan kereta api di antara negara-negara kontinental ASEAN, serta pembangunan fasilitas infrastruktur pelabuhan dan pemanfaatan roll on/roll off shipping untuk jarak yang relatif pendek. Misalnya, antara Batam dan Singapura, antara Dumai/Pulau Rupat dan Malaka, atau antara Tawao dan Tarakan/Sebatik, serta Manado-Davao.

Dalam hal ini kiranya dapat dilihat, pembangunan jembatan-jembatan antarpulau di Indonesia serta antara Indonesia dan kawasan kontinental ASEAN juga perlu dipertimbangkan sebagai bagian dari usaha untuk meningkatkan konektivitas ASEAN. Misalnya, Indonesia sudah membangun jembatan antara Madura dan Surabaya (Suramadu) serta sedang mempersiapkan pembangunan jembatan Selat Sunda antara Jawa dan Sumatra yang menurut rencana akan dimulai pada 2014.

Dari Malaysia juga sudah ada pemikiran untuk membangun Jembatan Selat Malaka antara Malaka dan Sumatra melalui Pulau Rupat dan Dumai. Juga, telah mulai terdengar suara-suara untuk membangun terowongan antara Batam dan Singapura. Bukannya tidak mungkin di masa depan jaringan jalan raya antara Jawa dan Bali juga bisa diprogramkan antara Banyuwangi dan Gilimanuk.

Dengan demikian, rencana jaringan ASEAN konektivitas tersebut seyogianya bukan hanya dari Singapura ke Kunming (ASEAN Highway Network­ AHN dan railway link-SKRL) dari Singapura ke China, melainkan juga bisa memasukkan jaringan Jembatan Selat Sunda dan Jembatan Selat Malaka serta jaringan jalan kereta api dan jalan raya ke Asia Selatan, khususnya India melalui Myanmar dan Bangladesh. Sementara itu, jaringan transportasi laut antara kawasan kawasan pulau-pulau dan kepulauan serta antara ASEAN Kepulauan dan ASEAN Continental juga perlu diperkuat, seperti yang telah direncanakan melalui pembangunan dan pengembangan pelabuhan-pelabuhan serta roll on/roll off system.

Di samping peningkatan jaringan transportasi, khususnya jalan raya dan kereta api, ASEAN Connectivity juga berencana memperkecil digital divide di kalangan negara ASEAN serta mengatasi peningkatan kebutuhan-kebutuhan terhadap energi. Dalam konteks ini, kiranya prospek pengembangan renewable energy serta gas dan energi lainnya, termasuk solar (matahari), geotermal, dan ocean energy di kawasan-kawasan kepulauan ASEAN bisa dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut.

Para pemimpin ASEAN kelihatannya sudah mengembangkan berbagai strategi untuk konektivitas di bidang fisik ini, demikian juga dengan strategi di dalam pengembangan konektivitas secara institusional dan antarrakyat di antara negara-negara ASEAN. Malah berbagai proyek telah dikembangkan, termasuk proyek tentang Malaka-Pekanbaru inter-connection di bidang energi serta studi tentang roll on/roll off dan networking antara shipping lines dan inland waters transport system di negara-negara CLMV (Cambodia, Laos, Myanmar, dan Vietnam), dalam konteks komunikasi sungai me lalui Sungai Mekong, yang dapat mencakup Myanmar, Thailand, Laos, Kamboja, dan Vietnam dengan China.

Di bidang konektivitas institusional, ASEAN telah merencanakan liberalisasi dan fasilitasi perdagangan, investasi dan jasa, serta masalahmasalah yang berkaitan dengan prosedur lintas batas dan capacity building.

Barangkali di bidang institusi dan antara rakyat, pengembangan kerja sama antara lembaga-lembaga pendidikan, kebudayaan, pariwisata, penelitian/ research, interfaith dialogue, dan berbagai organisasi kemasyarakatan perlu lebih ditekankan.

Pengembangan konektivitas seperti itu, khususnya keter hubungan fisik, akan sangat memerlukan konektivitas eksternal antara ASEAN dan mitra bicaranya dan dengan kawasan-kawasan terdekat yang perlu dibina dan dikembangkan dari sekarang, bukan hanya dengan China (AHN dan SKRL), melainkan juga dengan Asia Selatan (terutama India), Asia Timur (terutama Jepang dan Korea), dan Pasifik Selatan (terutama Australia dan Selandia Baru).

Akhirnya, konektivitas di antara negara-negara ASEAN akan bisa terwujud lebih efektif andaikata: 1) konflik antara tetangga di kalangan negara-negara ASEAN dapat diselesaikan, khususnya konflik teritorial dan perbatasan; 2) pengaturan lintas batas dan kerja sama antarpenduduk perbatasan yang seringkali mempunyai hubungan budaya dan kekeluargaan akan sangat banyak membantu. Karena itu, 3) pengembangan mekanisme penyelesaian perselisihan di antara negara-negara ASEAN sebagaimana digariskan di dalam ASEAN Treaty of Amity and Cooperation (TAC) 1976 memang perlu dikembangkan dan dimanfaatkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar