Pukulan
Institusi Kepolisian
Abraham Fanggidae ; Widyaiswara
Utama Pusdiklat Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial
|
KORAN
JAKARTA, 04 September 2014
Institusi
Kepolisian Republik Indonesia yang sedang berbenah diri untuk melayani publik
lebih baik tentu amat terpukul atas penangkapan dua anggotanya yang diduga
terkait narkoba di Malaysia, beberapa hari lalu. Keduanya anggota Polda
Kalbar: AKBP Idha Endri Prastiono (IEP) dan Bripka MH Harahap dari Polsek
Entikong. Mereka ditangkap Polis Di Raja Malaysia di Kuching di sebuah hotel.
Dua insan itu juga diduga terlibat jaringan internasional.
Betapa
memalukan nama baik Polri karena saat penangkapan Malaysia tengah merayakan
Hari Kemerdekaan ke-57. Seharusnya dua anggota polisi tersebut menggunakan
logika atau akal sehat demi menjaga nama baik institusi Polri, juga negara
RI.
Impian
menjadi kaya raya dua penegak hukum tersebut menjadi malapetaka. Ini amat
disayangkan. Seperti kebanyakan polisi yang tersangkut pelanggaran hukum,
jika ditelaah, terbanyak terkait perburuan uang atau materi. Kasus lain
terkait wanita atau perselingkuhan.
Apalagi
IEP merupakan seorang perwira Polri yang seharusnya berwawasan luas,
khususnya pemahaman mengenai bahaya narkoba bagi generasi muda dan hukum
internasional. Pertanyaan lain, kedua polisi ini ke luar negeri dalam rangka
kedinasan atau justru meninggalkan tugas. Menjalankan tugas ke luar negeri,
menurut saya, tidak mungkin. Tidak mudah institusi Polri hanya menugaskan
seorang AKBP dengan seorang tamtama melakukan tugas kepolisian di luar
negeri. Kalaupun ada masalah terkait tugas Polri di Malaysia, tidak mungkin
AKBP IED yang bertugas di bagian perencanaan Polda Kalbar ditugaskan ke luar
negeri. AKBP IEP hendak mengambil data dan informasi apa untuk mendukung
perencanaan kegiatan Polda Kalbar?
Sangat
mungkin ini urusan pribadi dan tanpa izin. Jika demikian, mereka menyalahi
ketentuan formal kedinasan. Polri sangat ketat mengeluarkan izin pribadi/keluarga
untuk ke luar daerah, apalagi ke mancanegara.
Perjalanan
karier IEP pernah terlibat dalam kasus narkoba sehingga dimutasi ke Polda
Kalbar. Dia juga terlibat perselingkuhan. Pemimpin Polri amat berbaik hati
karena masih menugaskan seorang perwira yang sudah diketahui berkonduite
buruk.
Polri
harus cepat berbenah dengan mengimplementasi manajemen sumber daya manusia
(SDM) yang lebih baik. Ini tidak hanya demi melayani publik lebih baik,
tetapi terutama demi kepentingan internal. Jadi, Polri secara internal harus
lebih dulu baik, baru bisa masyarakat secara optimal. Maka, sulit diterima
janji Polri akan melindungi dan melayani terbaik masyarakat, andai oknum di
dalam belum bersih.
Institusi
Polri harus bisa menindak tegas setiap anggota tanpa memandang pangkat dan
jabatan. Selama ini, tindakan objektif dalam ranah pembinaan SDM pada
institusi Polri bisa dikatakan belum maksimal. Walaupun kualitas pembinaan
SDM belum memuaskan publik, perbaikan performance ke arah lebih baik kini
terus diupayakan bahkan digenjot. Polri mau berwibawa di hadapan publik serta
institusi negara lainnya tergantung pada posturnya. Aturan di dalam harus
lebih dulu ditegakkan.
Remunerasi
Setiap
polisi tidak boleh menggunakan alasan klasik kurang penghasilan karena sejak
lima tahun lalu polisi dan tentara memperoleh remunerasi dalam bentuk
tunjangan kinerja (tukin) yang memadai setiap bulan. Memang, pembayaran
“tukin” belum dilekatkan pada pembayaran gaji. Dalam Nota Keuangan dan
pengantar RAPBN 2015, persentase kenaikan gaji PNS, TNI/Polri, dan pensiunan
berlaku mulai 1 Januari 2016. Maka, kesejahteraan PNS, TNI/Polri justru
bertambah baik setiap tahun.
Tindakan
yang tidak bertanggung jawab seperti terlibat dalam bisnis narkoba, bukan
karena penghasilan kurang. Pangkatnya saja AKBP. Selain itu, dia menyandang
jabatan fungsional di Polda Kalbar. Negara memberi tunjangan jabatan
fungsional. Jadi, apanya yang kurang? Pelanggaran kode etik IEP berulang kali
bukan karena penghasilan minim.
Saya
malah menduga penghasilan IEP ini justru berlebihan. Di masa lalu dia pernah
terlibat selingkuh dengan wanita. Tentu tidak ada yang gratis untuk tindakan
seperti ini.
Terus
terang, tidak hanya institusi Polri yang merasa terusik dengan kasus ini. Dia
seorang perwira yang berjabatan seharusnya memberi teladan. Bangsa besar ini
pun merasa terusik dan malu. Dia seharusnya memberi teladan bagi anak
buahnya, Brigadir MHH. IED tidak hanya menjerumuskan anak buahnya, tetapi
menghancurkan masa depan MHH dan keluarga.
IED
seharusnya mampu membedakan yang baik dan buruk bagi diri sendiri, keluarga,
institusi, dan rekan satu korps? Apalagi tindakan tersebut dilakukan di
negara Malaysia yang keras menegakkan peraturan penyalahgunaan narkotika.
Kapolri
harus lebih tegas dan fokus pada pembinaan SDM. Institusi kepolisian harus
bisa mengimplementasikan sistem rewards and punishment secara jitu dan
objektif. Pelanggar harus dihukum. Mereka yang berprestasi tinggi berhak atas
penghargaan. Reward bisa dalam bentuk kesempatan mengikuti pendidikan lebih
tinggi, piagam, atau kenaikan pangkat. Dengan demikian, anggota Polri akan
terpacu berprestasi dan dedikasi pada korps makin baik. Tugas-tugas
kemasyarakatan pun bertambah bagus.
Semua
ini perlu direnungkan karena Polri memegang tugas pokok dan fungsi amat strategis
dalam menegakkan dan membangun hukum. Polri harus lebih dulu menegakkan dan
membangun ketegasan hukum di dalam. Polri harus mendisiplinkan setiap anggoa.
Tanpa itu, sulit bagi Polri bisa berwibawa dan menegakkan hukum di tengah
masyarakat. Jika hal ini yang terjadi, maka sangat berbahaya bagi proses
kemajuan bangsa. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar