Jumat, 05 September 2014

Pukulan Institusi Kepolisian

Pukulan Institusi Kepolisian

Abraham Fanggidae  ;   Widyaiswara Utama Pusdiklat Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial
KORAN JAKARTA, 04 September 2014

                                                                                                                       
                                                      

Institusi Kepolisian Republik Indonesia yang sedang berbenah diri untuk melayani publik lebih baik tentu amat terpukul atas penangkapan dua anggotanya yang diduga terkait narkoba di Malaysia, beberapa hari lalu. Keduanya anggota Polda Kalbar: AKBP Idha Endri Prastiono (IEP) dan Bripka MH Harahap dari Polsek Entikong. Mereka ditangkap Polis Di Raja Malaysia di Kuching di sebuah hotel. Dua insan itu juga diduga terlibat jaringan internasional.

Betapa memalukan nama baik Polri karena saat penangkapan Malaysia tengah merayakan Hari Kemerdekaan ke-57. Seharusnya dua anggota polisi tersebut menggunakan logika atau akal sehat demi menjaga nama baik institusi Polri, juga negara RI.

Impian menjadi kaya raya dua penegak hukum tersebut menjadi malapetaka. Ini amat disayangkan. Seperti kebanyakan polisi yang tersangkut pelanggaran hukum, jika ditelaah, terbanyak terkait perburuan uang atau materi. Kasus lain terkait wanita atau perselingkuhan.

Apalagi IEP merupakan seorang perwira Polri yang seharusnya berwawasan luas, khususnya pemahaman mengenai bahaya narkoba bagi generasi muda dan hukum internasional. Pertanyaan lain, kedua polisi ini ke luar negeri dalam rangka kedinasan atau justru meninggalkan tugas. Menjalankan tugas ke luar negeri, menurut saya, tidak mungkin. Tidak mudah institusi Polri hanya menugaskan seorang AKBP dengan seorang tamtama melakukan tugas kepolisian di luar negeri. Kalaupun ada masalah terkait tugas Polri di Malaysia, tidak mungkin AKBP IED yang bertugas di bagian perencanaan Polda Kalbar ditugaskan ke luar negeri. AKBP IEP hendak mengambil data dan informasi apa untuk mendukung perencanaan kegiatan Polda Kalbar?

Sangat mungkin ini urusan pribadi dan tanpa izin. Jika demikian, mereka menyalahi ketentuan formal kedinasan. Polri sangat ketat mengeluarkan izin pribadi/keluarga untuk ke luar daerah, apalagi ke mancanegara.

Perjalanan karier IEP pernah terlibat dalam kasus narkoba sehingga dimutasi ke Polda Kalbar. Dia juga terlibat perselingkuhan. Pemimpin Polri amat berbaik hati karena masih menugaskan seorang perwira yang sudah diketahui berkonduite buruk.

Polri harus cepat berbenah dengan mengimplementasi manajemen sumber daya manusia (SDM) yang lebih baik. Ini tidak hanya demi melayani publik lebih baik, tetapi terutama demi kepentingan internal. Jadi, Polri secara internal harus lebih dulu baik, baru bisa masyarakat secara optimal. Maka, sulit diterima janji Polri akan melindungi dan melayani terbaik masyarakat, andai oknum di dalam belum bersih.

Institusi Polri harus bisa menindak tegas setiap anggota tanpa memandang pangkat dan jabatan. Selama ini, tindakan objektif dalam ranah pembinaan SDM pada institusi Polri bisa dikatakan belum maksimal. Walaupun kualitas pembinaan SDM belum memuaskan publik, perbaikan performance ke arah lebih baik kini terus diupayakan bahkan digenjot. Polri mau berwibawa di hadapan publik serta institusi negara lainnya tergantung pada posturnya. Aturan di dalam harus lebih dulu ditegakkan.

Remunerasi

Setiap polisi tidak boleh menggunakan alasan klasik kurang penghasilan karena sejak lima tahun lalu polisi dan tentara memperoleh remunerasi dalam bentuk tunjangan kinerja (tukin) yang memadai setiap bulan. Memang, pembayaran “tukin” belum dilekatkan pada pembayaran gaji. Dalam Nota Keuangan dan pengantar RAPBN 2015, persentase kenaikan gaji PNS, TNI/Polri, dan pensiunan berlaku mulai 1 Januari 2016. Maka, kesejahteraan PNS, TNI/Polri justru bertambah baik setiap tahun.

Tindakan yang tidak bertanggung jawab seperti terlibat dalam bisnis narkoba, bukan karena penghasilan kurang. Pangkatnya saja AKBP. Selain itu, dia menyandang jabatan fungsional di Polda Kalbar. Negara memberi tunjangan jabatan fungsional. Jadi, apanya yang kurang? Pelanggaran kode etik IEP berulang kali bukan karena penghasilan minim.

Saya malah menduga penghasilan IEP ini justru berlebihan. Di masa lalu dia pernah terlibat selingkuh dengan wanita. Tentu tidak ada yang gratis untuk tindakan seperti ini.

Terus terang, tidak hanya institusi Polri yang merasa terusik dengan kasus ini. Dia seorang perwira yang berjabatan seharusnya memberi teladan. Bangsa besar ini pun merasa terusik dan malu. Dia seharusnya memberi teladan bagi anak buahnya, Brigadir MHH. IED tidak hanya menjerumuskan anak buahnya, tetapi menghancurkan masa depan MHH dan keluarga.

IED seharusnya mampu membedakan yang baik dan buruk bagi diri sendiri, keluarga, institusi, dan rekan satu korps? Apalagi tindakan tersebut dilakukan di negara Malaysia yang keras menegakkan peraturan penyalahgunaan narkotika.

Kapolri harus lebih tegas dan fokus pada pembinaan SDM. Institusi kepolisian harus bisa mengimplementasikan sistem rewards and punishment secara jitu dan objektif. Pelanggar harus dihukum. Mereka yang berprestasi tinggi berhak atas penghargaan. Reward bisa dalam bentuk kesempatan mengikuti pendidikan lebih tinggi, piagam, atau kenaikan pangkat. Dengan demikian, anggota Polri akan terpacu berprestasi dan dedikasi pada korps makin baik. Tugas-tugas kemasyarakatan pun bertambah bagus.

Semua ini perlu direnungkan karena Polri memegang tugas pokok dan fungsi amat strategis dalam menegakkan dan membangun hukum. Polri harus lebih dulu menegakkan dan membangun ketegasan hukum di dalam. Polri harus mendisiplinkan setiap anggoa. Tanpa itu, sulit bagi Polri bisa berwibawa dan menegakkan hukum di tengah masyarakat. Jika hal ini yang terjadi, maka sangat berbahaya bagi proses kemajuan bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar