Pelaksanaan
Kurikulum 2013
Rosalia Wiwiek Wahyuning Ratri
; Guru
SMP Negeri 1 Patuk,
Gunung Kidul, DI Yogyakarta
|
KOMPAS,
26 September 2014
SEHUBUNGAN
dengan pelaksanaan Kurikulum 2013, satu masalah yang sangat serius dihadapi
di sekolah adalah mewujudkan pola belajar-mengajar yang membuat siswa aktif
bertanya dan guru dilarang berceramah terlebih dahulu. Ini terutama pada awal
tatap muka di kelas: siswa harus bertanya dulu, lalu ditanggapi siswa lain
atau guru. Keluhan paling umum, termasuk dalam beberapa kali pendidikan dan
pelatihan berhubungan dengan implementasi Kurikulum 2013 yang saya ikuti,
adalah ruang kelas jadi sunyi. Bermenit-menit waktu berlalu dan terbuang sia-sia,
tak ada siswa bertanya. Meski berkali-kali guru minta siswa mengajukan
masalah apa pun yang berhubungan dengan pelajaran atau materi tertentu, tetap
saja mereka diam. Sunyi!
Kadang-kadang
satu-dua siswa terpaksa bertanya, tetapi tetap tidak berlanjut pada semua
siswa aktif bertanya jawab. Guru tak mungkin membiarkan kelas sunyi dalam
sehari itu. Akhirnya ada guru yang memilih kembali ke model konvensional:
banyak ceramah, menyebarkan lembar kerja siswa, atau kegiatan lain. Yang
penting di kelas tetap ada aktivitas.
Kita tentu
berharap agar kegiatan belajar-mengajar aktif dan eksploratif tetap
diwujudkan. Namun, harus diakui, di sinilah tantangan mewujudkan belajar
siswa aktif, termasuk aktif bertanya dan mencari sendiri. Langkah apa untuk
mewujudkan itu? Kita perlu paham sumber masalah yang membuat kelas sunyi.
Lima hal
Paling sedikit
lima hal membuat siswa tidak aktif bertanya: malu atau minder, takut, tidak
mengerti, patuh, dan mental
meremehkan.
Pertama, malu
atau minder cukup banyak diidap anak-anak kita. Bagi mereka, menampilkan diri
di depan umum sama dengan mempermalukan diri sendiri. Supaya tidak
dipermalukan (diri sendiri), sebaiknya tidak usah menonjol. Siswa pemalu
umumnya berlatar sosial lemah: miskin, bodoh, jelek, ndeso. Kemiskinan, kebodohan, kejelekan, dan ke-ndeso-an adalah
realitas sehari-hari di negeri kita. Kita cenderung memandang remeh bahkan
menjauhi mereka. Jika sudah demikian, siswa pemalu akan memilih sunyi di
kelas: datang, duduk, diam, lalu pulang.
Biasanya siswa
penakut tidak mau bertanya dan menanggapi meski sudah punya bahan bertanya
atau menjawab. Mereka baru berbicara setelah bahan yang sama sudah ditanyakan
atau sudah dijawab orang lain.
Kedua, siswa
menjadi penakut karena tidak mau mengambil risiko jika pertanyaannya atau
jawabannya salah. Siswa seperti ini sudah punya pengalaman buruk (baik
dialaminya sendiri maupun dialami orang lain) bahwa kalau pertanyaan dan
jawabannya salah atau jelek, ia harus terima risiko diolok-olok, dimarahi,
dikata-katakan jelek, bahkan mendapat hukuman dari guru atau orang lebih tua
dalam keluarga.
Realitas di
sekolah dan dalam masyarakat: orang sering menghukum anak yang salah dalam
berbicara, bertanya, atau menjawab. Bentuknya bisa berupa olokan, kemarahan,
bahkan pemukulan. Anak-anak memilih diam. Lagi pula, masyarakat kita yang
paternalistik tidak membiasakan anak-anak mengeluarkan pendapat, mengkritik
orangtua, bahkan tidak memiliki hak mengambil keputusan penting. Yang
dijunjung: diam dan patuh.
Ketiga, siswa
tidak mengerti. Sampai saat ini kita bukan tipe pembaca buku atau media; juga
bukan tipe pencipta dan pembaru. Inilah yang membuat siswa tak mau bergerak
mencari sendiri (termasuk uji coba) di luar kegiatan belajar-mengajar untuk
memperkaya wawasan dan pengalaman mereka. Maka, ketika masuk kelas, mereka
dalam keadaan tidak tahu. Bahkan, siswa tidak tahu apakah dia belum atau
sudah tahu suatu hal. Ini bisa dibuktikan dengan mengajukan pertanyaan
”apakah sudah mengerti” yang direspons dengan diam belaka. Ditanya ”mana yang
belum mengerti”, ya, diam juga. Jadi, siswa bingung sendiri mana yang sudah
ia ketahui dan mana yang belum ia ketahui. Mereka memilih sunyi di kelas.
Keengganan
siswa memburu wawasan dipengaruhi oleh nilai yang akan diberikan guru. Siswa
tahu bahwa tinggi-rendah nilai yang ia peroleh bergantung pada bisa-tidak dia
menjawab soal yang diberikan. Karena itu, betapa pun luas wawasannya, kalau
tak ada dalam soal ujian, tetaplah ia sulit dapat nilai tinggi.
Keempat, siswa
patuh. Sudah lama pelaksana pendidikan kita mengajarkan kepatuhan dan
penghormatan antarindividu kepada anak-anak: harus patuh dan hormat kepada
yang lebih tua, lebih tinggi sekolahnya, lebih kaya, dan lebih berkuasa.
Karena di kelas masih ada guru yang dipandang lebih tua usianya dan lebih
tinggi tingkat pendidikannya, siswa akan kesulitan mengajukan pendapat yang
sekiranya berbeda dari gurunya.
Jika Kurikulum
2013 menghendaki siswa bertanya dan menjawab, siswa khawatir kalau-kalau
pendapat mereka tidak sesuai dengan pendapat gurunya. Mereka risi sendiri dan
memilih patuh saja pada pendapat guru.
Kelima,
mentalitas meremehkan. Ada siswa yang meremehkan materi pelajaran di kelas
lantaran mereka tahu bahwa di luar sana banyak orang bisa hidup tanpa harus
menguasai materi pelajaran itu.
Sejumlah
tindakan diperlukan untuk mendukung penerapan Kurikulum 2013.
Perubahan tatanan sosial
Untuk
menciptakan siswa aktif bertanya, kita perlu mempersempit kesenjangan sosial.
Jika masih gagal merapatkan kesenjangan sosial, kita perlu membangun
mentalitas positif kaum bawah untuk tetap harus optimistis dan percaya diri.
Hukuman bagi siswa di sekolah ataupun dalam masyarakat harus dihentikan guna
menumbuhkan percaya diri dan keberanian anak. Anak-anak harus diikutkan
bahkan bisa jadi penentu dalam pengambilan keputusan atau kebijakan di rumah,
masyarakat, dan sekolah. Iklim ini membuat anak-anak kita pemberani dan
terampil berpendapat.
Kesempitan
wawasan bisa diatasi dengan sistem penilaian yang bukan lagi pada kemampuan
siswa menjawab soal, melainkan pada keluasan wawasan siswa menyampaikan
pendapat dan analisisnya. Juga harus dihentikan ajaran ”patuhi guru dan
orangtua”, diganti dengan ”patuhi kebenaran”. Berani karena benar harus
benar-benar diwujudkan meski akhirnya membongkar kesalahan atau kelemahan
guru/orangtua sendiri. Selama beberapa hal ini belum bisa kita singkirkan
pada masyarakat dan di sekolah, Kurikulum 2013 tak pernah bisa sukses. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar