Selasa, 30 September 2014

Simalakama Partai Demokrat

Simalakama Partai Demokrat

Ardi Winangun  ;   Pengamat Politik, Tinggal di Matraman, Jakarta
DETIKNEWS,  29 September 2014

                                                                                                                       


Selepas penetapan RUU Pilkada menjadi undang-undang, ribuan hujatan dialamatkan kepada Presiden Indonesia yang sekaligus sebagai Ketua Majelis Tinggi dan Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono atau yang lebih sering disebut dengan SBY. Mereka yang menghujat SBY lewat media sosial disebabkan kesal dengan sikap Partai Demokrat yang walkout dalam Sidang Paripurna DPR saat penetapan UU Pilkada.

Dengan walkout maka saat voting untuk menyetujui atau tidak undang-undang itu, kubu yang menginginkan pilkada langsung dipilih rakyat yang didukung oleh PDIP, PKB, dan Partai Hanura, kalah oleh kubu yang menginginkan pilkada lewat DPRD yang didukung oleh partai yang terhimpun dalam Koalisi Merah Putih, yakni PPP, PAN, PKS, Partai Gerindra, dan Partai Golkar.

Kubu PDIP, PKB, dan Partai Hanura jelas kalah saat voting sebab jumlah kursi mereka kalah jauh dibanding dengan kubu Koalisi Merah Putih. Perbandingannya kurang lebih, 273 suara Koalisi Merah Putih dan 139 suara kubu PDIP, Hanura, dan PKB.

Mereka marah kepada Partai Demokrat dan SBY sebab suara yang dimiliki di DPR sangat besar, yakni 148 kursi. Di sinilah letak marahnya PDIP, Hanura, PKB, dan simpatisannya pada Partai Demokrat dan SBY yang tidak mau memihak pilkada langsung dipilih oleh rakyat. Besarnya suara Partai Demokrat di DPR memang menjadi rebutan bagi Koalisi Merah Putih dengan kubu PDIP, Hanura, dan Nasdem. Untuk merayu agar Partai Demokrat seirama dengan PDIP, Hanura, dan PKB, ketiga partai itu mendukung 10 syarat pilkada langsung. Rupanya dukungan itu masuk telinga kanan keluar telinga kiri Partai Demokrat.

Sebagai partai yang sangat menentukan iya dan tidaknya disahkan undang-undang pilkada, Partai Demokrat memang dalam posisi yang sulit. Di satu sisi, arah politik Partai Demokrat lebih dekat kepada Koalisi Merah Putih namun di sisi yang lain, ada aspirasi masyarakat menginginkan pilkada langsung. Dalam kebingungan dan kebimbangan inilah bisa jadi Partai Demokrat mencari jalan aman dengan walkout. Langkah walkout bisa jadi dianggap sebagai jalan tengah, yakni tidak memihak kepada siapapun.

Walkout dianggap oleh kubu PDIP, Hanura, PKB, dan simpatisannya sebagai langkah pengecut. Namun bila Partai Demokrat mendukung pilkada langsung lewat pilihan rakyat, tuduhan serupa akan dialamat oleh Koalisi Merah Putih kepada Partai Demokrat dan SBY. Di sinilah letak serba salah Partai Demokrat. Ibaratnya sedang makan buah simalakama.

Secara politik langkah Demokrat walkout, mendukung, atau menolak pilkada lewat rakyat atau DPRD adalah sah. Ini hak-hak politik seluruh partai. Bukankah dulu PDIP sering melakukan langkah yang demikian. Jadi Partai Demokrat tidak melakukan kesalahan dalam menentukan sikapnya. Bila dikatakan mengingkari demokrasi, demokrasi versi siapa?

Demokrasi adalah sangat subjektif bagi partai politik. Partai politik yang mendukung pilkada langsung belum tentu dilandasi oleh suara rakyat namun bisa jadi faktor-faktor lain. Kalau Pilkada lewat DPRD, PDIP bisa menang di banyak daerah seperti Jawa Tengah, Bali, dan Surabaya, karena di wilayah itu basis partai berlambang banteng moncong putih.

Dalam politik, kalah dan menang itu soal biasa. Politik adalah soal kepentingan, bukan rakyat. Bisa jadi partai-partai politik yang berseberangan soal pilkada langsung atau lewat DPRD ini mempunyai kepentingan yang tak sama namun bisa jadi suatu saat akan mempunyai kepentingan yang senafas dan mereka bisa berkoalisi meski sementara.

Respon SBY yang berbalik dengan sikap fraksi partainya yang walkout bisa jadi SBY terpancing dengan respon negatif di media sosial dan media massa atas sikap partainya. Hujatan yang ada bisa jadi membuat pria asal Pacitan, Jawa Timur, itu tersinggung sehingga dirinya akan meninjau lagi undang-undang itu.

Dalam soal penetapan undang-undang pilkada, SBY seharusnya bisa melihat bahwa partainya tidak ikut memutuskan. Seharusnya ia menjelaskan bahwa aksi walkout itu merupakan jalan tengah kepada seluruh partai yang ada, termasuk kepada rakyat, sebab pilkada langsung atau lewat DPRD masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan. Banyak bukti pilkada lewat rakyat aman dan damai namun juga banyak bukti pilkada lewat rakyat terjadi konflik sosial, money politic, dan kepala daerahnya menjadi tersangka korupsi.

Hujatan yang dialamatkan kepada SBY sebenarnya tidak perlu terlalu dirisaukan, itu semua adalah bunga-bunga kebebasan yang dijamin konstitusi. Mereka yang menghujat bisa jadi paham masalah namun bisa jadi hanya ikut-ikutan saja. Dalam era keterbukaan informasi ini, orang yang biasanya hanya makan dan minum tiba-tiba bisa menjadi vokal namun vokalnya hanya sebatas pada media sosial. Mereka belum pada taraf aksi. Jadi hujatan itu ramainya hanya di media sosial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar