Inspirasi
Sarlito Wirawan Sarwono ; Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
|
KORAN
SINDO, 28 September 2014
Sarapan saya setiap hari adalah infotainment.
Bagaimana tidak? Di depan meja makan kami (istri saya dan saya) ada layar TV
plasma yang tergantung di dinding.
Biasanya saya sudah kenyang nonton berita CNN di pesawat TV lain di
ruang kerja saya sejak 03.00 pagi dan pada 04.30 pindah ke TV nasional. Jadi,
pas sarapan, apa pun makanannya, atraksinya selalu infotainment. Salah satu topik yang sedang banyak ditayangkan infotainment belakangan ini adalah
kisah selebritas remaja yang sedang naik daun, Prilly Lacutonsina. Kabarnya
dia cinlok (buat pembaca yang gak
gaul, cinlok itu artinya cinta lokasi) dengan teman mainnya di salah satu
sinetron, Aliando Syarif, walaupun konon kabar burung ini sudah dibantah.
Tapi cinlok beneran atau
bohongan, buat saya, tidak penting. Yang ingin saya ceritakan adalah ketika
Aliando Syarif, di hadapan Prilly, secara spontan dengan gitarnya menciptakan
lagu cinta yang indah buat Prilly. Dalam psikologi, inilah yang namanya
”inspirasi”. Prilly telah memicu inspirasi (motivasi yang memunculkan gagasan
sehingga menjadi karya) Aliando sehingga cowok ini bisa menuangkan bakatnya
yang paling top ke dalam lagu dan syair yang top juga (top menurut
penggemarnya, loh; buat saya jujur saja, gak nyambung , karena genre musik
saya beda dari musik Aliando). Nah, kalau kemudian ada produser yang
terinspirasi oleh lagu Aliando tadi, dalam waktu tidak lama lagi lagu itu
akan membanjiri belantika musik pop Indonesia.
Selasa malam yang lalu, tanggal 23 September 2014, saya diundang KORAN
SINDO yang menyelenggarakan sebuah acara yang mereka namakan ”Malam Apresiasi Inspirasi Indonesia 2014”
di sebuah hotel bintang lima di Jakarta. Saya datang dengan rasa ingin tahu
yang besar (sebagai ilmuwan modal saya cuma keingintahuan). Di situ saya
bertemu dengan Prof Komaruddin Hidayat yang sesama kolumnis tetap di KORAN
SINDO. Beliau ternyata juga tidak tahu acara apa ini dan datang karena sangat
ingin tahu, sama seperti saya (karena itulah beliau jadi profesor, kalau
modal beliau nggak mau tahu, mungkin sekarang beliau sudah jadi politisi).
Ternyata, sesuai dengan judulnya, malam itu adalah ajang pemberian
penghargaan kepada 11 orang Indonesia yang dianggap inspirator buat bangsa
ini. Ke-11 orang itu (tentunya sesudah melalui saringan dan ujian yang ketat)
adalah campuran dari orang-orang dari berbagai daerah (termasuk Jakarta),
usia (dari umur 20-an sampai 70-an), laki-laki dan perempuan, serta aneka
bidang karya. Ada pembalap mobil (Rio Haryanto), ada pengusaha kosmetika
(Martha Tilaar), ilmuwan yang mengonservasi kupu-kupu (Dr Herawati Soekardi),
dan seterusnya.
Dengan segala hormat, kepada ke-11 pemenang penghargaan tersebut, saya
tidak hendak menyebut mereka satu per satu dengan prestasi masing-masing
karena yang ingin saya bicarakan adalah ”inspirasi”-nya, bukan orangnya. Tapi
untuk membicarakan inspirasi itu, mau tidak mau saya harus menggunakan contoh
konkret. Maka dari 11 pemenang itu, saya bikin lotre sendiri dan yang
terpilih secara acak adalah Muhamad Arif Kirdiat, relawan kampung dari
Banten. Arif, bersama dengan sejumlah temannya dari berbagai kalangan (mulai
dari karyawan sampai bankir), sejak 2009 fokus pada perbaikan
jembatan-jembatan antarkampung yang di Banten (dan di daerah lain
se-Indonesia tentunya) banyak yang rusak, hampir putus, bahkan sudah putus
sama sekali.
Saya sering melihat di TV betapa ibu-ibu, pedagang, petani, bahkan anak
sekolah, harus melewati jembatan gantung yang bergoyang-goyang hampir putus,
tetapi tetap dilalui juga. Di tempat lain, mereka menyeberang sungai yang
arusnya cukup deras dengan menggulung celana atau roknya, anak-anak sekolah
menjinjing tas sekolahnya di atas kepala supaya tidak basah, sepatu dibungkus
plastik, karena jembatan di situ sudah lama putus dan tidak ada perbaikan
dari pemerintah.
Kalau mereka tidak nekat menyeberang, mungkin mereka harus berjalan
memutar beberapa kilometer. Arif terinspirasi oleh keadaan itu. Sama keadaan
jiwanya dengan Aliando ketika terinspirasi oleh Prilly. Bedanya adalah
Aliando membuat lagu, Arif membuat jembatan. Maka dia mengajak kawan-kawannya
untuk membentuk kelompok Relawan Kampung yang visi dan misinya adalah
memperbaiki jembatan-jembatan agar mobilitas masyarakat bisa lebih optimal
yang dampaknya langsung akan meningkatkan kesejahteraan, taraf kehidupan, dan
kecerdasan mereka.
Luar biasa! Saya sering menonton TV tentang jembatan-jembatan yang
rusak atau putus, tetapi tidak terinspirasi, karena minat, bakat, dan profesi
saya memang bukan di situ. Sama juga jika saya ketemu Prilly berduaan, tidak
mungkin saya menciptakan lagu apa-apa karena minat saya bukan pada Prilly dan
bakat saya bukan menciptakan lagu. Jadi harus ada sinergi antara beberapa
faktor (dalam ilmu disebut ”variabel”) agar orang terpicu inspirasinya dan
selanjutnya inspirasi itu bisa tertuang dalam suatu karya tertentu.
Yang menjadi pertanyaan saya kemudian adalah mengapa
inspirator-inspirator hebat ini tidak menginspirasi pemerintah, khususnya
pemerintah daerah? Mengapa justru KORAN SINDO (sebuah media massa biasa) yang
mendongkrak mereka ke permukaan agar menginspirasi warga bangsa yang lain? Ke
mana pemerintah? Para inspirator ini telah melakukan hal-hal yang
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang mencerdaskan bangsa, dan yang
mengharumkan nama Indonesia di dunia internasional.
Semua itu dengan kekuatan sendiri, modal sendiri, duit sendiri. Sama
sekali tidak makan duit rakyat, tidak minta imbalan posisi menteri, tidak
memerlukan peningkatan pajak, dan penurunan subsidi BBM, toh berhasil.
Mengapa para pejabat pemerintah dan PNS tidak terinspirasi? Konon triliunan
rupiah per tahunnya telah dihabiskan pemerintah untuk rapat-rapat. Apa yang
dihasilkan oleh rapat-rapat itu? Pantaslah kalau akhirnya begitu banyak
pejabat yang harus mengakhiri kariernya sebagai tersangka KPK. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar