Selasa, 30 September 2014

Inspirasi

Inspirasi

Sarlito Wirawan Sarwono  ;   Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
KORAN SINDO,  28 September 2014

                                                                                                                       


Sarapan saya setiap hari adalah infotainment. Bagaimana tidak? Di depan meja makan kami (istri saya dan saya) ada layar TV plasma yang tergantung di dinding.

Biasanya saya sudah kenyang nonton berita CNN di pesawat TV lain di ruang kerja saya sejak 03.00 pagi dan pada 04.30 pindah ke TV nasional. Jadi, pas sarapan, apa pun makanannya, atraksinya selalu infotainment. Salah satu topik yang sedang banyak ditayangkan infotainment belakangan ini adalah kisah selebritas remaja yang sedang naik daun, Prilly Lacutonsina. Kabarnya dia cinlok (buat pembaca yang gak gaul, cinlok itu artinya cinta lokasi) dengan teman mainnya di salah satu sinetron, Aliando Syarif, walaupun konon kabar burung ini sudah dibantah.

Tapi cinlok beneran atau bohongan, buat saya, tidak penting. Yang ingin saya ceritakan adalah ketika Aliando Syarif, di hadapan Prilly, secara spontan dengan gitarnya menciptakan lagu cinta yang indah buat Prilly. Dalam psikologi, inilah yang namanya ”inspirasi”. Prilly telah memicu inspirasi (motivasi yang memunculkan gagasan sehingga menjadi karya) Aliando sehingga cowok ini bisa menuangkan bakatnya yang paling top ke dalam lagu dan syair yang top juga (top menurut penggemarnya, loh; buat saya jujur saja, gak nyambung , karena genre musik saya beda dari musik Aliando). Nah, kalau kemudian ada produser yang terinspirasi oleh lagu Aliando tadi, dalam waktu tidak lama lagi lagu itu akan membanjiri belantika musik pop Indonesia.

Selasa malam yang lalu, tanggal 23 September 2014, saya diundang KORAN SINDO yang menyelenggarakan sebuah acara yang mereka namakan ”Malam Apresiasi Inspirasi Indonesia 2014” di sebuah hotel bintang lima di Jakarta. Saya datang dengan rasa ingin tahu yang besar (sebagai ilmuwan modal saya cuma keingintahuan). Di situ saya bertemu dengan Prof Komaruddin Hidayat yang sesama kolumnis tetap di KORAN SINDO. Beliau ternyata juga tidak tahu acara apa ini dan datang karena sangat ingin tahu, sama seperti saya (karena itulah beliau jadi profesor, kalau modal beliau nggak mau tahu, mungkin sekarang beliau sudah jadi politisi).

Ternyata, sesuai dengan judulnya, malam itu adalah ajang pemberian penghargaan kepada 11 orang Indonesia yang dianggap inspirator buat bangsa ini. Ke-11 orang itu (tentunya sesudah melalui saringan dan ujian yang ketat) adalah campuran dari orang-orang dari berbagai daerah (termasuk Jakarta), usia (dari umur 20-an sampai 70-an), laki-laki dan perempuan, serta aneka bidang karya. Ada pembalap mobil (Rio Haryanto), ada pengusaha kosmetika (Martha Tilaar), ilmuwan yang mengonservasi kupu-kupu (Dr Herawati Soekardi), dan seterusnya.

Dengan segala hormat, kepada ke-11 pemenang penghargaan tersebut, saya tidak hendak menyebut mereka satu per satu dengan prestasi masing-masing karena yang ingin saya bicarakan adalah ”inspirasi”-nya, bukan orangnya. Tapi untuk membicarakan inspirasi itu, mau tidak mau saya harus menggunakan contoh konkret. Maka dari 11 pemenang itu, saya bikin lotre sendiri dan yang terpilih secara acak adalah Muhamad Arif Kirdiat, relawan kampung dari Banten. Arif, bersama dengan sejumlah temannya dari berbagai kalangan (mulai dari karyawan sampai bankir), sejak 2009 fokus pada perbaikan jembatan-jembatan antarkampung yang di Banten (dan di daerah lain se-Indonesia tentunya) banyak yang rusak, hampir putus, bahkan sudah putus sama sekali.

Saya sering melihat di TV betapa ibu-ibu, pedagang, petani, bahkan anak sekolah, harus melewati jembatan gantung yang bergoyang-goyang hampir putus, tetapi tetap dilalui juga. Di tempat lain, mereka menyeberang sungai yang arusnya cukup deras dengan menggulung celana atau roknya, anak-anak sekolah menjinjing tas sekolahnya di atas kepala supaya tidak basah, sepatu dibungkus plastik, karena jembatan di situ sudah lama putus dan tidak ada perbaikan dari pemerintah.

Kalau mereka tidak nekat menyeberang, mungkin mereka harus berjalan memutar beberapa kilometer. Arif terinspirasi oleh keadaan itu. Sama keadaan jiwanya dengan Aliando ketika terinspirasi oleh Prilly. Bedanya adalah Aliando membuat lagu, Arif membuat jembatan. Maka dia mengajak kawan-kawannya untuk membentuk kelompok Relawan Kampung yang visi dan misinya adalah memperbaiki jembatan-jembatan agar mobilitas masyarakat bisa lebih optimal yang dampaknya langsung akan meningkatkan kesejahteraan, taraf kehidupan, dan kecerdasan mereka.

Luar biasa! Saya sering menonton TV tentang jembatan-jembatan yang rusak atau putus, tetapi tidak terinspirasi, karena minat, bakat, dan profesi saya memang bukan di situ. Sama juga jika saya ketemu Prilly berduaan, tidak mungkin saya menciptakan lagu apa-apa karena minat saya bukan pada Prilly dan bakat saya bukan menciptakan lagu. Jadi harus ada sinergi antara beberapa faktor (dalam ilmu disebut ”variabel”) agar orang terpicu inspirasinya dan selanjutnya inspirasi itu bisa tertuang dalam suatu karya tertentu.

Yang menjadi pertanyaan saya kemudian adalah mengapa inspirator-inspirator hebat ini tidak menginspirasi pemerintah, khususnya pemerintah daerah? Mengapa justru KORAN SINDO (sebuah media massa biasa) yang mendongkrak mereka ke permukaan agar menginspirasi warga bangsa yang lain? Ke mana pemerintah? Para inspirator ini telah melakukan hal-hal yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang mencerdaskan bangsa, dan yang mengharumkan nama Indonesia di dunia internasional.

Semua itu dengan kekuatan sendiri, modal sendiri, duit sendiri. Sama sekali tidak makan duit rakyat, tidak minta imbalan posisi menteri, tidak memerlukan peningkatan pajak, dan penurunan subsidi BBM, toh berhasil. Mengapa para pejabat pemerintah dan PNS tidak terinspirasi? Konon triliunan rupiah per tahunnya telah dihabiskan pemerintah untuk rapat-rapat. Apa yang dihasilkan oleh rapat-rapat itu? Pantaslah kalau akhirnya begitu banyak pejabat yang harus mengakhiri kariernya sebagai tersangka KPK.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar