Relasi
Arab Saudi dan Indonesia
Denis Arifandi Pakih Sati ; Alumnus Fakultas Syariah LIPIA Jakarta, Cabang El-Imam Ibn
Saud University, Arab Saudi
|
REPUBLIKA,
26 September 2014
Tanggal 23 September adalah hari al-Yaum
al-Wathany yang ke-84 bagi Arab Saudi. Hari al-Yaum al-Wathany adalah hari penyatuan kerajaan berdasarkan
ketetapan King Abdul Aziz No 2716, Jumadi al-Ula 1351 H, yang juga menetapkan
pergantian nama Kerajaan Hijaz, Nejad, dan lain-lainnya menjadi Kerajaan Arab
Saudi (al-Mamlakah al-Arabiyyah
as-Suudiyah).
Sebagai seorang yang pernah mengecap pendidikan atas beasiswa dari Arab
Saudi, tentu saya berterima kasih kepada pemerintahan Arab Saudi. Dan saya
yakin, banyak teman yang pernah atau sedang menempuh pendidikan dengan
beasiswa sama, ingin juga mengucapkan tahniah
(selamat).
Sepanjang sejarah berdirinya Kerajaan Arab Saudi, hubungannya dengan
Indonesia tak dapat dipandang sebelah mata. Banyak jasa Pemerintahan Saudi
kepada rakyat Indonesia yang bisa kita simpulkan dalam beberapa poin.
Pertama, pendidikan. Sejak zaman prakemerdekaan, umat Islam yang berada
dan belajar di Saudi tidak terhitung jumlahnya. Ada beberapa ulama kaliber
dunia asal Indonesia yang bisa kita baca kontribusinya, seperti Ahmad Khatib
al-Minangkabawi, Imam Nawawi al-Bantany, Abdurrahman Shidiq al-Banjary, dan
Syeikh Mahfudz al-Tarmisi.
Dan tidak dimungkiri keberadaan mereka di sana memberi efek positif
bagi nama baik Indonesia di mata dunia. Dan jangan lupa, walaupun mereka di
sana, para muridnya kembali ke Indonesia untuk mengajarkan ilmu yang mereka
dapatkan dan menggelorakan jihad di bumi tercinta ini.
Ada dua organisasi besar di Indonesia, yaitu Nahdlatul Ulama (NU) yang
didirikan KH Hasyim al-Asy’ari dan Muhammadiyah yang didirikan KH Ahmad
Dahlan. Keduanya alumni pendidikan Masjidil Haram.
Sekarang jumlah kaum Muslimin yang belajar di Arab Saudi atau lembaga
yang terafiliasi dengannya bisa ribuan. Tahun ini saja, ada 150 orang yang
diterima studi strata sarjana di Islamic University di Madinah. Belum yang
belajar di Umm al-Qura University, el-Imam Ibn Saud Unversity, Malik Saud
University, Petrolium, dan mahad di wilayah Haram Makky. Di Indonesia ada
mahad afiliasi ke el-Imam Ibn Saud University, yaitu Lembaga Ilmu Pengetahuan
Islam dan Arab (LIPIA) yang konsen dan tekun mengajarkan bahasa Arab dan
studi Islam.
Para intelektual yang pernah mengecap pendidikan Saudi, sudah berjuang
di berbagai bidang untuk membangun Indonesia. Ada yang jadi ulama dan
jumlahnya sudah tak terhitung dengan berbagai mahad yang mereka pimpin; ada
yang jadi anggota dewan; ada yang jadi pemimpin sukses seperti Ahmad
Heryawan, gubernur Jawa Barat; ada akademisi yang mengabdikan ilmunya di
kampus-kampus; dan ada juga yang memilih hidup di wilayah Indonesia terdalam
untuk mengajarkan ilmu kepada yang belum mengecapnya.
Kedua, ekonomi. Banyak warga Indonesia yang mengais hidupnya di Saudi.
Beberapa masalah seperti kasus kekerasan memang mencuat. Namun, tidak
semuanya seperti itu. Kenyataannya, banyak juga yang sukses dan mendapatkan
majikan yang baik. Bahkan, tidak jarang yang berdikari dan sukses sebagai
pengusaha di sana.
Yang perlu diperbaiki adalah manajemennya. Pemerintah harus mendidik
para tenaga kerja Indonesia (TKI) yang akan dikirimkan ke sana, keahlian
bahasa dan bekerja agar mampu menjalankan tugasnya sebaik-baiknya. Bagi
Pemerintahan Arab Saudi, hendaklah mereka bersikap tegas kepada penduduknya
yang bertindak kriminal kepada TKI maupun tenaga kerja asing lainnya.
Ketiga, pembangunan. Banyak masjid dan sekolah (mahad) atau universitas yang mendapat bantuan pembangunan dari
Saudi. Proposal yang diajukan ke Pemerintah Arab Saudi untuk pembangunan
tertentu, biasanya direspons positif. Selama itu untuk kebaikan, biasanya
Saudi legawa memberikannya, dan itu pun tak pandang bulu.
Stigma
Wahabi
Salah satu stigma yang menempel pada Arab Saudi adalah sebagai negara
pendidik teroris, yang kadang kala disebut dengan istilah Wahabi. Saya rasa,
istilah ini bias dan liar. Padahal, hakikatnya istilah Wahabi itu merujuk
pada upaya Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab, pendakwah tauhid di Saudi.
Kegiatan yang dilakukannya sama dengan pengemban tauhid di wilayah lain,
yaitu membersihkan masyarakat dari khurafat, mitos, perbuatan yang tidak ada
contohnya dari Nabi SAW, dan sejenisnya.
Silakan dibaca kurikulum pendidikan Arab Saudi, maka tidak akan pernah
didapatkan ajaran kekerasan. Dan jangan lupa, banyak ulama dan kiai tamatan
pendidikan Arab Saudi yang menjadi pemimpin di NU dan Muhammadiyah.
Kalaupun ada yang bersikap dan bertindak keras dan kasar, itu hanyalah
oknum. Jangan digeneralisasi. Ajaran dalam pendidikan Arab Saudi berdasarkan
kepada Islam yang sebenarnya, sesuai Alquran dan sunah. Tidak ada ajaran
untuk nepotisme kepada mazhab tertentu dan pendapat tertentu. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar