Minggu, 28 September 2014

Gagasan Indonesia sebagai Poros Maritim

                 Gagasan Indonesia sebagai Poros Maritim

MJ Saptenno  ;   Guru Besar Universitas Pattimura, Ambon
SINAR HARAPAN,  26 September 2014

                                                                                                                       


Tak terbantahkan bahwa Indonesia adalah negara maritim terbesar di dunia karena wilayah laut yang lebih luas dari daratan.

Jauh sebelum merdeka, nenek moyang bangsa Indonesia sudah berjaya di laut. Dengan kamampuan yang terbatas, laut menjadi bagian dari kehidupan. Laut menjadi primadona karena mereka bangga dengan laut yang menjanjikan kehidupan bagi generasi secara berkelanjutan .

Sejak Indonesia merdeka, hanya slogan manis yang menggema dan membakar semangat untuk memandang laut sebagai bagian perjuangan untuk membangun bangsa dan negara. Kenyataannya, dari rezim ke rezim, belum ada kebijakan yang dapat memuliakan laut.

Memuliakan laut berarti membangun laut dari semua aspek, baik hukum, ekonomi, politik, sosial budaya, pertahanan, dan sebagainya. Ini menjadi kekuatan baru, yang disegani bangsa bangsa lain di dunia.

Kekuatan baru sebagai poros maritim dunia, berarti Indonesia harus mempunyai daya tawar yang kuat, tidak sekadar pernyataan politik semata. Dengan menjadi poros maritim, gagasan itu menjadi pemicu perubahan tatanan dunia baru, terkait pengelolaan aspek kemaritiman.

Gagasan menjadikan Indonesia sebagai poros maritim Dunia sebenarnya bukan basa-basi karena kepentingan politik semata. Gagasan ini harus didasarkan berbagai kajian ilmiah, baik sejarah, politik, sosial-budaya, ekonomi, pertahanan, dan keamanan. Hal yang pernah terjadi ratus tahun lampau pada zaman penjajahan Portugis maupun Belanda sebenarnya harus menjadi rujukan mewujudkan gagasan poros maritim dunia.

Bangsa Barat, Timur Tengah, dan Asia lainnya sejak lama memuliakan wilayah potensial di Nusantara, yakni kawasan timur, sehingga menjadi ajang perebutan kekuasaan politik dan ekonomi hanya karena wilayah-wilayah tersebut merupakan primadona yang menghasilkan rempah-rempah unggulan bagi kebutuhan dunia saat itu .

Menjadi poros maritim dunia bukan sekadar lalu lintas seluruh aktivitas perdagangan dunia, berdasarkan pendekatan masa lalu (sejarah) perjalanan perdagangan sutra yang pernah dipelopori oleh Tiongkok pada masa itu. Dengan gagasan poros maritim dunia, berarti Indonesia harus menjadi penentu kebijakan dalam tata kelola dunia kemaritiman sehingga benar-benar merupakan bangsa yang disegani dan dihormati bangsa lain.

Tanpa itu, gagasan ini hanya menjadi slogan suatu rezim pemerintahan baru yang tanpa makna dan mungkin akan menjadi korban kebijakan bangsa lain yang memiliki konsep atau gagasan serta kebijakan yang substansial dan konsisten terhadap laut sebagai wadah maritim dunia.

Eksistensi Negara Maritim

Menyimak Indonesia sebagai negara maritim terbesar di dunia, ternyata banyak masalah yang menghimpit Indonesia sehingga negeri ini belum berdaya, berjaya, serta berdaulat di negara sendiri, khususnya di laut. Ada beberapa isu yang patut mendapat perhatian.

Pertama, bangsa Indonesia kurang belajar dari peristiwa dan sejarah masa lalu ketika nenek moyang bangsa Indonesia pernah berjaya di laut (Laksamana Agus Suhartono, Sarasehan Indonesia Poros Maritim Dunia Laut).

Kedua, bangsa Indonesia belum pernah berdaulat di laut karena wilayah kita banyak dimasuki kapal-kapal asing tanpa mampu dideteksi dengan baik. Jangankan kapal dagang atau kapal perang, ternyata kapal ikan di wilayah kepulauan Aru saja sulit sekali dideteksi.

Ketiga, wilayah yang menjadi poros maritim dunia dan menjadi primadona di Eropa dan Asia serta Timur Tengah, seperti Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara Timur (NTT), saat ini menjadi tertinggal karena belum ada kebijakan khusus guna mengangkat dan mengembalikan kejayaannya seperti masa lalu. Ini menjadi daya tarik bangsa bangsa Eropa, Asia, dan Timur Tengah.

Keempat, satu rezim ke rezim yang lain belum sepenuhnya, mengambil kebijakan menjadikan laut sebagai bagian penting dan integral dalam pembangunan secara holistik.

Kelima, pemerintah Indonesia sepertinya berada di bawah bayang-bayang kekuasaan atau kekuatan besar dunia; seperti Amerika Serikat (AS), Rusia, Jepang, dan Tiongkok, karena mendapat tekanan untuk mengikuti berbagai kebijakan dan keputusan politik global yang sering merugikan kepentingan dalam negeri Indonesia.

Keenam, sumber daya alam yang melimpah, termasuk rempah di wilayah timur Indonesia, belum menjadi pemicu utama bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan dalam pengelolaan sumber daya alam, terutama di laut, ternyata lebih menguntungkan para investor dan negara tertentu.

Ketujuh, konsistensi dalam pengelolaan sumber daya alam khususnya rempah rempah, melalui kebijakan politik pada tataran nasional maupun lokal, belum bersinergi dalam menopang Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Kedelapan, politik nasional masih dikungkung kepentingan sektoral. Untuk membangun bangsa pada semua tataran agar dapat menjadi kekuatan penyeimbang secara berkelanjutan, dibutuhkan kebijakan yang fokus ke laut.

Kesembilan, saat ini tawaran Tiongkok bekerja sama dengan Indonesia terkait gagasan jalur sutra maritim abad ke-21 dengan mengucurkan investasi guna pelabuhan khusus (“Tajuk”, Sinar Harapan Jakarta, 22 September), merupakan tawaran menarik. Namun, apakah Indonesia bisa berdaya dan berdaulat di wilayah maritimnya?

Poros Maritim Ideal

Gagasan ini secara politis mulai disampaikan dalam kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014. Bagaikan gayung bersambut, semua orang mulai tergiur membicarakan Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Alasan atau argumentasi yang kuat menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia itu karena Indonesia memiliki posisi penting dan strategis serta mempunyai wilayah laut yang luas dibandingkan wilayah darat. Ini sebenarnya merupakan argumentasi klasik.

Alasan utama yang ideal dan harus menjadi fokus adalah menjadikan Indonesia sebagai kekuatan penyeimbang dan penentu dalam tatanan pergaulan global. Artinya, dari berbagai aspek—baik pertahanan keamanan, politik, ekonomi, dan sebagainya—Indonesia harus menjadi negara yang diperhitungkan di dunia.

Jadi setiap pengambilan keputusan dalam tata kelola global atau kancah perpolitikan dunia, yang khusus terkait dengan masalah maritim, Indonesia harus menjadi negara penentu kebijakan global tentang masalah maritim tersebut.

Oleh karena itu, Indonesia harus membenahi secara baik dan memosisikan diri sebagai pihak yang berposisi tawar kuat. Tanpa itu, konsep poros maritim dunia ibarat slogan dan isapan jempol belaka sehingga akhirnya dapat dijadikan sebagai pemicu memperjuangkan kepentingan bangsa bangsa lain, yang memiliki daya tawar kuat dalam tataran global.

Wilayah timur Indonesia sejak dahulu menjadi pencaturan politik dan perdagangan global terkait rempah-rempah. Saat itu, bagian dari wilayah Nusantara ini merupakan primadona sehingga menjadi poros maritim dunia. Wilayah Maluku dan Maluku Utara terkenal dengan rempah-rempah yang merupakan kekayaan alam yang mengharumkan Nusantara ke mancanegara.

Ke depan, Indonesia harus menjadi pemain utama dalam menentukan arah dan kebijakan poros maritim dunia. konsep yang ideal adalah Indonesia harus unggul, berdaulat, dan berjaya karena mempunyai posisi bargaining yang kuat dalam tataran global.

Selain itu, pemerintah harus mampu membuat kebijakan yang holistik dan menyentuh berbagai potensi sumber daya yang tersedia, termasuk rempah-rempah, sebagai penopang konsep dan implementasi Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Pendekatan yang dilakukan pemerintah tidak boleh parsial, namun secara utuh baik dari aspek sejarah, politik, hukum, ekonomi, pertahanan, dan keamanan sehingga mampu memberikan topangan yang kuat dalam implementasi Indonesia sebagai poros maritim dunia, juga mampu untuk masa mendatang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar