Gagasan
Indonesia sebagai Poros Maritim
MJ Saptenno ; Guru Besar Universitas Pattimura, Ambon
|
SINAR
HARAPAN, 26 September 2014
Tak terbantahkan bahwa Indonesia adalah negara maritim terbesar di
dunia karena wilayah laut yang lebih luas dari daratan.
Jauh sebelum merdeka, nenek moyang bangsa Indonesia sudah berjaya di
laut. Dengan kamampuan yang terbatas, laut menjadi bagian dari kehidupan.
Laut menjadi primadona karena mereka bangga dengan laut yang menjanjikan
kehidupan bagi generasi secara berkelanjutan .
Sejak Indonesia merdeka, hanya slogan manis yang menggema dan membakar
semangat untuk memandang laut sebagai bagian perjuangan untuk membangun
bangsa dan negara. Kenyataannya, dari rezim ke rezim, belum ada kebijakan
yang dapat memuliakan laut.
Memuliakan laut berarti membangun laut dari semua aspek, baik hukum,
ekonomi, politik, sosial budaya, pertahanan, dan sebagainya. Ini menjadi
kekuatan baru, yang disegani bangsa bangsa lain di dunia.
Kekuatan baru sebagai poros maritim dunia, berarti Indonesia harus
mempunyai daya tawar yang kuat, tidak sekadar pernyataan politik semata.
Dengan menjadi poros maritim, gagasan itu menjadi pemicu perubahan tatanan
dunia baru, terkait pengelolaan aspek kemaritiman.
Gagasan menjadikan Indonesia sebagai poros maritim Dunia sebenarnya
bukan basa-basi karena kepentingan politik semata. Gagasan ini harus
didasarkan berbagai kajian ilmiah, baik sejarah, politik, sosial-budaya,
ekonomi, pertahanan, dan keamanan. Hal yang pernah terjadi ratus tahun lampau
pada zaman penjajahan Portugis maupun Belanda sebenarnya harus menjadi
rujukan mewujudkan gagasan poros maritim dunia.
Bangsa Barat, Timur Tengah, dan Asia lainnya sejak lama memuliakan
wilayah potensial di Nusantara, yakni kawasan timur, sehingga menjadi ajang
perebutan kekuasaan politik dan ekonomi hanya karena wilayah-wilayah tersebut
merupakan primadona yang menghasilkan rempah-rempah unggulan bagi kebutuhan
dunia saat itu .
Menjadi poros maritim dunia bukan sekadar lalu lintas seluruh aktivitas
perdagangan dunia, berdasarkan pendekatan masa lalu (sejarah) perjalanan
perdagangan sutra yang pernah dipelopori oleh Tiongkok pada masa itu. Dengan
gagasan poros maritim dunia, berarti Indonesia harus menjadi penentu
kebijakan dalam tata kelola dunia kemaritiman sehingga benar-benar merupakan
bangsa yang disegani dan dihormati bangsa lain.
Tanpa itu, gagasan ini hanya menjadi slogan suatu rezim pemerintahan
baru yang tanpa makna dan mungkin akan menjadi korban kebijakan bangsa lain
yang memiliki konsep atau gagasan serta kebijakan yang substansial dan
konsisten terhadap laut sebagai wadah maritim dunia.
Eksistensi
Negara Maritim
Menyimak Indonesia sebagai negara maritim terbesar di dunia, ternyata
banyak masalah yang menghimpit Indonesia sehingga negeri ini belum berdaya,
berjaya, serta berdaulat di negara sendiri, khususnya di laut. Ada beberapa
isu yang patut mendapat perhatian.
Pertama, bangsa Indonesia kurang belajar dari peristiwa dan sejarah
masa lalu ketika nenek moyang bangsa Indonesia pernah berjaya di laut
(Laksamana Agus Suhartono, Sarasehan Indonesia Poros Maritim Dunia Laut).
Kedua, bangsa Indonesia belum pernah berdaulat di laut karena wilayah
kita banyak dimasuki kapal-kapal asing tanpa mampu dideteksi dengan baik.
Jangankan kapal dagang atau kapal perang, ternyata kapal ikan di wilayah
kepulauan Aru saja sulit sekali dideteksi.
Ketiga, wilayah yang menjadi poros maritim dunia dan menjadi primadona
di Eropa dan Asia serta Timur Tengah, seperti Maluku, Papua, dan Nusa
Tenggara Timur (NTT), saat ini menjadi tertinggal karena belum ada kebijakan
khusus guna mengangkat dan mengembalikan kejayaannya seperti masa lalu. Ini
menjadi daya tarik bangsa bangsa Eropa, Asia, dan Timur Tengah.
Keempat, satu rezim ke rezim yang lain belum sepenuhnya, mengambil
kebijakan menjadikan laut sebagai bagian penting dan integral dalam
pembangunan secara holistik.
Kelima, pemerintah Indonesia sepertinya berada di bawah bayang-bayang
kekuasaan atau kekuatan besar dunia; seperti Amerika Serikat (AS), Rusia,
Jepang, dan Tiongkok, karena mendapat tekanan untuk mengikuti berbagai
kebijakan dan keputusan politik global yang sering merugikan kepentingan
dalam negeri Indonesia.
Keenam, sumber daya alam yang melimpah, termasuk rempah di wilayah
timur Indonesia, belum menjadi pemicu utama bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Kebijakan dalam pengelolaan sumber daya alam, terutama di laut, ternyata
lebih menguntungkan para investor dan negara tertentu.
Ketujuh, konsistensi dalam pengelolaan sumber daya alam khususnya
rempah rempah, melalui kebijakan politik pada tataran nasional maupun lokal,
belum bersinergi dalam menopang Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Kedelapan, politik nasional masih dikungkung kepentingan sektoral.
Untuk membangun bangsa pada semua tataran agar dapat menjadi kekuatan
penyeimbang secara berkelanjutan, dibutuhkan kebijakan yang fokus ke laut.
Kesembilan, saat ini tawaran Tiongkok bekerja sama dengan Indonesia
terkait gagasan jalur sutra maritim abad ke-21 dengan mengucurkan investasi
guna pelabuhan khusus (“Tajuk”, Sinar
Harapan Jakarta, 22 September), merupakan tawaran menarik. Namun, apakah
Indonesia bisa berdaya dan berdaulat di wilayah maritimnya?
Poros
Maritim Ideal
Gagasan ini secara politis mulai disampaikan dalam kampanye Pemilihan
Presiden (Pilpres) 2014. Bagaikan gayung bersambut, semua orang mulai tergiur
membicarakan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Alasan atau argumentasi yang kuat menjadikan Indonesia sebagai poros
maritim dunia itu karena Indonesia memiliki posisi penting dan strategis
serta mempunyai wilayah laut yang luas dibandingkan wilayah darat. Ini
sebenarnya merupakan argumentasi klasik.
Alasan utama yang ideal dan harus menjadi fokus adalah menjadikan
Indonesia sebagai kekuatan penyeimbang dan penentu dalam tatanan pergaulan
global. Artinya, dari berbagai aspek—baik pertahanan keamanan, politik,
ekonomi, dan sebagainya—Indonesia harus menjadi negara yang diperhitungkan di
dunia.
Jadi setiap pengambilan keputusan dalam tata kelola global atau kancah
perpolitikan dunia, yang khusus terkait dengan masalah maritim, Indonesia
harus menjadi negara penentu kebijakan global tentang masalah maritim
tersebut.
Oleh karena itu, Indonesia harus membenahi secara baik dan memosisikan
diri sebagai pihak yang berposisi tawar kuat. Tanpa itu, konsep poros maritim
dunia ibarat slogan dan isapan jempol belaka sehingga akhirnya dapat
dijadikan sebagai pemicu memperjuangkan kepentingan bangsa bangsa lain, yang
memiliki daya tawar kuat dalam tataran global.
Wilayah timur Indonesia sejak dahulu menjadi pencaturan politik dan
perdagangan global terkait rempah-rempah. Saat itu, bagian dari wilayah
Nusantara ini merupakan primadona sehingga menjadi poros maritim dunia.
Wilayah Maluku dan Maluku Utara terkenal dengan rempah-rempah yang merupakan
kekayaan alam yang mengharumkan Nusantara ke mancanegara.
Ke depan, Indonesia harus menjadi pemain utama dalam menentukan arah
dan kebijakan poros maritim dunia. konsep yang ideal adalah Indonesia harus
unggul, berdaulat, dan berjaya karena mempunyai posisi bargaining yang kuat dalam tataran global.
Selain itu, pemerintah harus mampu membuat kebijakan yang holistik dan
menyentuh berbagai potensi sumber daya yang tersedia, termasuk rempah-rempah,
sebagai penopang konsep dan implementasi Indonesia sebagai poros maritim
dunia.
Pendekatan yang dilakukan pemerintah tidak boleh parsial, namun secara
utuh baik dari aspek sejarah, politik, hukum, ekonomi, pertahanan, dan
keamanan sehingga mampu memberikan topangan yang kuat dalam implementasi
Indonesia sebagai poros maritim dunia, juga mampu untuk masa mendatang. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar