Rekayasa
Demografi Masa Depan
Sri Moertiningsih Adioetomo ; Guru Besar Ekonomi Kependudukan FEUI
|
KOMPAS,
29 September 2014
Salah satu kebijakan presiden terpilih Jokowi adalah peningkatan
produktivitas dan daya saing bangsa. Ini harus dikerjakan mulai dari sektor
hulu, menengah, hingga hilir dengan
konsep siklus hidup, dari kandungan sampai lansia, dan berperspektif jender.
Profil demografi Indonesia masa depan harus direkayasa dari sekarang.
Di sektor hulu, pengembangan modal manusia berkualitas dimulai sejak
dalam kandungan. Pada 2015 jumlah anak di bawah 14 tahun adalah 70 juta, 71
juta pada 2019, dan menurun karena KB menjadi 66 juta pada 2035. Dimulai dari
1.000 hari pertama kehidupan (E Achadi, 2014), janin harus memperoleh makanan
dan gizi cukup, ibunya tidak anemia, berat dan tinggi badan ibu cukup, serta
persiapan prahamil. Ini pembentukan keterampilan kognitif yang memengaruhi
capaian pendidikan dan nantinya merupakan determinan pertumbuhan ekonomi
(Hanushek dan Woessman, 2008).
Dilanjutkan dengan pendidikan usia dini di luar rumah dan dalam
keluarga, pola asuh anak lelaki dan perempuan adalah awal pembentukan soft
skill, disiplin, keteraturan, keterampilan hidup, suka bekerja, berkomitmen
terhadap hasil kerja, berani ambil risiko, bertanggung jawab, inovatif dan
kreatif, serta pengelolaan uang jajan yang arif. Ini akar kewirausahaan.
Pasangan suami istri yang berKB merencanakan kehamilan dan kelahiran
anak dengan cermat dan berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan dasar anaknya,
pendidikan, dan layanan kesehatan berkualitas. Menginjak remaja, pendidikan
kesehatan reproduksi penting agar remaja mampu merawat dan melindungi
tubuhnya dari perilaku tidak sehat berisiko, seperti merokok, miras, narkoba,
kekerasan, dan pelecehan.
Di sektor menengah, transisi dari sekolah menuju dunia kerja. Jumlah
penduduk usia kerja tahun depan 164 juta, meningkat 172 juta (2019), dan
mencapai 192 juta (2035). Anak lelaki dan perempuan harus selesai pendidikan
dasar 12 tahun bahkan sarjana. Banyak lulusan atau putus sekolah memasuki
pasar kerja tanpa keterampilan dan kompetensi yang dibutuhkan di pasar kerja.
Kualitas penduduk usia kerja saat ini memprihatinkan. Perlu tambahan
keterampilan usia kerja muda. Studi menemukan bahwa Indonesia mengalami
krisis keterampilan (Adioetomo, dkk.
2010). Perlu kejelasan, siapa yang bertanggung jawab menjembatani
transisi sekolah ke dunia kerja? Pembentukan etos kerja dan soft skill
diprioritaskan dalam mengisi kerangka konsep revolusi mental. Penyediaan
lapangan kerja harus diutamakan untuk memungkinkan pekerja hidup layak,
memenuhi kebutuhan hidup, memenuhi hak-hak dasar anaknya agar nantinya bisa
memutus rantai kemiskinan
antargenerasi. Ditambah bahwa penduduk usia kerja bisa menabung dan
membayar iuran asuransi sosial kesehatan dan
jaminan hari tua.
Jangan
tua sebelum kaya
Tahun depan jumlah warga lansia Indonesia 21 juta, menjadi 26 juta
(2019), dan 48 juta (2035). Warga lansia berisiko kehilangan pekerjaan dan
penghasilan, biaya kesehatan meningkat karena penyakit degeneratif, terutama
lansia perempuan, serta dukungan keluarga yang menyempit karena migrasi.
Pemerintah umumnya tidak siap, di samping ruang fiskal yang sempit. Anggapan
bahwa warga lansia adalah beban harus direvisi. Warga lansia kini lebih
berpendidikan, lebih sehat, dan lebih terpapar informasi. Banyak yang masih
bekerja, menggunakan gadget terpapar TI yang dapat memperluas hubungan dengan
dunia luar, dengan anak dan kerabat yang tinggal di lain tempat.
Hubungan antargenerasi bisa dilakukan tidak sebatas di dalam rumah. TI
memungkinkan warga lansia mencari informasi bagaimana hidup sehat meski
kendala penyakit degenerasi, mencari tempat pelayanan kesehatan yang
diperlukan. Pemerintah harus memfasilitasi warga lansia yang masih ingin
bekerja, memperpanjang usia pensiun, dan memberdayakan keluarga serta masyarakat
untuk peduli warga lansia. Agar warga lansia tetap aktif dan produktif, perlu
disiapkan sejak usia kerja, dengan pola hidup sehat, makan dan gizi sehat,
olahraga secara teratur, dan hindari merokok. Pemberi kerja mengubah pola
rekrutmen menampung warga lansia sehat produktif dengan pola kerja sesuai
dengan kondisi fisik lansia. Kalau tercapai, Indonesia bakal mencapai bonus
demografi kedua dikontribusikan oleh warga lansia.
Yang
harus dikerjakan
Ini investasi jangka panjang menjadi tanggung jawab semua pemangku
kepentingan di pemerintahan, swasta, dan masyarakat. Perlu seorang menteri
kependudukan yang profesional, mempunyai pemahaman komprehensif sektor hulu,
menengah, dan hilir. Mempunyai kepemimpinan kuat, visioner, dan mampu
menggerakkan semua pemangku kepentingan. Ibarat seorang dirigen sebuah
konser, concerted effort, dengan kewenangan yang legal, berbagi visi mencapai
profil penduduk masa depan yang kita kehendaki. Semua ini memerlukan
tersedianya data akurat dan terbaru untuk perencanaan, pemantauan, dan
evaluasi pembangunan. Masyarakat perlu dibekali dengan literasi demografi
untuk mengawal kebijakan dan program pemerintah.
Semoga kementerian kependudukan yang akan dibentuk mampu menelurkan
kebijakan menyeluruh bagi bangsa Indonesia produktif dan berdaya saing di
masa depan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar