Minggu, 07 September 2014

Kitab Kuning dan Tantangan Radikalisme

Kitab Kuning dan Tantangan Radikalisme

Khamami Zada  ;   Dosen Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
KORAN SINDO, 05 September 2014

                                      
                                                      

Islam di Indonesia kini dihadapkan pada situasi pelik dan mengkhawatirkan. Aksi kekerasan dan terorisme yang dimotori sebagian kelompok Islam masih menjadi permasalahan serius.

Ironisnya, setelah sekian lama kita disibukkan dengan fenomena gerakan dan jaringan terorisme, kini kita juga disibukkan oleh fenomena gerakan kekhalifahan Islam yang mengancam kedaulatan bangsa seperti yang dilakukan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Padahal, Indonesia adalah yang dikenal memiliki paham keagamaan yang toleran sejak berabad-abad lalu.

Paham keagamaan yang lama dibentuk oleh para ulama pesantren kini mulai terkoyak oleh paham baru yang berasal dari Timur Tengah. Paham keagamaan masyarakat pun mulai bergeser ke arah yang militan dan radikal. Fenomena ini telah menjadi tantangan baru bagi masyarakat Islam yang memiliki paham keagamaan moderat.

Dari Moderat ke Radikal

Maraknya aksi radikalisme dan terorisme di Tanah Air sejatinya bentuk dari perubahan gerakan Islam di Indonesia. Muslim Indonesia yang dulunya dikenal sebagai muslim yang toleran, moderat, dan damai, sekarang ini telah berubah menjadi radikal dan militan. Ini terlihat dari aksi kekerasan dan terorisme yang menghiasi gerakan Islam di Indonesia. Tak henti-hentinya Detasemen Khusus (Densus) 88 Mabes Polri menangkap para pelaku terorisme. Kini situasi bertambah sulit seiring perkembangan gerakan Islam.

Radikalisme di Indonesia telah bertransformasi dalam sejumlah gerakan. Radikalisme tidak hanya bertransformasi ke dalam gerakan terorisme, tetapi juga telah mengarah pada gerakan radikal yang berorientasi pada kekhalifahan Islam. Sebut saja ISIS yang berhasil merebut sejumlah kota dengan jalan kekerasan. Setelah ISIS mulai berkembang di Tanah Air, perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat Indonesia pun bermunculan. Pemerintah dengan cepat melarang gerakan ISIS berkembang di Tanah Air. Masyarakat pun ramai-ramai menolak gerakan ISIS.

Baru saja muncul di ruang publik, ISIS langsung dilarang dan ditolak oleh pemerintah dan masyarakat. Fenomena berkembang gerakan radikalisme ini semakin mengukuhkan pandangan sebagian besar orang betapa gerakan transnasional Islam mudah masuk ke dalam wilayah Indonesia. Tampaknya, Indonesia tempat yang subur bagi perkembangan gerakan Islam transnasional. Masyarakat muslim Indonesia mudah sekali terpengaruh oleh gerakan Islam yang datang dari Timur Tengah. Tak heran jika ISIS di Indonesia mudah menyebar ke sejumlah wilayah di Tanah Air.

Kecenderungan ini mirip dengan perkembangan gerakan radikal Islam lain seperti Al-Qaeda dalam bentuk Jamaah Islamiyah yang berhasil melancarkan aksi terorisme. Keterkaitan kelompok- kelompok Islam dengan jaringan terorisme telah menjadi ancaman serius bagi perkembangan Islam di Indonesia. Hal yang paling disayangkan dari tipikal organisasi radikal ini adalah pandangannya yang ekstrem terhadap negara Indonesia.

Mereka berpandangan negara Indonesia dipimpin oleh thaghut yang pantas diperangi. Pada gilirannya, paham ini menyebar luas di kalangan umat Islam. Tak heran jika aksi terorisme dalam dua dekadeterakhirterusterjadi. Aksiterorismenya pun telah dikembangkan sasarannya dari tempat-tempat yang berhubungan dengan Amerika Serikat dan negara-negara Barat. Kini sasarannya diarahkan ke aparat kepolisian negara. Ini semua menunjukkan bahwa radikalisme Islam di Indonesia mengalami transformasi dan metamorfosis sesuai perkembangan nasional dan global.

Transformasi Kitab Kuning

Berkembangluas gerakan radikal-transnasional di Tanah Air tak lepas dari perubahan orientasi umat Islam terhadap sumber pengetahuannya setelah menurunnya minat umat Islam terhadap kitab kuning. Padahal kitab kuning sejak berabad-abad yang lalu telah menjadi sumber rujukan pengetahuan Islam. Kitab kuning adalah sumber utama umat Islam setelah Alquran dan Sunnah. Para ulama telah menumpahkan seluruh pengetahuannya dalam kitab kuning sehingga umat Islam dapat memahami ajaran Islam dengan baik.

Tapi, pada zaman seperti sekarang ini umat Islam mulai meninggalkan kitab kuning. Ini karena sulitnya mereka mengakses pengetahuan dalam kitab kuning akibat tidak memiliki seperangkat ilmu pengetahuan yang memadai. Di samping itu, mudahnya umat Islam mengakses pengetahuan keagamaan melalui internet juga menjadikan mereka lebih sering menggunakan internet. Akibat itu, pengetahuan mereka sangat instan dan tidak memiliki fondasi yang kuat. Anakanak muda zaman sekarang mencari pengetahuan Islam dengan jalan mengakses di internet.

Pada gilirannya mereka tidak mampu memfilter mana pengetahuan yang sesuai ajaran dasar Islam. Mereka pun mudah dipengaruhi ajakan untuk berbuat kekerasan atas nama agama. Di sinilah ruang yang terbuka bagi pembentukan pemahaman keagamaan yang radikal. Aksi terorisme juga banyak dipengaruhi oleh paham keagamaan yang tersebar di internet.

Dalam konteks inilah diperlukan kontra radikalisme (counter radicalism) dalam bentuk respons terhadap wacana, pemikiran, dan gagasan yang disebarkan oleh para pelaku jaringan terorisme di ruang publik. Tujuan utama counter radicalism adalah menyediakan informasi dan pengetahuan yang qualified tentang tafsir-tafsir keagamaan kepada masyarakat (Angel Rabasa dkk., Deradicalizing Islamist Extremist, 2010).

Media yang efektif untuk melakukan counter radicalism adalah media publik yang dapat diakses oleh masyarakat secara luas dan media komunitas yang dapat diakses secara spesifik oleh komunitas tertentu. Daya jangkau yang sangat luas dari media publik seperti televisi, radio, surat kabar, dan internet dapat meng-cover seluruh masyarakat. Jika dilakukan secara masif dan intensif, daya pengaruhnya akan sangat besar sekali. Namun, pilihan ini memerlukan budget yang sangat besar sehingga seringkali dilakukan secara sporadis dan tidak membawa dampak yang signifikan.

Paul Pendleton (2008) justru berpendapat lain bahwa counter ideologies efektif jika mampu memperlemah ideologi teroris, bukan pada besarnya populasi. Karena itulah, penguatan kitab kuning sebagai sumber rujukan umat Islam mesti terus dilakukan. Kitab kuning tidak hanya diajarkan di pesantren-pesantren, tapi juga ditransformasikan ke dalam wacana publik yang mudah dipahami dan mudah diakses oleh publik.

Kitab kuning tidak hanya menjadi buku yang dibaca di pesantren, tapi juga menjadi aplikasi teknologi informatika yang sekarang ini digemari generasi muda. Ini dilakukan agar generasi muda memiliki pengetahuan keagamaan yang kuat sehingga dapat membentengi diri dari ajakan dan pengaruh gerakan radikal apa pun. Dengan dasar-dasar keagamaan yang kuat, mereka mampu memfilter paham keagamaan yang datang sehingga mereka tidak mudah terjebak terlibat dalam jaringan radikalisme dan terorisme.

Di sinilah transformasi kitab kuning menemukan elan vitalnya dalam membentuk paham keagamaan masyarakat secara kontekstual sesuai zamannya. Karena itulah, Kementerian Agama sudah sepatutnya mengembangkan kontekstualisasi kitab kuning yang sesuai zamannya dalam perangkat teknologi informasi sehingga mudah diakses oleh masyarakat. Dengan kondisi yang demikian ini, generasi muda Islam tidak mudah terjebak dalam jaringan radikalisme dan terorisme.

Dengan begitu, kitab kuning akan selalu diakses sebagai bagian dari pembentukan paham keagamaan yang sejalan dengan nilai-nilai keindonesiaan sehingga Islam di Indonesia tampil dengan karakternya yang adaptif dan kontekstual. Dengan kata lain, Islam tidak tampil dengan wajah yang keras dan cenderung melakukan aksi kekerasan, tapi tampil dengan wajah yang moderat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar