Sabtu, 06 September 2014

Dulu Ditinggalkan, Kini Jadi Sandaran

PELABUHAN TELUK BAYUR

Dulu Ditinggalkan, Kini Jadi Sandaran

Afrianita  ;   Redaktur Haluan
HALUAN, 05 September 2014

                                                                                                                       
                                                      

Dulu, para pengu­saha ekspor di Su­matera Barat lebih banyak mengekspor komoditi melalui Pelabuhan Belawan Medan ketimbang melalui Pelabuhan Teluk Bayur.
Pelabuhan Teluk Bayur di Kota Padang Sumatera Barat ter­nyata tak mampu menjadi raja di negeri sendiri. Terbukti, pengusaha ekspornya banyak yang pindah ke lain hati.
Minimnya fasilitas pela­buhan memicu biaya tinggi sehingga pengusaha ekspor di Sumbar sungkan untuk me­rapat di pelabuhan sendiri.
Namun sejak dua tahun belakangan, kondisinya mulai banyak berubah. Kini hampir semua pengiriman komoditas ekspor sudah melalui Pela­buhan Teluk Bayur.
Dengan peralatan yang memadai, membuat arus bongkar muat lebih cepat sehingga tidak ada lagi kapal-kapal di Pelabuhan Teluk Bayur bersandar lama.
Setiap pemilik barang, tidak perlu lagi kecewa karena harus mengeluarkan cost besar. Pasalnya, karena zero antre, ongkos laut semakin murah.
“Sekarang pengiriman ko­moditas ekspor sudah hampir semuanya atau sekitar 80 persen sudah melalui Pela­buhan Teluk Bayur,” ujar Eksportir Sumatera Barat Ramal Saleh, Kamis (4/9/14).
Dikatakan Ramal Saleh, setiap bulannya rata-rata dirinya mengekspor komoditi sebanyak 20-30 kontainer dengan 4-5 kali pengiriman.
Namun demikian, dulunya tak semua melalui Teluk Bayur, namun lebih banyak melalui Pelabuhan Belawan Medan. Namun kini hampir semuanya sudah melalui Pelabuhan Teluk Bayur.
Hanya untuk beberapa komoditi yang kapalnya tidak ada di Pelabuhan Teluk Bayur, barulah pengiriman dialihkan ke Pelabuhan Belawan Medan.
Menurut eksportir yang pernah meraih penghargaan eksportir berprestasi nasional tersebut, kondisi meng­gem­birakan ini sudah terja­di sejak dua tahun terakhir.
Pelabuhan Teluk Bayur kini menurutnya sudah bisa di­andalkan. Sudah banyak peru­bahan yang terjadi di Pelabuhan Teluk Bayur yang dulunya bernama “Emmahaven” ini.
Dikatakannya, kini Teluk Bayur sebagai pelabuhan internasional, sudah sangat mampu memberikan pelayanan yang sesuai dengan standarnya.
Penambahan dermaga dan peningkatan fasilitas alat berat di Pelabuhan Teluk Bayur kini sudah mampu menjamin ke­lancaran pengiriman barang ekspor ke luar negeri agar lebih tepat waktu. Dulu, proses bongkar-muat di pelabuhan masih kurang optimal karena seluruh proses bongkar-muat masih dikerjakan secara konvensional.
Proses bongkar muat di satu unit kapal bisa makan waktu seharian sehingga waktu sandar kapal juga lebih lama dan biaya yang dikeluarkan oleh pengusaha untuk sandar kapal juga lebih tinggi.
Apalagi dengan crane kapal, proses bongkar muat juga sangat tergantung kondisi alam. Kalau hari hujan, aktifitas bongkar muat tidak bisa dilakukan.  Pengiriman barang yang dijanjikan pada pembeli di luar negeri, juga menjadi terlambat. Kondisi masa lalu itu membuat eksportir banyak gigit jari. Sebab terlanjut sudah berjanji, tapi tak bisa menepati.
Sebab karena kondisi cuaca, aktifitas bongkar muat jadi terganggu, akibatnya sam­painya barang ke luar negeri juga jadi tak tepat waktu, dan tentu mengganggu hubungan dengan pembeli.
Ya, dulu crane atau pera­latan bongkar muat masih bergantung pada musim dalam operasionalnya. Jika musim hujan, crane tidak bisa difung­sikan sehingga aktivitas pelabuhan juga terhenti.
Lainnya, dermaga juga belum memungkinkan. Fa­silitas dermaga dulu hanya untuk sekitar 4-5 unit kapal saja, masih belum maksimal dalam menampung jumlah kapal yang masuk.
Kondisi demikian menye­babkan terjadinya antrian yang panjang dan waktu tunggu kapal yang lama yang meng­akibatkan penambahan cost bagi pemilik barang.
Bayangkan saja, jika kapal berbobot mati 30.000 ton tertunda sandar dan tak melakukan aktivitas apa pun dalam sehari maka sama saja dengan membuang uang Rp175 juta.  Namun demikian setelah renovasi dan pe­mugaran besar-be­saran, saat ini tercatat pelabuhan Teluk Bayur me­ru­­­pakan pelabuhan tersibuk di tanah air. Dikelola oleh PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) atau IPC Cabang Teluk Bayur, sekaligus menjadi terminal peti kemas pertama di Sumatera Barat. Berdiri di areal seluas 46.886 meter persegi, yang mampu menampung lebih empat ribu boks peti kemas.
“Dengan diresmikannya pelabuhan Teluk Bayur, Sum­bar akan kebanjiran investor. Satu-satunya pelabuhan saat ini yang zero antre,” kata Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan, Senin (29/4/2013) seperti dikutip dari liputan 6.com.
Berbicara Teluk Bayur, sebelumnya adalah berbicara kapal tunggu sekitar 20 kapal. Tapi Kini tidak ada lagi kapal yang antre untuk sandar.
Bandingkan dengan kondisi sebelumnya, waktu tunggu kapal rata-rata bisa 15-20 hari, maka saat ini sandar langsung bisa bongkar atau zero waiting time.  Tahun 2011 lalu sudah dilakukan investasi untuk pembenahan Teluk Bayur dengan nilai Rp675 miyiar yang mampu menangani  Ter­minal Peti Kemas Teluk Bayur.
Sebagai  pelabuhan inter­nasional, kapa­sitas Teluk Bayur kian diperbesar. Di­leng­­kapi dengan peralatan modern, pelabuhan samudera ini mam­pu menangani ber­bagai jenis barang. Antara lain batu bara, minyak kelapa sawit, dan semen. Termasuk terminal petikemas untuk hasil bumi seperti kayu manis, teh, moulding furniture serta karet yang menjadi komoditas ung­gulan ekspor ke Amerika Serikat, Eropa, Asia, Australia dan Afrika.
Teluk Bayur sekarang adalah pelabuhan terbesar di Pulau Sumatera, bahkan bisa disebut sebagai The Giant Port. Kini terus berbenah, menuju pelabuhan internasional pada tahun 2015. Sejak dibenahi, aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Teluk Bayur setiap tahun semakin meningkat. Ber­dasarkan data dari Pelindo II, bongkar muat tahun 2013 mencapai 800.400 ton volume meningkat bila dibandingkan periode yang sama pada 2012.
Kenaikan volume bongkar muat tersebut juga didukung dengan keberadaan bagian dermaga umum yang menjadi bagian lain dari pendapatan pelabuhan.
Pelabuhan Teluk Bayur diyakini banyak pihak menjadi kunci utama untuk mewu­judkan Sumbar menjadi pintu gerbang Indonesia barat. Faktor historis dan kenya­taan yang berkembang kini, tak mustahil harapan dan gagasan Sumbar menuju gerbang barat Indo­nesia, bisa semakin mendekati kenyataan.
Dalam sejarah, Sumbar pernah menjadi pusat pertum­buhan dan kebudayaan di pantai barat Sumatera, sejalan dengan kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia.
Di samping itu, Sumbar juga pernah menjadi pusat pendidikan di kawasan barat Indonesia, serta sekarang juga berkembang sebagai daerah tujuan wisata utama di kawa­san ini.
Pelabuhan Teluk Bayur kini sudah berbenah. Sudah sema­kin bisa diandalkan untuk me­nun­jang roda pergerakan eko­nomi pembangunan daerah ini.
Pelabuhan Teluk Bayur yang tua dan bersejarah, telah kembali mampu mengukir sejarah baru. Sejarah baru, karena sempat ditinggalkan, tapi kini kembali jadi tempat bersandar. Sandaran kapal, sandaran pengusaha dan sandaran kehidupan. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar