Dari
Rudi hingga Jero Wacik
Khaerudin dan M Fajar Marta ; Wartawan
Kompas
|
KOMPAS,
04 September 2014
KETIKA
lebih dari setahun lalu menangkap Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana
Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi Rudi Rubiandini, penyelidik Komisi
Pemberantasan Korupsi tidak membayangkan kerja mereka bisa berujung pada
penetapan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik sebagai
tersangka.
Penangkapan
Rudi dan menjadikannya tersangka dalam waktu 1 x 24 jam kemudian sudah luar
biasa. Sebab, penangkapan itu hanya berawal dari informasi yang sangat
sedikit.
Rudi
ditangkap seusai menerima 400.000 dollar AS dari Komisaris Kernel Oil Pte Ltd
Simon Gunawan Tanjaya pada 13 Agustus 2013. Uang suap diterima Rudi melalui
pelatih golf pribadinya, Deviardi alias Ardi.
Dalam
mengembangkan penyidikan kasus ini, KPK menggeledah ruang kerja Sekretaris
Jenderal Kementerian ESDM Waryono Karno dan menemukan uang 200.000 dollar AS.
Nomor seri uang dollar AS itu ternyata berurutan dengan uang yang disita KPK
seusai menangkap Rudi. KPK lalu menetapkan Waryono sebagai tersangka dugaan
penerimaan gratifikasi senilai 200.000 dollar AS.
Dalam
penyelidikan juga diketahui, Waryono diduga melakukan korupsi dalam pengadaan
kegiatan di kementeriannya, seperti kegiatan sepeda sehat, sosialisasi hemat
energi, dan perawatan kantor Setjen ESDM.
Sementara
itu, dari persidangan perkara penangkapan Rudi dan Simon terungkap, Rudi
menerima suap antara lain karena memenuhi permintaan Waryono. SKK Migas
diminta membantu melancarkan pembahasan anggaran Kementerian ESDM di DPR.
Bantuan itu berupa pemberian tunjangan hari raya ke anggota Komisi VII DPR.
Rupanya,
Rudi tak hanya menerima suap dari Simon. Sadapan telepon Ardi mengungkap
pembicaraannya dengan Artha Meris Simbolon. Presiden Direktur PT Kaltim Parna
Industri (KPI) ini meminta Rudi membantu menurunkan formula harga gas untuk
PT Kaltim Pasifik Amoniak, anak perusahaan PT KPI. KPK lalu menetapkan Artha
Meris sebagai tersangka.
Suap ke DPR
Uang
suap yang diterima Rudi dan diakuinya sebagian diberikan untuk THR anggota
Komisi VII DPR semakin terang kebenarannya di persidangan. Saat bersaksi
untuk terdakwa Simon, Rudi mengatakan, uang yang disebut THR untuk anggota
Komisi VII itu diserahkan melalui anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai
Demokrat, Tri Yulianto. ”Mereka mewakili Komisi VII,” katanya.
Rudi
lalu divonis tujuh tahun penjara karena terbukti menerima suap dari Simon.
Dalam amar putusan terhadap Rudi juga dinyatakan, dia pernah menyerahkan
200.000 dollar AS kepada Ketua Komisi VII DPR Sutan Bhatoegana. ”Tanggal 26 Juli 2013, uang itu diserahkan
oleh Deviardi kepada terdakwa di kantornya, dan oleh terdakwa diserahkan ke
Sutan Bhatoegana 200.000 dollar AS. Sisanya disimpan di safe deposit box,”
kata hakim anggota Purwono Edi Santosa saat membacakan amar putusan.
Permintaan
THR dari Komisi VII DPR yang diduga terkait dengan pembahasan APBN-P 2013
untuk Kementerian ESDM ini dibenarkan pengacara Rudi, Rusdi A Bakar. Dia
mengungkapkan, kliennya menelepon Direktur Utama Pertamina (saat itu) Karen
Agustiawan untuk meminta Pertamina ikut menyumbang THR ke Komisi VII. Telepon
Rudi ke Karen itu atas perintah Waryono.
Permintaan
THR ke Pertamina ini diakui pengacara Karen, Rudi Alfonso. Dia mengatakan,
permintaan itu untuk menutup pembahasan anggaran Kementerian ESDM yang
diistilahkan dengan ”tutup kendang”. Namun, Karen menolak permintaan tersebut
karena Pertamina tidak ada hubungan dengan anggaran Kementerian ESDM.
Saat
mengusut dugaan korupsi Waryono dan kasus lain hasil pengembangan penyidikan
perkara Rudi inilah, KPK menemukan indikasi korupsi yang dilakukan Jero.
Sesaat setelah dilantik sebagai Menteri ESDM pada Oktober 2011, Jero meminta
Waryono menambah dana operasional Menteri ESDM yang besarnya Rp 120 juta per
bulan. KPK lalu menemukan, tambahan dana operasional yang diminta Jero itu
digunakan untuk keperluan pribadi, pihak ketiga, dan pencitraan politikus
Partai Demokrat itu.
Modus
Jero meminta tambahan dana operasional menteri ini ternyata, antara lain,
dilakukan dengan memeras rekanan pengadaan di Kementerian ESDM agar
memberikan fee atau kick back. Jero juga melakukan sejumlah kegiatan yang
diduga fiktif untuk mendapatkan tambahan dana itu. Sejak tahun 2011 hingga
2013, Jero diduga menerima Rp 9,9 miliar dari berbagai modus korupsi yang
dilakukannya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar