Gaza
dan Kezaliman Israel
Sumiati Anastasia ;
Kolumnis dan muslimah di Balikpapan
|
JAWA
POS, 16 Juli 2014
ISRAEL
sejak dahulu dikenal sebagai bangsa yang zalim. ”Dan (ingatlah), ketika Kami berjanji kepada Musa (memberikan Taurat,
sesudah) empat puluh malam, lalu kamu menjadikan anak lembu (sembahan)
sepeninggalnya dan kamu adalah orang-orang yang zalim. (Al-Baqarah 2: 51)”
Kezaliman
itu nyata dalam agresi terbaru Israel ke Gaza hari-hari ini. Tidak peduli
Bulan Ramadan, Jalur Gaza, tempat tinggal bagi hampir 2 juta warga Palestina,
yang selama ini diperintah oleh Hamas, sejak Selasa (8/7) kembali dibombardir
dengan serangan udara. Hingga Senin (14/7), korban serangan udara dan tembakan
artileri ke Jalur Gaza mencapai 172 orang dan 1.230 lainnya terluka. Korban
jiwa dan terluka termasuk anak-anak, perempuan, dan kaum lansia. Badan
Pengungsi PBB, UNRWA, mencatat, sekitar 17 ribu warga Gaza mengungsi dalam
kondisi ketakutan. Rumah sakit bagi mereka yang berkebutuhan khusus itu
diserang dan dua tewas, sebagaimana dilansir Maan News, Minggu (13/7).
Voice
of Russia, Senin (14/7), juga melansir kabar terbaru bahwa Israel sedang
menyiapkan serangan darat dengan 20 ribu personel cadangan ke perbatasan guna
membasmi Hamas yang dianggap sebagai teroris oleh Israel. Presiden Palestina
Mahmoud Abbas menyerukan kepada masyarakat internasional untuk melindungi
Gaza.
Melansir
Xinhua, Senin (14/7/2014), Sekjen PBB Ban Ki-moon mendesak kedua pihak untuk
duduk di satu meja dan melakukan dialog damai. Menurut salah seorang juru
bicara Ki-moon, Sekjen PBB itu merasa bersalah dan bertanggung jawab terhadap
insiden kemanusiaan yang melanda wilayah Palestina, khususnya kepada warga
Gaza. Ratusan ribu orang sudah berunjuk rasa di seluruh dunia mengutuk agresi
Israel ke Gaza. Namun, dasar memang zalim, Israel tidak menghentikan
agresinya.
Bahkan,
Paus Fransiskus kali ini juga dilanda kegeraman pada Israel. Pasalnya,
baru-baru ini Paus mengundang Presiden Israel Shimon Perez dan Presiden
Palestina untuk berdoa di sebuah taman di Vatikan bagi perdamaian dengan
diiringi ayat Quran, Injil, dan Taurat yang dibacakan di Vatikan Minggu
(8/6). Paus yang sempat mendatangi Masjid Alaqsa di Jerusalem Senin (26/5) juga
menyeru umat Kristen, Yahudi, dan Islam bekerja sama mengupayakan perdamaian.
Tapi, dasar Isarel zalim, segala doa dan seruan itu tidak digubris. Nafsu
Israel akan perang tengah membuncah.
Dan
agresi ke Gaza kali ini hanya repetisi. Masih segar dalam ingatan kita akan
agresi Israel di Jalur Gaza, 27 Desember 2008–18 Januari 2009, yang
menewaskan 1.400 jiwa dan mencederai 5.000 warga Palestina. Selain warga
sipil, banyak pemimpin Hamas yang tewas. Kita tentu tak pernah lupa bagaimana
tiga rudal Israel menewaskan pendiri sekaligus pemimpin spiritual Hamas,
Syekh Ahmed Yassin, saat dia hendak meninggalkan masjid seusai menunaikan
salat Subuh (22/3/2004). Belum genap sebulan pascawafat Yassin, giliran Abdel
Aziz Rantissi, pengganti Yassin, juga tewas dirudal tentara Israel
(17/4/2004).
Mengapa
Israel sedemikian zalim? Isarel di bawah PM Benjamin Netanyahu dan Menlu-nya,
Avigdor Lieberman, yang berhaluan kanan, memang dikenal tidak menghendaki
dialog atau perdamaian dengan bangsa Palestina. Inilah intinya. Kedua orang
penting di pemerintah Israel terkini itu juga dikenal rasis. Jangan lupa Bibi
punya ayah bernama Ben-Zion Netanyahu, seorang profesor sejarah Yahudi dan
bekas pembantu senior Zeev Jabotinsky. Nama terakhir adalah sosok penggagas
Zionisme Revisionis yang menghalalkan segala cara, termasuk cara kekerasan
dan tindakan rasis untuk mengusir warga Palestina, ketika tanah Palestina
ditetapkan sebagai tempat bagi berdirinya negara Israel yang harus menampung
kembalinya orang Israel (diaspora) dari seluruh dunia. Zeev Jabotinsky juga
banyak mendirikan sayap militer seperti Irgun, organisasi teroris dan militan
di bawah tanah. Bibi jelas sangat terpengaruh Jabotensky.
Lagi
pula, Bibi nyaris tidak punya pengalaman dalam perundingan perdamaian.
Sebaliknya, Bibi punya pengalaman lebih banyak di bidang militer bersama dua
saudaranya, Yonathan dan Iddo. Ketiga Netanyahu bersaudara pernah berdinas di
satuan pengintai Sayeret Matkal. Bahkan, dari kajian psikologi, tampak
seperti ada dendam kesumat dalam hati Bibi mengingat kakaknya yang bernama
Yonatan Netanyahu terbunuh pada Operasi Entebbe pada 1976.
Pengalaman-pengalaman seperti itu jelas memengaruhi pandangan Bibi atas
bangsa Palestina sehingga dia tak mendengar seruan banyak tokoh dunia untuk
menghentikan agresi ke Gaza.
Sedangkan
Avigdor Lieberman lahir 5 Juni 1958 di Kota Kishinev, Moldova. Dia pernah
terlibat dalam gerakan radikal kanan rasialis ”Kach” pimpinan Rabbi Meir
Kahane yang punya tujuan mengusir warga Arab atau Palestina keluar dari
wilayah Israel. Jadi, Bibi dan Lieberman jelas merupakan perancang dan
pengambil keputusan serangan ke Gaza kali ini. Derita warga Palestina sejak
1917, ketika nenek moyang mereka harus menyingkir dari kampung halaman demi
memberikan tempat kepada para imigran Yahudi, entah kapan akan berakhir.
Hanya azab Tuhan yang bisa menghentikan kezaliman Israel. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar