Kamis, 17 Juli 2014

Gaza dan Kezaliman Israel

Gaza dan Kezaliman Israel

Sumiati Anastasia  ;   Kolumnis dan muslimah di Balikpapan
JAWA POS,  16 Juli 2014
                                                


ISRAEL sejak dahulu dikenal sebagai bangsa yang zalim. ”Dan (ingatlah), ketika Kami berjanji kepada Musa (memberikan Taurat, sesudah) empat puluh malam, lalu kamu menjadikan anak lembu (sembahan) sepeninggalnya dan kamu adalah orang-orang yang zalim. (Al-Baqarah 2: 51)”

Kezaliman itu nyata dalam agresi terbaru Israel ke Gaza hari-hari ini. Tidak peduli Bulan Ramadan, Jalur Gaza, tempat tinggal bagi hampir 2 juta warga Palestina, yang selama ini diperintah oleh Hamas, sejak Selasa (8/7) kembali dibombardir dengan serangan udara. Hingga Senin (14/7), korban serangan udara dan tembakan artileri ke Jalur Gaza mencapai 172 orang dan 1.230 lainnya terluka. Korban jiwa dan terluka termasuk anak-anak, perempuan, dan kaum lansia. Badan Pengungsi PBB, UNRWA, mencatat, sekitar 17 ribu warga Gaza mengungsi dalam kondisi ketakutan. Rumah sakit bagi mereka yang berkebutuhan khusus itu diserang dan dua tewas, sebagaimana dilansir Maan News, Minggu (13/7).

Voice of Russia, Senin (14/7), juga melansir kabar terbaru bahwa Israel sedang menyiapkan serangan darat dengan 20 ribu personel cadangan ke perbatasan guna membasmi Hamas yang dianggap sebagai teroris oleh Israel. Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyerukan kepada masyarakat internasional untuk melindungi Gaza.

Melansir Xinhua, Senin (14/7/2014), Sekjen PBB Ban Ki-moon mendesak kedua pihak untuk duduk di satu meja dan melakukan dialog damai. Menurut salah seorang juru bicara Ki-moon, Sekjen PBB itu merasa bersalah dan bertanggung jawab terhadap insiden kemanusiaan yang melanda wilayah Palestina, khususnya kepada warga Gaza. Ratusan ribu orang sudah berunjuk rasa di seluruh dunia mengutuk agresi Israel ke Gaza. Namun, dasar memang zalim, Israel tidak menghentikan agresinya.

Bahkan, Paus Fransiskus kali ini juga dilanda kegeraman pada Israel. Pasalnya, baru-baru ini Paus mengundang Presiden Israel Shimon Perez dan Presiden Palestina untuk berdoa di sebuah taman di Vatikan bagi perdamaian dengan diiringi ayat Quran, Injil, dan Taurat yang dibacakan di Vatikan Minggu (8/6). Paus yang sempat mendatangi Masjid Alaqsa di Jerusalem Senin (26/5) juga menyeru umat Kristen, Yahudi, dan Islam bekerja sama mengupayakan perdamaian. Tapi, dasar Isarel zalim, segala doa dan seruan itu tidak digubris. Nafsu Israel akan perang tengah membuncah.

Dan agresi ke Gaza kali ini hanya repetisi. Masih segar dalam ingatan kita akan agresi Israel di Jalur Gaza, 27 Desember 2008–18 Januari 2009, yang menewaskan 1.400 jiwa dan mencederai 5.000 warga Palestina. Selain warga sipil, banyak pemimpin Hamas yang tewas. Kita tentu tak pernah lupa bagaimana tiga rudal Israel menewaskan pendiri sekaligus pemimpin spiritual Hamas, Syekh Ahmed Yassin, saat dia hendak meninggalkan masjid seusai menunaikan salat Subuh (22/3/2004). Belum genap sebulan pascawafat Yassin, giliran Abdel Aziz Rantissi, pengganti Yassin, juga tewas dirudal tentara Israel (17/4/2004).

Mengapa Israel sedemikian zalim? Isarel di bawah PM Benjamin Netanyahu dan Menlu-nya, Avigdor Lieberman, yang berhaluan kanan, memang dikenal tidak menghendaki dialog atau perdamaian dengan bangsa Palestina. Inilah intinya. Kedua orang penting di pemerintah Israel terkini itu juga dikenal rasis. Jangan lupa Bibi punya ayah bernama Ben-Zion Netanyahu, seorang profesor sejarah Yahudi dan bekas pembantu senior Zeev Jabotinsky. Nama terakhir adalah sosok penggagas Zionisme Revisionis yang menghalalkan segala cara, termasuk cara kekerasan dan tindakan rasis untuk mengusir warga Palestina, ketika tanah Palestina ditetapkan sebagai tempat bagi berdirinya negara Israel yang harus menampung kembalinya orang Israel (diaspora) dari seluruh dunia. Zeev Jabotinsky juga banyak mendirikan sayap militer seperti Irgun, organisasi teroris dan militan di bawah tanah. Bibi jelas sangat terpengaruh Jabotensky.

Lagi pula, Bibi nyaris tidak punya pengalaman dalam perundingan perdamaian. Sebaliknya, Bibi punya pengalaman lebih banyak di bidang militer bersama dua saudaranya, Yonathan dan Iddo. Ketiga Netanyahu bersaudara pernah berdinas di satuan pengintai Sayeret Matkal. Bahkan, dari kajian psikologi, tampak seperti ada dendam kesumat dalam hati Bibi mengingat kakaknya yang bernama Yonatan Netanyahu terbunuh pada Operasi Entebbe pada 1976. Pengalaman-pengalaman seperti itu jelas memengaruhi pandangan Bibi atas bangsa Palestina sehingga dia tak mendengar seruan banyak tokoh dunia untuk menghentikan agresi ke Gaza.

Sedangkan Avigdor Lieberman lahir 5 Juni 1958 di Kota Kishinev, Moldova. Dia pernah terlibat dalam gerakan radikal kanan rasialis ”Kach” pimpinan Rabbi Meir Kahane yang punya tujuan mengusir warga Arab atau Palestina keluar dari wilayah Israel. Jadi, Bibi dan Lieberman jelas merupakan perancang dan pengambil keputusan serangan ke Gaza kali ini. Derita warga Palestina sejak 1917, ketika nenek moyang mereka harus menyingkir dari kampung halaman demi memberikan tempat kepada para imigran Yahudi, entah kapan akan berakhir. Hanya azab Tuhan yang bisa menghentikan kezaliman Israel. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar