Kemenangan
yang Fitri
Jamal Ma’mur Asmani ;
Pengurus Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI, Asosiasi pondok
pesantren) NU Jawa Tengah, Peneliti Fiqh Sosial Institute Staimafa Pati
|
SUARA
MERDEKA, 26 Juli 2014
BANGSA Indonesia
mendapatkan dua momentum kemenangan yang luar biasa, yaitu kelahiran pemimpin baru hasil pilihan rakyat dan
kedatangan Idul Fitri, hari kemenangan bagi umat Islam. Dua momentum besar
ini harus disyukuri sebagai babak baru perubahan yang menentukan perjalanan
bangsa ke depan. Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai presiden-wapres terpilih
harus didukung seluruh komponen bangsa, termasuk yang sebelumnya tidak
mendukung.
Pemimpin hasil Pilpres
2014 mempunyai tanggung jawab besar untuk mengemban amanah bangsa. Dalam
aspek ekonomi, kemiskinan, dan keterbelakangan rakyat membutuhkan kegigihan
dan perjuangan untuk menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan
keterampilan hidup, dan terobosan kreatif penciptaan sentra-sentra industri.
Terutama dalam melahirkan produk lokal yang unggul dan kompetitif.
Dalam aspek pendidikan,
dibutuhkan revolusi mental dan paradigma sehingga dunia pendidikan tidak
tercerabut dari fondasi moral dan budaya luhur, dan tidak lepas dari paradigma
religiositas. Dalam aspek sosial budaya, dibutuhkan kiat sukses untuk memupuk
persaudaraan, kohesivitas, dan semangat kompetisi yang sehat dan dinamis.
Sebagian masyarakat kita tak menyadari hidup ini kompetisi sehingga mereka
pasif, stagnan, dan tidak melangkah dengan aksi yang konkret dan produktif.
Dalam aspek politik,
dibutuhkan idealisme membangun bangsa di atas nilai-nilai kejujuran,
akuntabilitas, keberpihakan kepada kaum petani, nelayan, PKL, dan
kelompok-kelompok marginal yang lain. Dalam aspek agama, dibutuhkan
pendekatan keagamaan yang mengedepankan keteladanan dan internalisasi nilai
secara sistematis, bertahap, fungsional, dan efektif.
Tugas berat tersebut
menjadi pekerjaan rumah pemimpin baru. Tidak ada kata menyerah dalam
mengemban tugas. Pemimpin dihadirkan untuk melahirkan solusi, bukan menambah
masalah. Solusi yang ditunggu adalah solusi kreatif yang bisa memecahkan
persoalan riil masyarakat dan bangsa dari berbagai krisis yang mendera.
Seluruh kekuatan harus dipadukan dalam tim kerja yang solid dan profesional
untuk melahirkan perubahan fundamental.
Akademisi, tokoh
masyarakat, pegiat LSM, politikus, kalangan media masa, dan pengusaha harus
bekerja sama secara aktif untuk menggali dan mengembangkan potensi besar
bangsa ini supaya disegani oleh bangsa-bangsa lain di dunia. Idul Fitri
menjadi momentum bagi bangsa dan umat Islam untuk menyingsingkan lengan baju
dan membulatkan tekad untuk membangun kemandirian. Hal itu dengan berpijak
kepada kaki sendiri, tidak mengekor bangsa lain, dan berani mengambil langkah
tegas demi kemajuan bangsa, seperti pemberantasan KKN tanpa pandang bulu.
Idul Fitri adalah kembali
kepada kesucian. Fitrah adalah agama yang hanif (condong kepada perilaku yang
istikamah dan meninggalkan jalan kesesatan) yang menjadi bawaan awal manusia
ketika diciptakan, dan ingin selalu menyembah Allah, menerima dan menemukan
kebenaran (As-Shabuni, Min Kunuzis Sunnah, t.th:9, dan Zuhaili, Tafsir Munir,
2009:11:87). Fitrah manusia adalah makhluk suci, namun mudah dikotori dengan
perbuatan dosa yang disebabkan oleh gejolak nafsu, kepentingan sesaat, dan
godaan eksternal yang menjerumuskan. Iblis yang dendam kepada Nabi Adam akan
terus menggoda manusia agar mereka tergelincir ke jurang kesesatan.
Optimalisasi
Potensi
Hanya orang-orang yang
ikhlas karena Allah, dan orang-orang yang bersyukur atas nikmat yang
diberikan-Nya, yang akan diselamatkan oleh Allah dari tipu daya iblis.
Ikhlas adalah yang mengedepankan dedikasi
daripada kompensasi, sedangkan orang yang bersyukur adalah yang melakukan
optimalisasi potensi demi kemaslahatan publik di berbagai sektor. Puasa,
zakat, dan halalbihalal adalah momentum pembersihan diri secara total demi
upaya meraih derajat ikhlas dan bersyukur.
Puasa Ramadan menjadi
wahana strategis bagi pembersihan jiwa dari segala kotoran. Puasa melatih
manusia untuk meninggalkan perbuatan yang menghapus pahala, seperti berdusta,
bergunjing, mengadu domba, bersumpah palsu, dan melihat dengan syahwat
(al-Ghazali, Mukhtasahar Ihya’, 2004:47). Puasa mendorong manusia untuk berlatih
menahan nafsu dan mengisi jiwa dengan kegiatan positif, seperti tarawih,
tadarus Alquran, mengikuti pengajian, menyantuni anak yatim, dan
bersilaturahmi kepada orang saleh/salihah.
Pada akhir puasa, umat
Islam diwajibkan mengeluarkan zakat sebagai bentuk kepedulian kepada sesama.
Zakat itu adalah zakat fitrah, zakat kesucian, sebagai simbol pentingnya
berbagi kepada orang lain. Bagi mereka yang mempunyai kelebihan harta di
berbagai bidang, seperti perdagangan, emas dan perak, pertanian, pertambangan,
dan profesi profesional diwajibkan mengeluarkan zakat mal (zakat harta) jika
sudah memenuhi syarat yang ditentukan.
Adapun halalbihalal dilakukan untuk merajut
persaudaraan sejati lahir dan batin sehingga persatuan bangsa ini menjadi
kokoh sebagai modal utama pembangunan. Kesalehan ritual dan sosial yang
menjadi produk puasa Ramadan menjadi modal berharga bagi umat Islam untuk
meraih kemenangan hakiki pada semua aspek kehidupan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar