Mudik,
Kerinduan, dan Kematian
Faisal Ismail ;
Guru Besar Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
|
KORAN
SINDO, 25 Juli 2014
Jauh
sebelum Lebaran tiba orang-orang yang akan mudik dari Jakarta dan kota-kota
besar lain di Indonesia dengan perasaan berbungabunga telah merencanakan
pulang kampung.
Ada
pijar-pijar nostalgia, binar-binar kerinduan, dan gebyar hasrat temu kangen
dengan ayah ibu, keluarga, dan kerabat di kampung halaman. Mereka akan saling
lepas rindu, bersilaturahmi, dan berlebaran di kampung halaman tercinta.
Untuk keperluan mudik sebagian mereka mulai menyervis mobil pribadi untuk
membawa istri dan anak tersayang ke kampung halaman. Sepeda motor pun
dipersiapkan untuk mudik dengan menempuh jarak yang jauh. Sebagian pergi ke
tempattempat penyewaan mobil untuk menyewa mobil. Sebagian lagi memesan tiket
pesawat, kereta api, atau bus untuk dirinya sendiri maupun untuk keluarga.
Pelayanan
pemesanan tiket pesawat dan kereta api dipermudah karena dapat dilakukan
melalui internet secara online . Mudik Lebaran adalah siklus ritual tahunan.
Mengapa harus mudik? Jawabannya sangat simpel. Karena ia telah menjadi
tradisi yang dilakukan secara turun-temurun, dari generasi ke generasi.
Tradisi Lebaran (dengan segala kebiasaan mudiknya) sebenarnya merupakan
tradisi khas Melayu (Indonesia dan Malaysia). Di negara-negara Arab di Timur
Tengah, Idul Fitri tidak begitu meriah dirayakan. Yang dirayakan secara
besar-besaran adalah Idul Adha karena waktunya terkait dengan upacara
pelaksanaan ibadah haji.
Di
Indonesia, mudik Lebaran dilakukan karena banyak orang Islam ingin berlebaran
di kampung halaman, bersilaturahmi, bersyawalan, memohon maaf kepada orang
tua, bermaafan dengan keluarga, sanak saudara, dan kerabat. Tradisi mudik itu
bagus. Sebenarnya, ajaran bermaafan dalam Islam tidak harus dilakukan pada
saat Lebaran. Segera setelah seorang muslim membuat kesalahan, ia wajib minta
maaf kepada orang yang terkena kesalahan. Untuk memberikan fasilitas,
kelancaran, dan kenyamanan kepada para mudik, menjelang Lebaran pemerintah
memperbaiki jalan-jalan yang rusak dengan mengeluarkan dana besar.
Jalanjalan
di pantai utara Jawa, misalnya, diperbaiki agar para pengguna kendaraan dapat
mengendarai kendaraan mereka dengan enak, nyaman, dan aman. Disediakan pula
pos-pos pemberhentian dan peristirahatan agar para pengendara dapat
beristirahat atau tidur sekadarnya agar segar kembali untuk meneruskan perjalanan.
Disediakan kereta api untuk mengangkut kendaraan roda dua ke kota tujuan
sebagai bentuk kepedulian pemerintah kepada para pemudik.
Pelayanan
kesehatan juga disediakan di tempattempat tertentu untuk memberikan bantuan
kepada orangorang yang perlu mendapat bantuan medis. Biasanya, sejak H-7
Lebaran dan beberapa hari sesudahnya, prosesi mudik menggeliat dan meningkat.
Stasiun kereta api, terminal bus, bandara, dan pelabuhan dipadati para
pemudik dari pagi sampai malam hari. Situasi menjadi rentan dan mudah
menyulut emosi kemarahan yang dibalut perasaan kesal dan kelelahan.
Terjadi
penumpukan penumpang di bandara, stasiun kereta api, dan terminal bus. Para
penumpang berjubel di kapal laut sehingga ada orang tua dan anak kecil
pingsan akibat saling desak antarpenumpang. Jalur Nagrek dan Pantura,
misalnya, dipenuhi kendaraan sehingga lalu lintas terlihat padat merayap.
Pemandangan yang sama terlihat pula ketika arus balik terjadi pada beberapa
hari setelah Lebaran. Situasi semacam ini dengan segala kompleksitas
permasalahannya berulang lagi setiap tahun pada saat arus mudik dan arus
balik di musim Lebaran.
Mudik
Lebaran bisa dipandang sebagai obat yang bisa mengobati kerinduan seseorang
atau sekelompok orang terhadap orang tua, keluarga, sanak saudara, dan
kerabat yang sudah (cukup) lama tidak saling jumpa. Mudik dapat dipandang
sebagai obat kerinduan seseorang atau sekelompok orang terhadap kampung
halaman itu sendiri, kampung halaman tempat mereka dilahirkan dan dibesarkan,
kampung halaman tempat mereka bermaindanbercanda bersama saudara dan kawan di
masa kecil.
Dewasa
ini mudik Lebaran bukan lagi sekadar tradisi, tapi sudah menjadi nostalgi,
obsesi, dan bahkan ilusi yang mempertaruhkan segalanya. Tak jarang orang
harus hutang dulu untuk kebutuhan mudik. Tak jarang orang harus menyewa mobil
untuk kepentingan mudik. Berapa banyak uang yang harus dikeluarkan demi
keperluan mudik, kurang diperhitungkan secara ekonomis. Yang penting, mudik
harus dilakukan dan bayar hutang kemudian. Berapa ratus kilometer jarak yang
harus ditempuh kadang-kadang tidak dipertimbangkan. Sadar atau tidak, nyawa
pun dipertaruhkan demi memenuhi obsesi dan ilusi mudik.
Tahun
lalu (Lebaran 2013), Kabagpenum Mabes Polri Kompol Agus Rianto di Jakarta
memberikan data kecelakaan dan korban yang terjadi sejak dilakukannya Operasi
Ketupat pada H-7 sampai dengan H+7. Korban kecelakaan lalu lintas yang
meninggal dunia dan lukaluka adalah sebagai berikut: 719 orang tewas, 1.184
luka berat, dan 4.326 luka ringan. Adapun kendaraan yang mengalami
kecelakaan: mobil penumpang (858), mobil barang (358), bus (194), kendaraan
tidak bermotor (129), dan kendaraan khusus/pribadi (20). Kabagpenum mencatat,
bagian terbesar kecelakaan didominasi oleh sepeda motor (4.159).
Kecelakaan
disebabkan oleh faktor kelelahan mental-fisikal (terutama pengendara sepeda
motor) yang menempuh jarak jauh (sampai ratusan kilometer), melanggar batas
kecepatan, dan tidak menjaga jarak. Kendaraan yang tidak laik pakai dan human
error juga menyumbang bagi terjadinya kasus kecelakaan. Kabagpenum Mabes
Polri mengklaim, tingkat kecelakaan danjumlahkorbanpada Lebaran 2013 turun
dibanding dengan jumlah korban dan kecelakaan pada Lebaran 2012.
Tapi
jelas jumlah kecelakaan pada musim Lebaran tahun 2013 di atas yang
mengakibatkan 719 orang tewas, 1.184 orang luka berat, dan 4.326 orang luka
ringan adalah angka yang masih tinggi. Ini bukan korban konflik SARA, perang
suku, atau perang saudara, tapi tragedi pembunuhan dan kematian sia-sia di
jalan raya saat arus mudik dan arus balik Lebaran. Keceriaan Lebaran
seharusnya identik dengan nuansa kegembiraan, bukan identik dengan
pembunuhan.
Semoga angka kecelakaan kendaraan,
korban luka, dan kematian pada arus mudik dan arus balik Lebaran 2014 jauh
lebih menurun lagi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar