Dua
Nakhoda Baru
Indra J Piliang ;
Direktur Eksekutif The
Gerilya Institute
|
KORAN
JAKARTA, 25 Juli 2014
Selesai
sudah proses pemilihan presiden dan wakil presiden Republik Indonesia yang
penuh emosi. Ir H Joko Widodo ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU)
sebagai presiden terpilih, sementara Drs H Muhammad Jusuf Kalla sebagai wakil
presiden. Perbedaan suaranya di atas 8 juta.
Sungguh
suatu kemenangan yang manis, walaupun dipenuhi dengan beragam kampanye hitam.
Seiring dengan semakin berkembangnya demokrasi, Indonesia menjadi ladang
penyampaian pendapat yang deras. Semua orang kian bebas berbicara tentang apa
pun, termasuk sesuatu yang tak diketahui dengan baik. Penetapan KPU bukan
berarti akhir segalanya, melainkan justru awal keberangkatan kapal besar
Indonesia yang penuh penumpang ke pulau tujuan.
Dari
jarak dekat, dapat disaksikan langsung pidato yang disampaikan Joko Widodo di
atas kapal berbentuk pinisi di Pelabuhan Sunda Kelapa. Pidato yang
mengukuhkan kembali keindonesiaan awal, ketika Sunda Kelapa jadi ajang
perebutan pengaruh Fatahillah dan Belanda yang awal mula menancapkan kaki.
Pelabuhan
yang penuh sesak di masa lalu ini, sekarang menyisakan berbagai kapal dalam
negeri yang menyeberangi pulau-pulau di Indonesia. Kejayaan bahari yang
mudah-mudahan bisa digali dan dikembangkan lagi Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
Tak ada pesta yang terlalu bergemuruh dari kemenangan ini. Justru pesannya
jelas: kerja keras. Kilometer 0 belum dimulai. Itu akan terjadi pada tanggal
20 Oktober 2014 nanti, ketika keduanya dilantik di depan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.
Sebelum
tanggal itu datang, tentulah banyak persiapan diperlukan agar waktu bisa
dipakai seefektif mungkin. Pemerintahan baru nanti haruslah bekerja dari jam
pertama, guna menyelesaikan sejumlah persoalan yang ditinggalkan pemerintahan
sekarang, sembari menghadapi persoalan-persoalan baru di depan. Tidak boleh
ada lagi kelalaian dalam menjalankan amanat rakyat dan amanah yang sudah
diberikan rakyat Indonesia. Kemenangan Jokowi dan JK bukan tanpa persoalan.
Timkamnas Prabowo- Hatta sama sekali belum mengakuinya, dengan sejumlah
alasan dan argumen. Intinya adalah kelemahan dari sisi penyelenggaraan pemilihan
presiden dan wakil presiden ini. Kalau dilihat secara detail, pihak yang
dirugikan bukan hanya Prabowo-Hatta, melaikan juga Jokowi-JK.
KPU
sama sekali kurang sosialisasi secara masif menyangkut hari pencoblosan
sehingga partisipasi, meski meningkat, belum maksimal. Hasil survei
menunjukkan banyaknya pemilih yang akan menggunakan hak, yakni sekitar 90
persen lebih, sementara angka partisipasi hanya 70 persen. Belum lagi cara
mengurus formulir A5, yang digunakan pemilih di luar tempat tinggal menurut kartu
tanda penduduk. Di luar itu, terdapat sejumlah tempat pemungutan suara yang
hanya memberikan 0 (nol) suara, baik kepada pasangan nomor urut satu maupun
dua.
Tetapi,
patut disimak, perbaikan sudah banyak dilakukan KPU. Dibanding pemilu
legislatif pada 9 April 2014 lalu, Pilpres 9 Juli 2014 jauh lebih baik. KPU
bahkan melakukan digitalisasi dokumen paling penting, formulir C-1. Setiap
orang bisa melihat hasil pemilihan di TPS masing-masing di website KPU. Tentu
ada kekuatan lain yang ingin menghancurkan data itu. Ini terbukti dengan
banyaknya jumlah hacker menyerang situs KPU. Untunglah, Indonesia memiliki
semakin banyak ahli teknologi informasi sehingga bisa menghadapinya.
Para
relawan juga berkontribusi positif, antara lain dengan membuat situs Kawal Pemilu
2014 yang berisikan perhitungan atas hasil C-1 yang sudah diungguh KPU. Ada
pihak berniat jahat, tetapi lebih banyak yang baik dan pada gilirannya
memenangkan seluruh proses melelahkan ini. Tuntutan Warga Walau belum
dilantik, Indonesia sudah memiliki dua nakhoda baru, satu dengan nama
presiden terpilih Ir H Joko Widodo, satu lagi dengan nama wakil presiden
terpilih Drs H Muhammad Jusuf Kalla. Sejarah akan mencatat cara keduanya
memimpin Indonesia dan prestasi mereka. Setiap pemerintahan tentunya ingin
melakukan kerja yang lebih baik dari sebelumnya.
Di
luar itu, masyarakat juga menuntut harapan semakin tinggi. Tingkat kecerdasan
warga kian baik, begitu juga gizi dan nalar. Hanya pemerintahan yang mampu
menggerakkan seluruh energi positif masyarakatlah akan bisa mencapai
tujuan-tujuan nasional bangsa Indonesia secara lebih maju. Jokowi dan JK
adalah dua sosok yang tak mengambil jarak dari masyarakat. Foto-foto yang
beredar di social media menunjukkan betapa keduanya dengan mudah bisa berfoto
bersama masyarakat, di mana pun dan kapan pun.
Walau
mungkin menghabiskan waktu, keduanya sama sekali tak keberatan untuk sekadar
berfoto, bahkan berdua saja. Setiap warga negara yang memiliki ponsel bisa
menaruh foto mereka bersama kedua orang bersahaja ini. Tangan keduanya yang
bersalaman dengan lapisan masyarakat apa pun bisa menjadi bukti kedekatan
mereka dengan rakyat. Tentu kita juga berharap hal yang sama kepada
orang-orang di sekeliling mereka.
Janganlah
kedua nakhoda ini dipisahkan dari penumpang kapal Indonesia yang majemuk dan
berasal dari beragam etnis, agama, tingkat pendidikan, dan sekaligus juga
status sosialekonomi. Kedua nakhoda ini berasal dari rahim rakyat Indonesia,
disokong ratusan ribu relawan, baik yang terkoordinasi ataupun tidak, baik
yang terdaftar ataupun tidak. Keduanya tentu memiliki keberuntungan
tersendiri karena bisa memicu partisipasi luar biasa berbagai kalangan.
Bangsa
ini tidak hanya menyaksikan dua pemimpin hadir, melainkan juga memandang
bahwa warga bisa bekerja sama dalam suatu kontestasi yang sebelumnya tak
terbayangkan, yakni hadirnya kekuatan rakyat pada saat kritis. Ada kekuatan
ilahi yang menggerakkan para relawan, selain tentunya juga jutaan harapan
setiap bentuk partisipasi.
Selamat
datang presiden dan wakil yang baru. Peganglah kemudi kapal kuat-kuat agar
tidak salah arah: menuju Indonesia yang lebih adil, lebih sejahtera, dan
lebih manusiawi. Teruslah melaju! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar