Kemenangan
Revolusioner Rakyat
Umbu TW Pariangu ;
Dosen Fisipol Universitas
Cendana, Kupang
|
KORAN
JAKARTA, 22 Juli 2014
Hari ini, 22 Juli 2014, merupakan hari bersejarah bagi bangsa
Indonesia. Setelah pemilihan legislatif 9 April dan pemilihan presiden 9
Juli, Indonesia akhirnya memiliki pemimpin baru, anugerah dan pemberian Tuhan
yang harus disyukuri. Demokrasi semakin dewasa. Diharapkan transisi dari para
presiden pilihan langsung ini berjalan lancar, tiada kekisruhan, apalagi
kerusuhan.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan merampungkan jabatan pada
20 Oktober 2014. Sejak kejatuhan Soeharto, Indonesia bermetamorfosis dari
rezim sentralistik menjadi demokrasi. Politik uang dan kecurangan memang di
sana-sini masih terjadi dalam pemilu, namun kondisinya relatif lebih baik
dari sebelumnya sehingga pilpres kali ini dapat berlangsung lumayan baik. Ini
tentu tak lepas dari dukungan media massa meski ada juga yang partisan.
Calon presiden dan wakil presiden, Prabowo Subianto- Hatta
Rajassa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla, adalah buah proses demokrasi yang lama
dirintis. Ini harus dihargai dan disambut dengan trompet kehormatan.
Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK sama-sama ingin membangun kedaulatan bangsa.
Mereka berupaya membumikan konsep ekonomi rakyat kecil yang menunjukkan
kesadaran marhaen untuk mencoba meruwat warga dan keindonesiaan agar semakin
merdeka dari kemiskinan.
Lepas dari keterbatasannya, mereka adalah sekian dari figur yang
ingin mendedikasikan hidup dan kemampuannya untuk membangun dan melindungi
NKRI, tanah pusaka. Maka, rakyat patut menggelar karpet merah bagi pemimpin
yang akhirnya diberi kepercayaan rakyat secara elegan dan terhormat.
Indikasi ketidakpuasan atau kelemahan yang mewarnai pidato
politik dalam kampanye yang kerap menimbulkan keresahan perlu dikubur
dalam-dalam untuk memulai kebersamaan baru. Tak boleh ada yang mereduksi
nilai-nilai demokrasi yang dijunjung bersama. Indonesia membutuhkan pemimpin
yang bisa mempersatukan karena Indonesia merupakan negara paling beragam di
dunia, dengan 17 ribu pulau lebih, ratusan etnis dan bahasa.
Jadi, konsekuensinya memiliki budaya yang bervariasi. Perbedaan
merupakan kekayaan yang harus diterima, tak bisa dan tak boleh dihindari. Di
dalam upaya membangun demokrasi, tentu senantiasa terdapat kerikil-kerikil
gangguan. Ini harus terus diperbaiki dan disiangi sehingga Indonesia
benar-benar mampu menjalankan demokrasi yang dewasa.
Dengan segala pemahaman politik yang masih terbatas, intuisi
demokrasi yang baru bergerak sepanjang 16 tahun reformasi, rakyat mampu
menunjukkan keautentikan dan kearifan sikap. Beruntung Indonesia tidak harus
seperti negara lain yang militernya harus menyabotase demokrasi, melarang
warga berkumpul, menahan politisi karena gejolak politik yang tak pernah
berhenti berbulan-bulan seperti Thailand.
Pengakuan
Duta Besar Prancis untuk Indonesia, Corinne Breuze, pada
peringatan Hari Nasional Prancis, 14 Juli, di Hotel Borobudur, Jakarta,
menilai pemilihan legislatif dan presiden berlangsung demokratis dan damai.
Ia sangat terkesan dengan demokrasi Indonesia. Ia pun berharap setelah
perayaan pesta demokrasi, Indonesia bisa lebih proaktif membuka diri dan
memainkan peran aktif di dunia internasional serta dapat membawa kemakmuran
rakyat.
Apresiasi ini merupakan bentuk pengakuan bahwa negara dan rakyat
layak disejajarkan dengan komunitas para penjaga peradaban demokrasi modern
yang kini terus diperjuangkan dunia internasional. Modernisasi yang
diperlihatkan sikap demokratis adalah sportivitas untuk merawat etika
kebersamaan dalam menjunjung agenda-agenda kedaulatan dalam kesetaraan dan
kehormatan kebangsaan di setiap kompetisi memperebutkan suara rakyat.
Dalam buku Critique of
Modernity (1995), Alain Touraine, seorang sosiolog Prancis, menggambarkan
bahwa perkembangan modernitas yang menjadi dasar pemikiran kontemporer akan
mengarah pada pencerahan dan demokrasi. Hal ini setidaknya mampu ditunjukkan
elite-elite politik maupun rakyat Indonesia dalam semarak pesta demokrasi
kemarin.
Awalnya, bangsa menganggap determinisme dalam ajaran apokaliptik
di akhir abad 2 SM, yang menganggap kedatangan zaman baru bergantung
seutuhnya pada tangan Tuhan dan tak dapat dipercepat atau diperlambat
manusia, hanya interpretasi sekularistik. Namun kini, hal tersebut menjadi
sesuatu yang riil terjadi hari ini di negeri Indonesia.
Selama pemilu, Indonesia menjadi perhatian dunia internasional.
Maklum, ini sebuah negara besar dengan pemilih mencapai sekitar 190 juta
jiwa, dengan 67 juta pemilih pemula. Dengan penduduk besar dan produktif,
Indonesia berada di dalam jajaran penting kekuatan ekonomi dunia yang mencoba
merangkak keluar dari badai krisis finansial tahun 1998. Kini, Indonesia siap
menggeliat menjadi kekuatan ekonomi Asia.
Kewibawaan Indonesia pun makin baik dengan menjadi bagian dari
anggota G20 dengan capaian ekonomi mondial meyakinkan bersama Maroko,
Nigeria, dan Turki. Selain itu, negara ini mampu menunjukkan kematangan
konsep demokrasi di tengah maraknya kelompok ekstremis. Indonesia tetap bisa
konsisten memelihara ruang demokrasi, tidak saja untuk pemilu, tetapi juga di
dalam eksekusi kebijakan publik.
Semua pikiran inklusif keagamaan diupayakan didorong ke ruang
demokrasi untuk memperoleh legitimasi lewat uji rasionalitas publik.
Kenyataannya hal itu bisa berjalan dengan relatif aman, damai, tanpa konflik
serius. Inilah yang disebut sebagai kemenangan revolusioner rakyat.
Kini, bangsa siap menjemput Indonesia Baru dengan presiden dan
wakil presiden terpilih. Bergandengan tangan, melepas kasut perbedaan selama
ini dengan satu mimpi bersama merajut keindonesiaan yang tangguh adalah
keniscayaan yang harus terpateri di hati dan pikiran rakyat saat ini. Di
depan mata sudah terhampar soal-soal yang kian “menguning”, seperti korupsi
dan mentalitas kekuasaan di jajaran politik-birokrasi, daya saing bangsa, dan
kesenjangan ekonomi yang belum sembuh benar.
Perlu ada manajemen revolusioner dari kepemimpinan nasional
untuk bersama rakyat mengelola persoalan tersebut dengan hati yang mau
berkorban dan tidak hanya mengingat diri lagi. Inilah tantangan bersama
bangsa. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar