Tragedi
MH17 dan Perubahan Geopolitik
Rene L Pattiradjawane ;
Wartawan Senior Kompas
|
KOMPAS,
23 Juli 2014
PENEMBAKAN rudal terhadap pesawat Malaysia Airlines MH17, pekan
lalu, di atas wilayah Ukraina timur yang bergejolak, menjadikan insiden ini
semakin rumit dalam konteks hubungan geopolitik antarnegara di tengah
perubahan masif dunia. Insiden di Provinsi Donetsk tidak hanya memengaruhi
hubungan negara-negara Barat dengan Rusia, yang galau mengatasi persoalan
Crimea, tetapi juga tata hubungan internasional karena banyak warga negara
(termasuk ASEAN) yang menjadi korban atas penembakan MH17 tersebut.
Bagi kita di kawasan Asia Tenggara, insiden atas MH17 ini
menjadi momen penting untuk mempertahankan unsur kohesif dalam rangka
menyongsong Komunitas ASEAN 2015 ketika keselamatan dan keamanan warga negara
ASEAN di seluruh dunia harus dilindungi seutuhnya dalam dunia yang tidak lagi
memiliki batas-batas fisik menghalangi pergerakan manusia.
Pengecaman ASEAN atas penembakan MH17 mengisyaratkan perlunya
upaya bersama menghadapi perubahan geopolitik dunia, terutama menyokong
pilar-pilar Komunitas ASEAN 2015 di bidang politik dan keamanan, ekonomi, dan
sosial budaya. Kita tidak bisa membiarkan insiden MH17 menjadi preseden atas
nama kepentingan nasional ketika ancaman konektivitas komunitas regional
terbelenggu konflik-konflik berbahaya mengancam stabilitas dan perdamaian
kawasan.
Agenda ini akan menjadi topik penting dalam pertemuan-pertemuan
ASEAN mendatang, seperti ASEM (Pertemuan ASEAN-Uni Eropa), Forum Regional
ASEAN, ataupun KTT Asia Timur. Setidaknya ada beberapa faktor yang perlu
menjadi pertimbangan. Pertama, muncul kenyataan yang tidak menyenangkan di
mana Rusia secara efektif mulai menebarkan perang melawan Ukraina.
Kedua, penembakan jatuh MH17 adalah bentuk teror yang ingin
disebar kekuatan negara besar di kawasan Ukraina dalam rangka menguasai
wilayah yang diklaimnya. Teror seperti ini akan menjadi preseden berbahaya
yang bisa menjadi casus belli meluas menjadi konflik terbuka yang tidak
terkendali, mengancam stabilitas dan perdamaian.
Kita di Asia Tenggara menyesalkan penembakan MH17 ini tidak
mendapat tanggapan memadai dari kelompok BRICS (Brasil, Rusia, India,
Tiongkok, dan Afrika Selatan) yang mengadakan pertemuan tingkat tinggi di
Brasil. Insiden ini harus ada pembuktian siapa yang bersalah atas jatuhnya
pesawat MH17 yang menewaskan 298 orang mencakup 11 kewarganegaraan, agar
tidak menjadi preseden di masa mendatang.
Sanksi yang ditujukan kepada Presiden Vladimir Putin atas krisis
Ukraina oleh AS dan negara-negara Eropa ternyata tidak mampu menghentikan
kekerasan yang memakan korban pihak-pihak yang tidak bertikai. Sudah waktunya
bagi ASEAN mulai mencari mekanisme baru menghadapi ancaman keselamatan warga
negara regionalnya.
Kita khawatir konflik klaim wilayah kedaulatan di berbagai
belahan dunia bisa menjadi tragedi kemanusiaan yang tidak terbayangkan.
Berbagai krisis konflik dan militer harus dicarikan solusi memadai, tidak
cukup hanya mengecam dan menjatuhkan sanksi. Pertemuan G20 di Australia
menjadi momen penting, secara bersama, menyelesaikan persoalan global tanpa
harus mengorbankan orang-orang yang tidak bersalah. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar