Pundi-Pundi
Rupiah dari Bank Sampah
Haryati ;
Alumnus Fakultas Tarbiyah
IAIN Walisongo Semarang,
Kini
Guru SMA Negeri 1 Kertek Wonosobo
|
SUARA
MERDEKA, 22 Juli 2014
SAMPAH
yang terserak di sembarang tempat selalu mendatangkan masalah. Onggokan
sampah yang kurang terurus akan menimbulkan
pencemaran
lingkungan dan memicu timbulnya berbagai penyakit.
Lingkungan
yang buruk akibat tumpukan sampah, bahkan menjadi penyumbang meningkatnya
penyakit diare, terutama pada anak-anak. Ini merupakan masalah serius yang
harus sejak dini disikapi, biar kasus serupa tak terulang. Dari data yang
didapat penulis, di Indonesia pada tahun 2011 terjadi 120 juta kasus penyakit
dan menyebabkan 50.000 kematian dini akibat lingkungan yang kotor dan buruk
karena sampah. Kita layak prihatin dengan kasus tersebut. Harus diakui, tak
sedikit ibu rumah tangga dengan mudah membuang sampah begitu saja di
pekarangan rumah. Plastik bekas pembungkus makanan dibuang seenaknya di kebun
sekitar rumah. Akibatnya, kebun atau pekarangan rumah penuh sesak dengan
tumpukan sampah plastik atau sampah-sampah dapur lain.
Selain
menurunkan kesuburan tanah dan merusak struktur tanah, plastik sulit terurai
dalam tanah. Sampah plastik yang berserakan di sembarang tempat merusak
pemandangan dan menimbulkan kesan lingkungan menjadi kumuh, kotor dan jorok.
Tak jarang pula, sampah menumpuk di saluran air di sekitar permukiman rumah
penduduk ataupun di sungai-sungai umum. Bila musim kemarau, sampah plastik
itu tampak menggunung dan bisa menimbulkan pemandangan yang tidak sedap.
Sebaliknya, pada musim hujan, sampah plastik itu memampatkan saluran sehingga
bisa memicu terjadinya banjir. Sampah yang berserakan di sungai tersebut
merupakan bukti nyata rendahnya kesadaran kalangan ibuibu dalam memperlakukan
sampah.
Tumpukan
sampah sebagian besar berasal dari sampah rumah tangga. Karena merupakan
sampah rumah tangga, maka diakui atau tidak, kaum ibu menjadi aktor utama
bagi terurus tidaknya sampah, sehingga tidak mencemari lingkungan. Apa
susahnya ibu-ibu menjadi pioner untuk memperlakukan sampah secara bijak.
Ajari, ajak dan beri contoh anak, suami, famili dan tetangga sekitar untuk
tidak seenaknya membuang sampah di sembarang tempat. Sampah butuh
diperlakukan secara khusus di tempat sampah. Diapresiasi Ikhtiar yang
dilakukan ibu-ibu di berbagai tempat dalam memprakarsai bank sampah, rupanya
patut menjadi contoh dan diapresiasi. Sebab, dengan model seperti itu, sampah
rumah tangga bisa dikelola secara baik.
Sampah
yang berasal dari limbah rumah tangga oleh ibu rumah tangga dipilah menjadi
dua. Sampah kering dan basah. Sampah kering berupa plastik, kertas dan barang
bekas lainnya dikumpulkan oleh masing-masing ibu rumah tangga. Adapun sampah
basah, yang bisa membusuk, misalnya bekas sayur atau daun pembungkus makanan
dipisah untuk dijadikan pupuk kompos atau dibuang pada tempat sampah yang
telah disediakan. Sampah kering disimpan di rumah masing-masing. Sampah
tersebut dikumpulkan pada waktu yang sudah ditentukan.
Agar
tidak menimbulkan bau busuk bagi plastik bekas pembungkus makanan, sampah itu
dicuci dan dikeringkan terlebih dahulu sebelum disimpan. Sewaktu-waktu ada
perempuan yang berjaga untuk mengumpulkan sampah kering guna dijual pada
pemulung. Uang hasil penjualan dikumpulkan pada bendahara bank sampah.Setiap
perempuan mendapat giliran sebagai petugas pengepul sampah. Uang hasil
penjualan sampah bisa menjadi pundi-pundi rupiah. Ini adalah karya nyata
dalam bentuk bank sampah, yang bisa memberi dua keuntungan sekaligus.
Lingkungan perumahan bersih dari sampah plastik dan kertas, ibu-ibu juga bisa
mengumpulkan uang dari hasil penjualan barang bekas tersebut. Gerakan
perempuan sadar sampah dan lingkungan ini patut didukung demi amannya
lingkungan dari pencemaran akibat sampah yang berserakan di sembarang tempat.
Jika gerakan ini terlaksana secara massal di berbagai tempat, bukan tidak
mungkin lingkungan kita akan bersih dan sehat tanpa sampah. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar