Berkah
Lebaran bagi Multifinance
Paul Sutaryono ;
Pengamat Perbankan &
Mantan Assistant Vice President BNI
|
KORAN
SINDO, 25 Juli 2014
Perusahaan
pembiayaan (multifinance) sedang
menikmati berkah Lebaran sehingga mendorong pembiayaan konsumen (mobil dan
sepeda motor) lebih melejit. Bagaimana kisahnya?
Sejauh
mana aturan loan to value (LTV)
yang berlaku efektif Juni 2012 dapat memengaruhi kinerja perusahaan
pembiayaan? Aturan LTV itu termuat dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
Nomor 43/PMK/ 0.10/2012 pada 15 Maret 2012 tentang Uang Muka Pembiayaan
Konsumen untuk Kendaraan Bermotor pada Perusahaan Pembiayaan. Pada saat
bersamaan, Bank Indonesia (BI) menerbitkan Surat Edaran Nomor 14/10/DPNP
mengenai LTV untuk kredit pemilikan rumah (KPR) dan uang muka kredit
kendaraan bermotor bagi bank umum.
Hal
itu untuk melakukan mitigasi risiko pembiayaan dan meningkatkan prinsip
kehati-hatian untuk menangkis gelembung (bubble)
pada pembiayaan konsumen. PMK itu mengatur uang muka bagi pembiayaan
kendaraan bermotor, yakni bagi kendaraan bermotor roda dua, uang muka minimal
20% dari harga jual kendaraan yang bersangkutan dan bagi kendaraan bermotor
roda empat yang bertujuan untuk tujuan produktif, uang muka minimal 20% dari
harga jual kendaraan.
Uang
muka minimal 25% dari harga jual kendaraan untuk kendaraan bermotor roda
empat yang bertujuan untuk tujuan nonproduktif. Sejak awal, aturan itu diduga
akan menekan bisnis perusahaan pembiayaan. Statistik Ekonomi Keuangan
Indonesia (SEKI) yang diterbitkan BI menunjukkan perusahaan pembiayaan masih
sanggup meningkatkan pertumbuhan tahunan (year on year /YoY) pembiayaan
13,50% dari Rp311 triliun per April 2013 menjadi Rp353 triliun per April 2014.
Padahal, bulansebelumnya “hanya” tumbuh 12,46% per Maret 2014.
Pertumbuhan
itu dirajai oleh pembiayaan kartu kredit yang naik signifikan 150% dari Rp2
miliar menjadi Rp5 miliar, kemudian disusul pembiayaan anjak piutang
(factoring ) yang melejit 33,33% dari Rp6 triliun menjadi Rp8 triliun. Lantas
menyusul pembiayaankonsumen (consumer
finance) yang meningkat 14,93% dari Rp201 triliun menjadi Rp231 triliun
dan pembiayaan sewa guna usaha (leasing) yang naik 9,62% dari Rp104 triliun
menjadi Rp114 triliun pada periode yang sama.
Pertumbuhan
itu menyiratkan kinerja perusahaan pembiayaan tetap bercahaya! Terkait dengan
aturan LTV, mari kita cermati pertumbuhan bulanan (month to month/MtM)
pembiayaan konsumen mobil dan motor. Pembiayaan konsumen per Juni 2012 ketika
aturan itu terbit mencapai Rp178,67 triliun, kemudian menebal sedikit 1,68%
menjadi Rp181,67 triliun per Juli 2012. Sejak itu, pertumbuhan bulanan itu
terus menipis 1,16%, 1,03%, 0,98%, 0,59%, 1,71% masing-masing per Agustus,
September, Oktober, November, dan Desember 2012.
Hal
yang sama juga terjadi pada 2013 dengan rincian berikut: Meskipun pembiayaan
konsumen tetap tumbuh, amat tipis misalnya 0,85% per Januari 2013
dibandingkan Desember 2012. Pertumbuhan bulanan itu kemudian berjalan fluktuatif
menjadi 1,04% per Februari, 1,55% Maret, 1,44% April, 2,06% Mei, 2,14% Juni,
1,55% Juli, 0,51% Agustus, 2,16% September, 0,78% Oktober, 0,82% November,
dan 1,32% Desember 2013.
Sejak
Januari hingga April 2014, pertumbuhan pembiayaan konsumen masih fluktuatif
0,86% Januari, 1,38% Februari, 0,77% Maret, dan 0,47% April 2014. Dengan
bahasa lebih bening, dapat disimpulkan bahwa aturan LTV memang menekan laju
pertumbuhan perusahaan pembiayaan. Artinya, meskipun masih tetap tumbuh
tetapi sangat tipis.
Berkah Lebaran
Namun,
bagaimana masa Lebaran 2014? Amat terang benderang, perusahaan pembiayaan
akan menerima berkah melimpah. Apa saja berkah itu? Faktor apa saja yang
patut dipertimbangkan? Pertama , menerima rezeki dari tunjangan hari raya.
Pada umumnya, dua minggu menjelang Lebaran, karyawan, pegawai, atau buruh
akan menerima tunjangan hari raya (THR). Uang THR yang minimal sebesar satu
kali gaji itu antara lain akan dibelanjakan untuk menambah dana pembelian
mobil atau sepeda motor.
Sudah
barang tentu aksi itu akan menyuburkan pendapatan perusahaan pembiayaan.
Rezeki itu sesungguhnya juga dinikmati oleh dealer mobil atau sepeda motor.
Mengapa demikian? Karena perusahaan pembiayaan sudah pasti akan bekerja sama
dengan beberapa dealer di seluruh Tanah Air dalam memberikan pembiayaan
konsumen. Oleh karena itu, saat ini banyak eventsebagai kerja sama antara
perusahaan pembiayaan dan dealer untuk memasarkan produk mobil dan terutama
sepeda motor. Untuk menarik konsumen, mereka sepakat untuk memberikan diskon
dan hadiah yang supermenawan.
Katakanlah,
diskon tinggi dan undian berhadiah “Beli satu, dapat dua motor”. Oleh
konsumen, mobil dan sepeda motor itu digunakan untuk mudik. Berapa target
penjualan mobil dan sepeda motor pada 2014? Gabungan Industri Kendaraan
Bermotor (Gaikindo) memproyeksikan 2014 memperkirakan penjualan mobil
mencapai 1,2 juta unit. Padahal, sebelumnya Gaikindo memperkirakan penjualan
mobil 2013 sama dengan penjualan tahun lalu 1,1 juta unit.
Penjualan
terjadi pada September 2013 ketika diadakan Indonesia International Motor
Show (IIMS) yangmencapai115.921unitatau naik 46,8% dari bulan
sebelumnyaAgustus2013sebesar77.962 unit (Tribunnews
, 7 Mei 2014). Sementara itu, Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia
(AISI) menargetkan penjualan sepeda motor pada 2014 sama dengan kinerja 2013 sebanyak
7,7 juta hingga 8 juta unit. Target yang bersifat stagnan ini sejalan dengan
akumulasi kondisi makroekonomi yang terganggu sejak beberapa bulan lalu (Bisnis Indonesia, 12 Januari 2014).
Tak
dapat dibendung lagi, penjualan mobil dan sepeda motor akan meledak saat
Lebaran. Alhasil, pertumbuhan pembiayaan konsumen akan terbang tinggi. Namun,
perusahaan pembiayaan sudah semestinya juga mempertimbangkan aji mumpung (moral hazard) konsumen yang nakal.
Kedua, meningkatkan kualitas kredit. Setelah Lebaran, biasanya akan terjadi
pula peningkatan penarikan sepeda motor oleh perusahaan pembiayaan. Kok bisa?
Begini ilustrasinya. Banyak konsumen akan mengambil pembiayaan sepeda motor untuk
dipakai pulang kampung meskipun dana mepet.
Setelah
Lebaran, konsumen mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban angsuran
bulanan sehingga akhirnya sepeda motor ditarik. Dari sisi konsumen, mereka
akan menarik keuntungan karena sudah menikmati sepeda motor baru untuk pulang
kampung. Sebaliknya, perusahaan pembiayaan akan merugi karena harga jual
sepeda motor tarikan sudah pasti akan menurun drastis daripada sepeda motor
baru. Oleh karena itu, perusahaan pembiayaan wajib meningkatkan kualitas
pembiayaan konsumen dengan mencermati perilaku konsumen seperti itu. Ketiga ,
menggenjot modal.
Dalam
industri keuangan baik perbankan maupun nonperbankan seperti perusahaan
pembiayaan, modal itu bagaikan tameng untuk sanggup bersaing dengan sigap.
Bukan hanya itu. Modal juga bermanfaat untuk menepis aneka potensi risiko
kredit, pasar, operasional, dan likuiditas. Potensi risiko itu bakal lebih
tinggi ketika kelak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong perusahaan
pembiayaan untuk membiayai usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM),
perumahan, dan bahkan infrastruktur. Akibat logisnya, perusahaan pembiayaan
wajib mengerek modal.
Modal
dapat dicetak melalui penawaran saham perdana (initial public offering/ IPO), menerbitkan subordinasi obligasi (subdebt) atau pengucuran dana segar.
Ingat, modal pun bersumber dari laba ditahan (retained earnings). Alhasil, perusahaan pembiayaan bukan hanya
memperoleh berkah Lebaran yang melimpah, melainkan juga mampu bersaing dengan
trengginas. Sungguh! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar