Botoh
Politik
Musyafak ;
Staf Balai Litbang Agama
Semarang
|
KORAN
TEMPO, 23 Juli 2014
Pemilu selalu menjadi momentum bangkitnya kekuatan para botoh.
Meski pada pemilihan presiden 2014 ini botoh tak terlalu mendapat sorotan,
bukan berarti golongan "penjudi politik" itu tidak ada.
Saat hari pencoblosan pada 9 Juli lalu, beberapa botoh di kampung
saya berkeliaran dari satu tempat pemungutan suara (TPS) ke TPS lainnya.
Pagi, ketika pencoblosan hendak dimulai, para botoh pun sibuk. Mereka
bergerilya mencari lawan judi. Ada yang memasang taruhan untuk kemenangan
capres-cawapres nomor urut 1, atau sebaliknya menjagokan nomor urut 2. Level
taruhan botoh-botoh kecil itu biasanya hanya perolehan suara di tingkat TPS
atau kelurahan. Taruhannya tidak melulu uang, tapi bisa juga kendaraan atau
benda-benda berharga yang dimiliki.
Botoh di tingkat desa atau daerah biasa beroperasi ketika
pemilihan kepala desa atau pemilihan pemimpin lokal lainnya. Botoh memang
bisa semata-mata tukang taruhan yang nihil peran politik. Tapi botoh juga
lumrah berperan aktif dalam politik praktis.
Kita bisa membaca kisah para "botoh politik" dalam
novel Mantra Penjinak Ular anggitan
Kuntowijoyo. Novel itu memerikan realitas figuratif bagaimana botoh bersaing
dengan mesin politik, atau sebaliknya menjadi bagian dari mesin politik,
untuk mempengaruhi "kemurnian" suara rakyat dalam pemilihan kepala
desa. Demi memenangkan perjudian, botoh rela menyuplai dana kampanye dan
membagi uang kepada tokoh-tokoh kunci.
Botoh punya kekuatan politik yang tak bisa dinafikan. Astrid
Susanto dalam buku Political Power and
Communication in Indonesia (Jackson
dan Pye, 1978) menyebutkan peran botoh sebagai public relation yang mewakili kandidat atau tim sukses sangat
berfaedah dalam komunikasi politik tradisional. Selain kaya, botoh mestilah
berpengaruh sekaligus pemimpin opini publik.
Di level pemilihan presiden, botoh besar yang bertaruh besar
untuk capres-cawapres yang dijagokan tentu saja tidak sekadar "duduk di
meja kasino". Botoh, yang menyulap demokrasi menjadi lahan judi, mau tak
mau turut terjun di arena politik. Kerja botoh tidak sebatas memasang taruhan
lalu berdiam menunggu kemenangan si jagoan. Botoh terjun ke arena politik,
berperan aktif menyukseskan calonnya dengan pelbagai cara.
Botoh juga bisa bergerak di luar mesin politik. Di luar sistem
kampanye yang dibangun oleh tim pemenangan, botoh bekerja sendiri untuk
membangun opini publik atau memobilisasi massa supaya memilih calon pemimpin
yang sudah dipasangi taruhan.
Mengintervensi proses politik, botoh yang cuma bersyahwat pada
uang tak segan menggunakan taktik yang kontraproduktif dengan
prinsip-prinsip-prinsip dan nilai-nilai demokrasi. Sebagian kampanye hitam
beraroma fitnah yang menyerang tiap capres-cawapres bukan tidak mungkin
bersumber dari rumah judi para botoh. Sebagai pihak ketiga, botoh justru
lebih leluasa mendayagunakan trik-intrik kotor. Botoh menunggangi keadaan dan
memperkeruhnya. Walhasil, kampanye hitam, fitnah, money politic, dan sejenis kecurangan lain itu bukan ulah tim
sukses belaka, tapi juga onar para penjudi.
Menjelang pengumuman KPU pada 22 Juli, botoh juga sama cemasnya
dengan pasangan capres-cawapres beserta tim pemenangan berikut relawannya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar