Kamis, 24 Juli 2014

Bendung Intervensi Asing

                                         Bendung Intervensi Asing

Ahmad Yani  ;   Wakil Ketua Fraksi PPP DPR RI
KORAN SINDO, 22 Juli 2014
                                                


Intervensi negara-negara asing memang tidak mudah dibuktikan, tetapi juga sukar untuk dibantah keberadaannya.

Misalnya, pada kasus penahanan dua guru Jakarta International School oleh Polri, seperti terbaca di situsnya Kedubes Amerika Serikat menyampaikan rilis bahwa ”we believe JIS and its teachers have closely cooperated with police authorities, and we are surprised at these developments given the presumption of innocence in Indonesian law” (kami percaya JIS dan para gurunya telah bekerja sama secara erat dengan otoritas kepolisian, tetapi kami terkejut dengan perkembangan ini terkait dengan asas praduga tak bersalah dalam hukum Indonesia). Intervensi asing dalam kasus JIS tergolong implisit dan lembut.

Yang lebih keras adalah mengarahkan para pengambil keputusan di pemerintahan, parlemen, dan lembaga yudikatif untuk mengambil keputusan yang menguntungkan mereka. Intervensi jenis ini juga diperkuat oleh opini publik yang dijalankan para pembuatopini, tokoh yang berpengaruh, media massa, lembaga penelitian, lembaga survei, dan lembaga nonpemerintah lain. Jejak intervensi menengah ini terlihat pada Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi, UU Pengelolaan Sumber Daya Air, UU Penanaman Modal, dan sebagainya.

Selain itu, berbagai kontrak karya (KK) dan implementasinya yang dipegang oleh perusahaan-perusahaan tambang asing. Intervensi terlihat karena pemberlakuan peraturan perundang-undangan teraktual terhadap pemegang KK hampir selalu kandas. Pemberlakuan aturan pengolahan dan pemurnian hasil tambang sesuai UU Pertambangan Mineral dan Batubara misalnya tidak berdaya terhadap pemegang KK dari asing. Aturan perpajakan terbaru juga tidak sepenuhnya dapat diterapkan kepada mereka, sesuatu yang berbeda dibandingkan dengan BUMN dan perusahaan-perusahaan swasta nasional.

Selain intervensi lunak dan menengah tersebut, ada pula intervensi asing yang sangat keras, eksplisit, kasar, dan terlihat memaksakan kehendak. Misalnya, seruan tidak memilih capres tertentu karena kasus-kasusnya pada masa lalu. Meskipun intervensi itu tidak efektif pada semua orang, intervensi tersebut akan didengar dan efektif pada sebagian orang. Propaganda yang disampaikan terus-menerus akan diperhatikan, diingat, dan akhirnya dibenarkan oleh publik. Dampak dari berbagai intervensi asing tersebut adalah kedaulatan bangsa Indonesia akan tergerus, baik di bidang politik, hukum, ekonomi, pertahanan, keamanan, maupun sosial kebudayaan.

Degradasi kedaulatan politik dapat mengakibatkan keputusan- keputusan pemerintah dan lembaga negara lain dibuat untuk kepentingan asing, atau sekurang-kurangnya tidak bebas dari kepentingan asing. Seorang calon presiden yang nasionalis atau bervisi kuat untuk memandirikan bangsanya bahkan bisa dihalangi untuk terpilih atau jika terpilih, akan dijatuhkan. Contohnya Presiden Mesir Mohamed Murs iyang boleh jadi dijatuhkan atas intervensi Israel. Kalaupun dia dapat bertahan, berbagai kebijakannya akan dihalangi untuk diterapkan, citranya akan dihancurkan, dan pemerintahannya akan terus menghadapi masalah yang sengaja diciptakan untuk menumpulkan efektivitas pemerintahan.

Contohnya adalah mantan Presiden Venezuela Hugo Chavez dan Presiden Bolivia Evo Morales. Intervensi asing di bidang hukum akan lebih berbahaya karena penegakan hukum bukan saja berdimensi negara, melainkan justru lebih berdimensi publik. Kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga penegak hukum akan merosot, bahkan publik mungkin menjadi kurang percaya kepada sistem hukum Indonesia. Mereka bisa saja lebih percaya kepada hukum negara asing atau hukum internasional.

Sebagai ilustrasi, jika para pelaku pedofilia dari asing mendapat perlakuan berbeda dengan pelaku dari bangsa sendiri, akan timbul ketidakpercayaan publik kepada penyelesaian kasus di Indonesia. Dampaknya bukanlah kemudian para pelaku pedofilia akan menuntut Pemerintah Indonesia di pengadilan internasional, tetapi sebagian pihak akan menjadikan kasus tersebut sebagai bukti lemahnya hukum di Indonesia. Itu sudah terjadi pada kasus-kasus penjualan manusia (trafficking) dan narkoba yang terlihat hanya tegas pada pelaku lapangan, tetapi tidak tegas pada cukong asingnya.

Citra kita di pentas dunia pun memudar. Citra itu akan dilihat oleh semua pihak, termasuk pelaku usaha multinasional. Bahaya intervensi asing pada bidang-bidang lain juga sangat besar, tetapi yang paling berisiko bila intervensi itu meliputi berbagai dimensi sekaligus. Mereka bisa mengintervensi proses politik di pemerintahan dan parlemen, lalu membuat aturan hukum yang menguntungkan mereka dan itu dilakukan di bidang perekonomian strategis. Misalnya, pertambangan migas dan emas, perbankan, dan lain-lain.

Yang juga sangat berbahaya adalah ada intervensi asing pada proses pilpres, baik sebelum maupun sesudah pengumuman pemenang pilpres. Untuk membendung intervensi asing, kita memerlukan pemimpin yang kuat, amanah, visioner, dan berani mengambil risiko. Pemimpin yang kuat diperlukan untuk menjalankan roda pemerintahan dan program-programnya yang pro bangsa Indonesia. Pemimpin yang amanah dibutuhkan agar kepemimpinan yang kuat tidak melenceng dari hukum dan kepentingan rakyat.

Visi juga penting karena tanpa visi yang jelas, pemerintahan hanya akan menyelesaikan tugas-tugas dan masalah-masalah yang bersifat rutin. Pemerintah yang visioner akan dapat mengarahkan birokrasi dan seluruh komponen bangsa untuk mencapai cita-cita yang luhur, perubahan yang besar, dan memberikan keuntungan terbesar bagi rakyat Indonesia. Pemerintahan itu juga harus berani karena menghadapi intervensi asing jelas berisiko, baik terhadap jabatan maupun kesuksesan kebijakan.

Jika pemerintahan seperti itu tidak diperoleh, tugasnya beralih pada parlemen yang kuat, amanah, visioner, dan berani mengambil risiko. Anggota parlemen yang demikian akan dapat mengontrol pemerintahan yang dinilai kurang tegas terhadap intervensi asing. Tetapi, parlemen yang demikian harus kompak dan kuat karena tidak mungkin satu partai atau seorang anggota parlemen dapat mengambil keputusan. Kebutuhan inilah yang mendorong muncul gagasankoalisikuat, koalisiefektif, atau koalisi permanen.

Dengan demikian, segala macam modus intervensi asing serta berbagai penyimpangan lain dapat diredam, baik oleh pemerintah maupun parlemen hasil pemilu. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar