Idul
Fitri dan Halalbihalal
A Mustofa Bisri ; Pengasuh
Pondok Pesantren Raudlatuh Tholibin, Leteh, Rembang
|
KOMPAS,
26 Juli 2014
NABI
Muhammad SAW pernah ditanya istri Nabi, Aisyah, mengenai doa apa yang mesti
dibaca saat Lailatul Qadar, Nabi
menjawab, ”Allahumma innaka ’afuwwun
tuhibbul ’afwa fa’fu ’annii.” Doa ini dalam bahasa Indonesia kira-kira, ”Ya, Allah, ya Tuhanku; sungguh Engkau
Maha Pengampun, suka mengampuni, maka ampunilah aku.”
Maha
Pengampun-Nya Allah dan kesukaan-Nya mengampuni tidak hanya tecermin dalam
asma-asma-Nya seperti Al-Ghafuur, Al-Ghaffaar, dan Al-’Afwu, tetapi juga
dapat diketahui melalui banyak firman-Nya di Al Quran dan sabda Rasul-Nya
dalam hadis-hadis-Nya.
Salah
satu firman-Nya bahkan menyeru hamba-hamba-Nya yang berdosa agar tidak
berputus harapan akan pengampunan- Nya dan menegaskan bahwa Dia mengampuni
dosa-dosa, semuanya (Q 39:53).
Bahkan,
sedemikian sukanya Allah mengampuni sehingga Rasul-Nya—dalam hadis sahih
bersumber dari sahabat Abu Hurairah dan riwayat imam Muslim—bersumpah bahwa
seandainya ”kalian semua tidak ada yang
berdosa, Allah SWT akan menghilangkan kalian dan menggantinya dengan kaum yang
berdosa yang memohon ampun kepada Allah lalu Ia pun mengampuni mereka”.
Maka,
kita melihat ”lembaga pengampunan” Allah yang dapat menghapuskan dosa, begitu
banyak. Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang menjadikan banyak amalan
sebagai penghapus dosa, mulai dari istigfar, shalat, puasa, hingga berbuat
baik lainnya, semuanya dapat menghapus dosa. Ini sangat kontras sekali dengan
perangai ”khalifah”-Nya di bumi yang namanya manusia ini.
Manusia—setidaknya
kebanyakan mereka—dari satu sisi suka berbuat kesalahan, di sisi lain gampang
tersinggung dan sangat sulit memaafkan kesalahan.
Bahkan,
banyak di antara mereka yang merasa ”dekat” dengan Tuhan pun tidak tampak
lebih pemaaf daripada yang lain. Malah sering kali justru lebih terlihat
sempit dada dan tengik.
Yang
aneh, terhadap Allah yang begitu baik dan Maha Pengampun, kita ini begitu
hati-hati. Namun, kepada sesama manusia yang tersinggung dan begitu sulit
memaafkan, kita malah sering sembrono.
Padahal, dibandingkan dengan dosa yang langsung berhubungan dengan Allah,
kesalahan terhadap sesama manusia jauh lebih sulit menghapusnya. Allah tidak
akan mengampuni dosa orang yang mempunyai kesalahan kepada saudaranya sesama
manusia sebelum saudaranya itu memaafkan.
Makna halalbihalal
Ada
sebuah hadis sahih yang sungguh membuat mukmin yang sehat pikirannya akan
merasa khawatir merenungkannya. Yaitu, hadis sahih—dari sahabat Abu Hurairah
yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim—tentang betapa tragisnya orang yang
saat datang di hari kiamat membawa seabrek
(pahala) amal, seperti shalat, puasa, dan zakat, sementara ketika hidup di
dunia banyak berbuat kejahatan kepada sesama.
Digambarkan,
nanti orang yang pernah dicacinya, orang yang pernah difitnahnya, yang pernah
dimakan hartanya, yang pernah dilukainya, dan yang pernah dipukulnya akan
beramai-ramai menggerogoti (pahala) amalnya yang banyak itu.
Bahkan,
apabila (pahala) amalnya itu sudah habis dan masih ada orang yang pernah
dizalimi dan belum terlunasi, dosa orang ini pun akan ditimpukkan kepadanya
sebelum akhirnya dia dilempar ke neraka. Orang yang malang ini disebut
Rasulullah SAW sebagai orang bangkrut yang sebenarnya.
Lihatlah,
orang yang bangkrut itu disebutkan membawa seabrek (pahala) shalat, puasa,
dan zakat. Berarti dari sisi ini, dia adalah orang yang taat beribadah.
Namun, karena perangainya yang buruk terhadap sesama, justru hasil ibadahnya
itu sirna.
Maka,
bagi kaum beriman, berhati-hati dalam pergaulan itu sangat penting. Kaum
beriman tidak hanya mengandalkan amal ibadahnya tanpa menjaga akhlak
pergaulannya dengan sesama. Apalagi, karena bangga terhadap amal ibadahnya,
lalu merendahkan dan menyepelekan sesamanya. Na’udzubillah min dzaalik.
Masih
ada satu hadis sahih lagi yang senada dengan hadis di atas, yang menganjurkan
kita segera meminta halal dari orang yang pernah kita zalimi (falyatahallalhu minhu), apakah itu
berkenaan dengan kehormatannya atau yang lain.
Saya
pikir, bertolak dari sinilah bermula istilah halalbihalal (menulisnya tidak dipisah-pisah). Anjuran Nabi untuk
meminta halal dari saudara kita yang pernah kita zalimi tentunya berlaku juga
bagi saudara kita.
Seperti
kita ketahui, kata kita ini assembling
dari bahasa Arab. Asalnya halaal-bi-halaal
(dalam kamus Arab sendiri, tidak ditemukan entri halaal-bi-halaal ini). Jadi, ini murni rakitan bangsa Indonesia.
Semula mempunyai makna harfiah halal dengan halal, kemudian menjadi: saling
menghalalkan.
Begitulah
tradisi silaturahmi (Arabnya: silaturahim), di hari raya Idul Fitri pun diisi
dengan acara halalbihalal. Saling menghalalkan alias saling memaafkan.
Halalbihalal-lah terutama mendorong orang bersemangat melakukan silaturahim
di hari raya Idul Fitri. Sampai-sampai kemudian melahirkan tradisi lain yang
kita sebut mudik.
Kalau
tujuannya saling memaafkan, mengapa halalbihalal itu (hanya) dilakukan di
hari raya Idul Fitri atau di bulan Syawal, tidak setiap saat?
Boleh
jadi ini ada kaitannya dengan ”watak” bangsa kita yang sulit mengaku salah
dan sulit memaafkan. Jadi, diperlukan timing
yang tepat untuk saling meminta dan memberi maaf. Lalu, kapan itu? Nah, tidak
ada saat yang lebih tepat melebihi saat setelah puasa Ramadhan.
Mengapa?
Karena sesuai janji Rasulullah SAW, barang siapa yang berpuasa di bulan
Ramadhan semata-mata karena iman dan mencari pahala Allah, diampuni
dosa-dosanya yang sudah-sudah.
Tentunya
ini dosa-dosa yang berkaitan dengan Allah langsung. Orang yang tidak
mempunyai dosa kepada Allah karena dosa-dosanya sudah diampuni, dadanya
menjadi lapang. Mungkin ini bisa menjelaskan mengapa setelah usai puasa
Ramadhan, orang- orang Islam menjadi terbuka, ringan meminta maaf, dan mudah
memaafkan.
Maka,
dosa-dosa berat yang diakibatkan kesembronoan dalam pergaulan hidup dengan
sesama hamba Allah diharapkan dapat dengan mudah dilebur. Nah, kesempatan
bersilaturahim di hari raya Idul Fitri ini jangan sampai kita lewatkan untuk
berhalalbihalal, saling menghalalkan, dan saling memaafkan. Sehingga di
Lebaran ini, leburlah semua dosa-dosa kita. Semoga.
Selamat Idul Fitri 1435 Hijriah. Mohon
maaf lahir batin. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar