Senin, 22 September 2014

Sulawesi Utara, Pintu untuk Kuasai Dunia

Sulawesi Utara, Pintu untuk Kuasai Dunia

Gianie  ;   Peneliti Litbang Kompas
KOMPAS, 22 September 2014

                                                                                                                       
                                                      

LAUTAN masa lalu adalah Mediterania. Lautan masa kini adalah Atlantik. Lautan masa depan adalah Pasifik. Demikian dikatakan Gubernur Sulawesi Utara Sinyo Harry Sarundajang dalam diskusi bersama harian Kompas dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara di Manado, Selasa (16/9), dalam rangka peringatan 50 tahun Sulawesi Utara.

Pasifik sudah menjadi masa kini, bukan lagi yang akan datang. Menguasai pelayaran dan lalu lintas perdagangan di lautan Pasifik berarti menguasai dunia. Sulawesi Utara yang berada di bibir Samudra Pasifik merupakan pintu bagi Indonesia untuk menguasai dunia. Syaratnya, menyiapkan konstruksi rumah yang bernama maritim dan mengisi rumah tersebut dengan keunggulan komparatif dan kompetitif.

Pernyataan Gubernur Sulawesi Utara bahwa lautan masa depan adalah Pasifik menggaungkan pemikiran Sam Ratulangi, gubernur pertama Sulawesi Utara, lebih dari setengah abad lalu. Sam Ratulangi yang meninggal 65 tahun lalu telah menyadari, Indonesia memiliki keunggulan geostrategis di wilayah Pasifik pada abad ke-21, era milenium ketiga.

Di kala pusat dunia berada di Atlantik (milenium kedua), setelah bergeser dari Mediterania (milenium pertama), Sam Ratulangi telah mempunyai visi jauh ke depan. Ia melihat bahwa pada milenium ketiga, pusat dunia akan bergeser ke Pasifik. Dalam kerangka itu, Sam Ratulangi berbicara mengenai kemungkinan diterapkannya sistem ketatanegaraan yang bersifat federal atau otonomi daerah yang lebih luas untuk mengantisipasi kompetisi global yang akan berpusat di Pasifik.

Dalam konteks sekarang, pesan yang disampaikan ialah bahwa orientasi pembangunan dengan sistem otonomi daerah tidak boleh lagi hanya memperhatikan wilayah kontinen. Wilayah maritim yang menjadi ciri negara kepulauan terbesar di dunia ini tidak boleh lagi diabaikan.

Selama ini, pelaksanaan otonomi daerah dengan anggaran dana alokasi umum telah menimbulkan ketidakadilan. Otonomi daerah lebih memakmurkan daerah-daerah yang daratannya lebih luas. Padahal, kemiskinan di daerah kepulauan lebih parah dibandingkan dengan desa di daratan. Nelayan lebih miskin daripada petani. Infrastruktur di daerah kepulauan juga minim.

Jarak lebih dekat

Sulawesi Utara adalah salah satu provinsi kepulauan di Indonesia yang berbatasan laut dengan negara tetangga. Geoposisi Sulawesi Utara yang berhadapan langsung dengan lautan Pasifik menempatkannya lebih dekat dengan negara-negara yang masuk dalam kerja sama ekonomi Asia Tenggara (AFTA) dan Asia Pasifik (APEC).

Jarak tempuh distribusi barang dari Sulawesi Utara ke Hongkong, Tokyo, Seoul, Honolulu, Vancouver, Panama, Vladivostok, dan San Francisco lebih dekat dibandingkan dari Jakarta, Surabaya, atau Makassar. Namun, dalam alur pelayaran ekspor Indonesia, posisi Sulawesi Utara dengan pelabuhan alamnya di Bitung belum memiliki akses langsung ke luar negeri.

Pelabuhan-pelabuhan di wilayah timur Indonesia, seperti di Makassar, Bitung, Sorong, Ambon, Ternate, dan Kendari, dalam alur ekspor barang harus melalui pelabuhan di Jakarta atau Surabaya untuk selanjutnya ke Singapura dan negara tujuan ekspor. Rute pelayaran ini tidak efisien dari segi waktu dan biaya sehingga meningkatkan biaya logistik. Itu sebabnya, biaya logistik Indonesia adalah yang tertinggi di Asia Tenggara, mencapai 24 persen dari produk domestik bruto.

Kondisi inilah yang akan diperbaiki. Jika kapasitas pelabuhan peti kemas di Bitung ditingkatkan, jalur pelayaran dari timur ke barat, dari Papua Niugini ke Malaysia, yang melalui Bitung diperkirakan mampu menghemat biaya 200 dollar Amerika Serikat (AS)-300 dollar AS per kontainer ukuran 20
kaki. Hal itu juga akan menghemat waktu sekitar satu minggu dibandingkan jika melalui Tanjung Priok atau Tanjung Perak. Begitu pula dalam jalur pelayaran dari utara ke Indonesia, seperti dari Tiongkok ke Davao (Filipina) dan lanjut ke Bitung, biaya dan waktu akan bisa dihemat hingga setengahnya.

Perubahan alur ekspor dengan melalui Pelabuhan Bitung sangat dimungkinkan karena posisi Sulawesi Utara yang diapit oleh dua Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), yaitu ALKI 2 (Laut Sulawesi) dan ALKI 3 (Laut Maluku dan Samudra Pasifik).

Hub internasional

Rencana pengembangan Pelabuhan Bitung sebagai pelabuhan hub internasional sesuai dengan dokumen Rencana Induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) bisa mengakomodasi distribusi barang dari pelabuhan pengumpan di sisi barat dan timur untuk selanjutnya langsung dibawa ke pasar Asia, Eropa, dan Amerika. Pelabuhan pengumpan dari barat meliputi Balikpapan, Samarinda, Tarakan, Palu, dan Makassar. Sementara pelabuhan pengumpan dari sisi timur meliputi Ambon, Ternate, Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Sorong

Dengan pengembangan Pelabuhan Bitung, wilayah Sulawesi Utara ditargetkan untuk pengembangan penangkapan ikan terpadu yang didukung industri pengolahan dan pengawetan ikan serta biota perairan lain. Bitung pun ditetapkan sebagai kawasan ekonomi khusus (KEK) pada Mei 2014.

Setelah penetapan Bitung sebagai KEK, sejumlah kebijakan dan percepatan pembangunan infrastruktur pun disiapkan. Luas KEK yang semula 534 hektar dapat dikembangkan hingga 2.000 hektar dengan tambahan reklamasi 274 hektar. Panjang dermaga peti kemas yang kini sekitar 515 meter secara bertahap akan ditambah dan ditargetkan mencapai 800 meter pada 2028. Ada juga rencana pembangunan Tol Manado-Bitung sepanjang 38 kilometer dalam dua tahapan dalam waktu
dekat.

Untuk meramaikan aktivitas bongkar muat barang, Bitung sudah mengantongi izin impor tiga komoditas langsung ke Pelabuhan Bitung melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2014 yang diterbitkan pada 3 Juli 2014. Tiga komoditas itu adalah makanan dan minuman, pakaian jadi, dan elektronik. Izin itu berlaku per 1 Oktober nanti.

Bitung dan Manado menjadi pusat kawasan ekonomi strategis yang akan menghela perekonomian di seluruh Sulawesi Utara, juga wilayah Sulawesi lain. Tekanannya adalah pada pengembangan sektor perikanan dan perkebunan kelapa beserta produk turunannya.

Sulawesi Utara sendiri akan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi berbasis gugus pulau. Dengan sumber daya laut yang dimiliki, Sulawesi Utara memiliki keunggulan geoekonomi, yaitu laut sebagai sumber pangan baru akibat keterbatasan pangan di darat sekaligus menjadi sumber energi.

Sudah saatnya pemerintah pusat mengubah paradigma pembangunan ke arah maritim. Adalah kewenangan pusat untuk mengoordinasi pelayaran dan mengubah tata ruang nasional untuk mendukung pengembangan pelayaran. Konsep sudah dimiliki, tinggal komitmen yang kuat untuk mewujudkannya, karena siapa yang menguasai laut akan menguasai dunia. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar