Senin, 22 September 2014

Gairah di Bibir Pasifik

Gairah di Bibir Pasifik

Ninuk M Pambudy dkk,  ;   Wartawan Kompas
KOMPAS, 22 September 2014

                                                                                                                       
                                                      

Pengantar Redaksi

Harian ”Kompas” bersama Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara mengadakan seminar "Di Laut Sulawesi Utara Berjaya" di Manado, Selasa (16/9), untuk memperingati 50 tahun Provinsi Sulawesi Utara. Sebagai pembicara, Gubernur Sulut SH Sarundajang, Dirjen Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan Sudirman Saad, Direktur Kelautan dan Perikanan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Sri Yanti Wibisana, Ketua Institut Keamanan dan Keselamatan Maritim Indonesia Laksdya (Purn) Y Didik Heru Purnomo, pengajar Institut Pertanian Bogor Prof Dr Dietriech Bengen, dan Dekan Fakultas Perikanan Universitas Sam Ratulangi Prof Dr Grevo Gerung, serta moderator Ketua Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Manado-Belitung Noldy Tuerah. Laporan disajikan Ninuk M Pambudy, Tri Agung Kristanto, J Rizal Layuck, dan peneliti Litbang ”Kompas”, Gianie, di bawah ini dan halaman 24 serta besok di halaman 24.


WAKTU masih sekitar pukul 15.00 di pelabuhan peti kemas Bitung, Sulawesi Utara, Senin (15/9). Di tepi dermaga, laut terlihat biru gelap, menandakan kedalaman lebih dari 20 meter. Vegetasi Pulau Lembeh yang berhadapan dengan Bitung tampak jelas karena hanya berjarak 1-2 kilometer dari daratan Sulut.

Bitung adalah pelabuhan alam yang sangat strategis dari sisi letak. Pulau Lembeh melindungi pelabuhan alam ini dari angin dan gelombang Samudra Pasifik. Kota pelabuhan itu memang berada di bibir Lautan Teduh, berjarak hanya 43 kilometer dari Manado, ibu kota Sulawesi Utara.

Kegiatan di pelabuhan sepi sore itu, berbeda jauh dari kesibukan 24 jam seperti di Tanjung Priok atau Tanjung Perak.

Situasi itu seperti menisbikan posisi Bitung yang sudah ditetapkan sebagai gerbang internasional Indonesia bagian timur ke Asia Pasifik. Juga kenyataan Kota Bitung memiliki jalan yang lebar, 25 industri pengolahan ikan, perjalanan ke Manado yang berjarak 43 kilometer perlu waktu 1,5 jam karena ramainya lalu lintas.

Perkembangan Bitung yang penuh gairah untuk maju terasa lambat dibandingkan dengan potensi yang dimiliki Sulawesi Utara dan keinginan pemerintah pusat mengatasi masalah logistik nasional. Biaya logistik Indonesia 24 persen dari produk domestik bruto dan termahal di ASEAN.

Apabila janji pemerintah pusat mengembangkan infrastruktur Bitung sebagai gerbang Indonesia ke Asia Pasifik segera diwujudkan, produk perkebunan dan perikanan dari timur dapat diekspor melalui Bitung. Biaya angkut menjadi lebih murah 200 dollar AS per peti kemas 20 kaki ke Singapura karena tidak perlu melalui Jakarta atau Surabaya.

Lambatnya pembangunan Bitung menjadi simbol kurangnya perhatian pemerintah pusat terhadap kelautan. Muncul perasaan pembangunan lebih menekankan daratan di tengah kenyataan dari 7,7 juta kilometer persegi luas Indonesia, hanya 1,9 juta kilometer persegi atau kurang dari 25 persen berupa daratan.

Masa depan

Masa depan Indonesia adalah laut. Laut menjadi sumber pangan, mineral, bahan obat, hingga kosmetik. Laut sumber energi bersih terbarukan, sumber devisa melalui wisata bahari konservasi, serta penghubung pulau-pulau di dalam Indonesia dan Indonesia dengan dunia luar.

Janji presiden terpilih Joko Widodo menjadikan Indonesia poros maritim dunia bertemu dengan aspirasi daerah yang lama menantikan keterhubungan 13.466 pulau Indonesia yang secara resmi dilaporkan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa, dari lebih dari 17.000 pulau di Nusantara.

Bappenas telah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah yang memasukkan keinginan presiden terpilih memajukan kemaritiman.

Di antara sasaran pembangunan adalah memperkuat kedaulatan wilayah dengan meningkatkan kemampuan perundingan batas laut Indonesia dengan sembilan negara tetangga.

Pulau-pulau terkecil mendapat perhatian dengan merencanakan pembangunan pelabuhan. Pulau-pulau terluar juga ditingkatkan pengamanannya untuk mencegah pencurian ikan serta menjaga kedaulatan dan keamanan Nusantara.

Pengembangan ke arah daratan yang terbatas akan membuat kawasan pesisir semakin penting. Terjadi kecenderungan di sejumlah negara, kota-kota tumbuh di kawasan pesisir dengan tidak merusak lingkungan.

Komitmen

Untuk manfaat terbesar bagi kemakmuran masyarakat, butuh komitmen jangka panjang pemerintah pusat dan daerah untuk membangun infrastruktur dan ketahanan masyarakat.

Manado, misalnya, saat ini listrik kerap mati di sebagian kota. Kerja sama antara pemerintah daerah, perguruan tinggi sebagai pusat riset, inovasi, dan ilmu pengetahuan, serta swasta belum berkembang. Kewirausahaan harus ditumbuhkan meskipun bukan hal mudah. Pelaku wirausaha berani mengambil risiko usaha serta siap memanfaatkan inovasi dan teknologi.

Pada saat bersamaan pembangunan harus tetap memperhatikan lingkungan, terutama karena Sulawesi Utara menjadi bagian segitiga pusat keragaman hayati koral dunia. Pulau-pulau kecil di kawasan konservasi dapat menjadi kawasan wisata bahari tanpa menggusur warga setempat.

Pemerintah pusat harus berkomitmen dengan memfokuskan dana pembangunan yang terbatas pada infrastruktur kelautan. Tanpa komitmen, daya saing Indonesia akan semakin tertinggal pada saat pasar tunggal ASEAN dibuka akhir tahun 2015.

Masyarakat Sulawesi Utara sangat bersemangat membangun. Mereka menagih wujud janji-janji yang sudah diucapkan. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar