Menindak
Pengelola Dana Ilegal
Apri Sya’bani ;
Master
Degree in Law; Mantan Pegawai Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
(Bapepam-LK); Kini Pegawai Kementerian Keuangan RI
|
KOMPAS,
09 September 2014
KEBERADAAN Manusia
Membantu Manusia Indonesia atau istilah lainnya Mavrodi Mondial Money Box
telah menyita perhatian publik. Dari situs web MMM diperoleh gambaran bahwa
sistem MMM bekerja dengan cara menghimpun dana partisipan dan kemudian
partisipan memperoleh reward dari partisipan lain.
Pengelola Manusia
Membantu Manusia (MMM) menjelaskan bahwa sistem keuangan MMM bukan sistem
investasi, jadi reward yang diperoleh partisipan bukan berasal dari
keuntungan investasi.Reward berasal dari dana yang juga disimpan para
partisipan lain. MMM menggunakan istilah ”Provide Help” atau ”Memberikan
Bantuan” untuk partisipan yang mendepositkan dananya di sistem MMM.
Partisipan yang ingin
menarik dananya melakukan ”Get Help” untuk menarik dananya. Saat partisipan
menarik dana, mereka akan mendapatkan reward yang dijanjikan MMM 30 persen
per bulan.
Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) menyatakan, program MMM Indonesia bukan merupakan lembaga jasa keuangan
(LJK) sehingga OJK tidak mengatur dan tidak mengawasi keberadaan program MMM
Indonesia.
Pengertian LJK dalam
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK)
adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor perbankan, pasar modal,
asuransi, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya
(Pasal 1 angka 4 UU OJK).
Definisi
Definisi LJK lainnya
dalam UU OJK dibatasi jenisnya, yaitu pegadaian, lembaga penjaminan, lembaga
pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, dan
lembaga yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat
wajib, meliputi penyelenggara program jaminan sosial, pensiun, dan
kesejahteraan (Pasal 1 angka 10 UU OJK).
Dari definisi
tersebut, tidak ada yang mengatur program MMM. Padahal, pembentukan OJK yang
tertuang dalam UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana
telah diubah, terakhir dengan UU Nomor 6 Tahun 2009, mengamanatkan
pembentukan sektor jasa keuangan juga mencakup pengawasan badan-badan lain
yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat.
Program MMM jelas
merupakan kegiatan penghimpunan dana masyarakat. MMM mengelola dana
partisipan dengan memutar dana yang disimpan partisipan kepada partisipan
lain yang membutuhkan.
Pada dasarnya cara
kerja MMM meniru fractional reserve banking yang dilakukan perbankan dengan
memanfaatkan dana yang ditempatkan depositor, penabung di bank, untuk
kemudian ”dipinjamkan” kepada debitor.
Saat ini ketentuan
mengenai MMM memang belum diatur di Indonesia. Lembaga pengawasan yang ada,
seperti OJK, dalam mengeksekusi kewenangannya mengawasi sektor jasa keuangan
cenderung merujuk pada definisi LJK yang termaktub pada UU OJK.
Lebih sempit lagi
eksekusi kewenangan pengawasan OJK dibatasi pada LJK yang mendapatkan izin
dari OJK. Akibatnya di luar klasifikasi tersebut merupakan kegiatan di luar
pengawasan OJK.
Sebagai contoh, ketika
OJK belum terbentuk, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
(Bapepam-LK) cenderung tidak mau melibatkan diri dalam penanganan ganti rugi
nasabah reksa dana PT Antaboga Delta Sekuritas Indonesia (PT ADSI).
Keputusan pencabutan
izin PT ADSI menunjukkan tidak adanya itikad untuk membantu menyelesaikan
dana nasabah sampai tuntas, karena pencabutan izin berkonsekuensi pada tidak
adanya wewenang Bapepam-LK untuk menangani proses ganti rugi dana nasabah.
Menilik kembali alasan
dibentuknya OJK, salah satunya adalah mengatasi permasalahan lintas sektoral
di sektor jasa keuangan yang meliputi tindakan moral hazard dan belum optimalnya perlindungan konsumen jasa
keuangan (paragraf 4 penjelasan UU OJK).
Jika permasalahannya
ada pada bentuk lembaga MMM atau partisipan MMM, setidaknya ada upaya baik
dari pemerintah ataupun lembaga terkait di sektor keuangan untuk mencegah
sebelum kegiatan MMM collaps dan
merugikan partisipan.
Perlu antisipasi
Saat ini memang belum
terdapat klaim kerugian dari partisipan MMM, tetapi melihat pada pola kerja
MMM, terdapat potensi kerugian ke depan.
Seperti halnya praktik
MMM yang pertama kali muncul di Rusia, lalu di India, bahaya hancurnya sistem
money game ini merupakan hal nyata karena sis- tem ini selalu membutuhkan
peserta baru agar tetap bertahan. Siapa yang menjamin keberlangsungan sistem
ini?
Para peserta yang
masuk belakangan berpotensi besar menanggung kerugian akibat collaps-nya sistem ini. Pada akhirnya,
sistem ini akan berhenti dan berpotensi besar untuk merugi sehingga
pemerintah perlu bertindak sesegera mungkin untuk mencegah timbulnya kerugian
masyarakat lebih besar. Apalagi jumlah anggota MMM sudah lebih dari 100.000
anggota.
Meski demikian, OJK
wajib mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai program MMM, karena imbal
hasil 30 persen itu di luar kewajaran. Tindakan preventif lebih besar lagi
perlu diupayakan guna mencegah berulangnya model skema pengelolaan uang
seperti ini.
Pertanyaan besar
terhadap model pengelolaan uang ini adalah, bagaimana legalitasnya di
Indonesia? Jika memang tidak ada peraturan yang mewadahi pengawasan program
MMM atau model serupa lainnya, kegiatan seperti ini harus segera dihentikan.
Perlu peraturan tegas
yang menjangkau pengaturan dan pengawasan berbagai jenis kegiatan di bidang
jasa keuangan yang menghimpun dana masyarakat.
Ke depan, peraturan
yang ada harus mampu mengantisipasi model dan bentuk baru yang mungkin muncul
dan mengamuflase usaha yang sebenarnya merupakan ponzy scheme. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar