Rabu, 10 September 2014

Menindak Pengelola Dana Ilegal

Menindak Pengelola Dana Ilegal  

Apri Sya’bani  ;   Master Degree in Law; Mantan Pegawai Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK); Kini Pegawai Kementerian Keuangan RI
KOMPAS, 09 September 2014

                                                                                                                       
                                                      

KEBERADAAN Manusia Membantu Manusia Indonesia atau istilah lainnya Mavrodi Mondial Money Box telah menyita perhatian publik. Dari situs web MMM diperoleh gambaran bahwa sistem MMM bekerja dengan cara menghimpun dana partisipan dan kemudian partisipan memperoleh reward dari partisipan lain.

Pengelola Manusia Membantu Manusia (MMM) menjelaskan bahwa sistem keuangan MMM bukan sistem investasi, jadi reward yang diperoleh partisipan bukan berasal dari keuntungan investasi.Reward berasal dari dana yang juga disimpan para partisipan lain. MMM menggunakan istilah ”Provide Help” atau ”Memberikan Bantuan” untuk partisipan yang mendepositkan dananya di sistem MMM.

Partisipan yang ingin menarik dananya melakukan ”Get Help” untuk menarik dananya. Saat partisipan menarik dana, mereka akan mendapatkan reward yang dijanjikan MMM 30 persen per bulan.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan, program MMM Indonesia bukan merupakan lembaga jasa keuangan (LJK) sehingga OJK tidak mengatur dan tidak mengawasi keberadaan program MMM Indonesia.

Pengertian LJK dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK) adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor perbankan, pasar modal, asuransi, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya (Pasal 1 angka 4 UU OJK).

Definisi

Definisi LJK lainnya dalam UU OJK dibatasi jenisnya, yaitu pegadaian, lembaga penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, dan lembaga yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, meliputi penyelenggara program jaminan sosial, pensiun, dan kesejahteraan (Pasal 1 angka 10 UU OJK).

Dari definisi tersebut, tidak ada yang mengatur program MMM. Padahal, pembentukan OJK yang tertuang dalam UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah, terakhir dengan UU Nomor 6 Tahun 2009, mengamanatkan pembentukan sektor jasa keuangan juga mencakup pengawasan badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat.

Program MMM jelas merupakan kegiatan penghimpunan dana masyarakat. MMM mengelola dana partisipan dengan memutar dana yang disimpan partisipan kepada partisipan lain yang membutuhkan.

Pada dasarnya cara kerja MMM meniru fractional reserve banking yang dilakukan perbankan dengan memanfaatkan dana yang ditempatkan depositor, penabung di bank, untuk kemudian ”dipinjamkan” kepada debitor.

Saat ini ketentuan mengenai MMM memang belum diatur di Indonesia. Lembaga pengawasan yang ada, seperti OJK, dalam mengeksekusi kewenangannya mengawasi sektor jasa keuangan cenderung merujuk pada definisi LJK yang termaktub pada UU OJK.

Lebih sempit lagi eksekusi kewenangan pengawasan OJK dibatasi pada LJK yang mendapatkan izin dari OJK. Akibatnya di luar klasifikasi tersebut merupakan kegiatan di luar pengawasan OJK.

Sebagai contoh, ketika OJK belum terbentuk, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) cenderung tidak mau melibatkan diri dalam penanganan ganti rugi nasabah reksa dana PT Antaboga Delta Sekuritas Indonesia (PT ADSI).

Keputusan pencabutan izin PT ADSI menunjukkan tidak adanya itikad untuk membantu menyelesaikan dana nasabah sampai tuntas, karena pencabutan izin berkonsekuensi pada tidak adanya wewenang Bapepam-LK untuk menangani proses ganti rugi dana nasabah.

Menilik kembali alasan dibentuknya OJK, salah satunya adalah mengatasi permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan yang meliputi tindakan moral hazard dan belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan (paragraf 4 penjelasan UU OJK).

Jika permasalahannya ada pada bentuk lembaga MMM atau partisipan MMM, setidaknya ada upaya baik dari pemerintah ataupun lembaga terkait di sektor keuangan untuk mencegah sebelum kegiatan MMM collaps dan merugikan partisipan.

Perlu antisipasi

Saat ini memang belum terdapat klaim kerugian dari partisipan MMM, tetapi melihat pada pola kerja MMM, terdapat potensi kerugian ke depan.

Seperti halnya praktik MMM yang pertama kali muncul di Rusia, lalu di India, bahaya hancurnya sistem money game ini merupakan hal nyata karena sis- tem ini selalu membutuhkan peserta baru agar tetap bertahan. Siapa yang menjamin keberlangsungan sistem ini?

Para peserta yang masuk belakangan berpotensi besar menanggung kerugian akibat collaps-nya sistem ini. Pada akhirnya, sistem ini akan berhenti dan berpotensi besar untuk merugi sehingga pemerintah perlu bertindak sesegera mungkin untuk mencegah timbulnya kerugian masyarakat lebih besar. Apalagi jumlah anggota MMM sudah lebih dari 100.000 anggota.

Meski demikian, OJK wajib mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai program MMM, karena imbal hasil 30 persen itu di luar kewajaran. Tindakan preventif lebih besar lagi perlu diupayakan guna mencegah berulangnya model skema pengelolaan uang seperti ini.

Pertanyaan besar terhadap model pengelolaan uang ini adalah, bagaimana legalitasnya di Indonesia? Jika memang tidak ada peraturan yang mewadahi pengawasan program MMM atau model serupa lainnya, kegiatan seperti ini harus segera dihentikan.

Perlu peraturan tegas yang menjangkau pengaturan dan pengawasan berbagai jenis kegiatan di bidang jasa keuangan yang menghimpun dana masyarakat.
Ke depan, peraturan yang ada harus mampu mengantisipasi model dan bentuk baru yang mungkin muncul dan mengamuflase usaha yang sebenarnya merupakan ponzy scheme.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar