Asas
Gotong Royong Masyarakat ASEAN
Rene L Pattiradjawane ;
Wartawan
Senior Kompas
|
KOMPAS,
10 September 2014
|
SALAH
satu ancaman nyata dalam pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 adalah
makin meningkatnya proteksionisme. Selain itu juga tidak tecermin secara
jelas komitmen Indonesia sebagai negara anggota terbesar ASEAN dalam
menghadapi integrasi ekonomi dan perdagangan bebas yang akan terbentuk 15
bulan mendatang.
Kekhawatiran
ini muncul dalam forum ASEAN Business Club yang diselenggarakan di Singapura
pada Senin (8/9). Pendiri AirAsia, Tony Fernandes, seperti dikutip harian
Financial Times, mengatakan, proteksionisme lebih banyak disebabkan peranan
pemerintah.
Banyak
pemerintahan negara anggota ASEAN yang terlalu terlibat dalam bisnis. ”Harus
ada pembedaan yang jelas apakah pemerintah itu bertindak dan berfungsi
sebagai regulator dan fasilitator atau mereka terlibat dalam bisnis,” kata
Fernandes.
Terkait
komitmen Indonesia terhadap Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, ada
kekhawatiran sehubungan dengan nasionalisme ekonomi di bawah pemerintahan
baru presiden terpilih Joko Widodo. Ini terutama dalam visualisasi kebijakan
regional di masa mendatang. Indonesia cemas ekonominya akan ”ditelan” para
pesaing dari Singapura dan Malaysia.
Kekhawatiran
ini khususnya muncul di sektor keuangan. Para eksekutif perusahaan-perusahaan
besar di ASEAN menganggap, tanpa keterlibatan utuh Indonesia dalam MEA 2015,
integrasi ekonomi Asia Tenggara tak banyak memberi perubahan dan arti yang
utuh secara regional.
Di
sisi lain, kita melihat para pelaku bisnis dalam forum tersebut lupa bahwa
semangat MEA 2015 tak bisa dipisahkan dari pilar keseluruhan Masyarakat ASEAN
secara utuh. Ada dua alasan. Pertama, bidang ekonomi merupakan denominator
paling mudah untuk mempercepat integrasi kawasan dibandingkan pilar
politik-keamanan ataupun pilar sosial-budaya.
Kedua,
harus diingat bahwa ASEAN adalah warisan organisasi politik untuk meredam
konflik dan membangun secara gotong royong stabilitas dan perdamaian sebagai
prasyarat pertumbuhan ekonomi bagi kesejahteraan warga Asia Tenggara.
Semangat gotong royong ini harus tecermin dalam Masyarakat ASEAN.
Ini
merupakan cita-cita Indonesia sejak Orde Baru, membangun kerja sama
berasaskan gotong royong bagi kepentingan bersama. Membangun hubungan politik
dan ekonomi tak bisa dipisahkan dari kerja sama budaya sehingga pemikiran
tentang pembangunan akan memiliki landasan kokoh bagi kemitraan strategis di
antara negara kawasan.
Ada
beberapa faktor ikut menentukan mengapa kegotongroyongan harus menjadi
kepentingan dan asas bersama. Pertama, sebagai organisasi regional, ASEAN
bukan lembaga untuk menjembatani pertikaian di antara negara-negara
anggotanya, melainkan lebih sebagai sebuah forum dialog untuk mencapai
konsensus terbaik menyelesaikan persoalan-persoalan regional, termasuk
ekonomi.
Kedua,
kerja sama pilar ekonomi Masyarakat ASEAN 2015 bertujuan mempromosikan
pertumbuhan ekonomi, meningkatkan daya saing internasional, mengurangi angka
kemiskinan, dan mempromosikan integrasi ekonomi regional. Ini sejalan ketika
negara-negara ASEAN mulai masuk ke pembangunan komprehensif berorientasi
ekspor dengan industri pengolahan ekspor akan menjadi pendorong utama pertumbuhan
ASEAN.
Ketiga,
konstruksi regional ASEAN setelah tahun 2015 harus dilihat dalam prospek
saling menguntungkan karena konektivitas ekonomi ASEAN harus mampu menyerap
seluruh potensi antarnegara, tak hanya mewakili kepentingan sektor ekonomi
tertentu, seperti jasa dan keuangan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar