Kamis, 17 Juli 2014

Hitung Cepat

                                                           Hitung Cepat

Asep Saefuddin  ;   Guru Besar Statistika FMIPA IPB, Rektor Universitas Trilogi
MEDIA INDONESIA,  15 Juli 2014
                                                


HITUNG cepat atau quick count (QC) akhir-akhir ini menjadi topik hangat di berbagai media masa. Pasalnya, ada kontroversi hasil hitung cepat yang menyebabkan perbedaan kesimpulan. Apakah hal itu secara teori bisa terjadi? Berikut jawabannya.

Di dalam pelajaran statistika, QC adalah teknik penarikan contoh (sampling technique) yang paling elementer. Datanya sudah tersedia, tinggal bagaimana mengambilnya. Bila metode samplingnya benar, hasil yang diperoleh itu akan sama dengan nilai sebenarnya. Di dalam statistika, hal itu disebut unbiased estimate (penduga tak bias). Kalau ada 10 orang yang melakukan QC secara benar, perbedaan di antaranya masih berada dalam suatu selang kepercayaan (confident interval) tertentu. Selang kepercayaan yang biasa digunakan, yaitu 99% atau 95%. Rataan hasil 10 orang itu bisa dipergunakan sebagai nilai sebenarnya.

Selang kepercayaan yang disandingkan dengan margin galat (margin of error) itu kemudian dipergunakan untuk menentukan jumlah contoh (sample size). Secara teori, jumlah contoh itu berbanding lurus dengan selang kepercayaan dan berbanding terbalik dengan margin galat. Dus, bila ingin meningkatkan presisi, perlebar selang kepercayaan (misal 99%) dan perkecil margin galat (misal 1%). Secara otomatis, jumlah contoh akan membesar dan presisi akan meningkat. Kemudian tentunya pergunakan teknik sampling yang sesuai dengan kondisi lapangan.

Berhubung secara teori QC itu bisa dikatakan tak bias, maka lembaga survei harus benar-benar memegang prinsip dasar statistika, khususnya prinsip keterwakilan dan keacakan (randomness). Untuk QC, keterwakilan provinsi dan kabupaten (untuk provinsi padat penduduk seperti Pulau Jawa) itu harus ada. Adapun keacakan diberikan ke titik untuk pengambilan data, di dalam hal ini TPS (tempat pemungutan suara).

Dengan prinsip itu, tentunya jumlah contoh 1.000 akan menghasilkan penduga tak bias jika dibandingkan dengan 10 ribu yang diambil tanpa kaidah statistika.
Sumber-sumber kesalahan dalam QC bisa dikatakan kecil sekali, sejauh metodologi yang dipergunakan benar.

Di dalam QC tidak ada kesalahan akibat pengukuran (measurement error) karena data sudah tersedia. Sumber kesalahannya hanya sampling error yang bisa ditanggulangi dengan jumlah contoh yang cukup. Sejauh data itu ditulis dan dilaporkan apa adanya, hasil akhir yang diperoleh KPU akan relatif sama dengan hasil QC. Penyimpangannya sangat kecil. Dan secara teori, penyimpangan yang berasal dari sampling error itu rataannya sama dengan nol.

Di sinilah kredibilitas lembaga survei yang melakukan QC dipertaruhkan. Lembaga itu harus mempunyai rekam jejak yang baik didukung oleh kompetensi keilmuannya, terutama statistika. Selain kompetensi, lembaga itu harus memegang kode etik survei secara benar. Use statistics, do not abuse it, demikian para ilmuwan statistika sering mengingatkan mahasiswa mereka.

Untuk menanggulangi persoalan perbedaan yang mencolok, Dewan etik lembaga survei harus melakukan audit terhadap pelaku QC. Kaji secara objektif metodologinya, lihat sebaran contohnya, analis kesesuaian antara jumlah contoh dan selang kepercayaan dan margin galat (margin of error), serta beberapa indikator teknis lainnya yang mengarah kepada kaidah-kaidah statistika seperti keterwakilan dan keacakan.

Bila prinsip-prinsip statistika itu dipegang dengan benar, tentu hasilnya akan relatif sama. Bila terjadi perbedaan, itu bisa terjadi akibat non sampling error. Jenis kesalahan itu seharusnya tidak akan terjadi pada lembaga yang kredibel.
Namun demikian, hasil QC tentunya tidak bisa dijadikan nilai akhir. Semuanya harus menunggu sampai akhir perhitungan suara oleh KPU. Marilah kita jaga bersama-sama agar proses pengumpulan data di KPU berjalan baik dan benar. 

Doakan juga agar para petugas KPU selalu diberi-Nya kekuatan lahir batin, sehat walafiat dalam menjalankan tugasnya. Insya Allah semuanya akan berjalan lancar.
Untuk kebaikan masa depan, pembenahan lembaga survei sangat diperlukan. Jangan sampai ada kesan ilmu pengetahuan (dalam hal ini statistika) itu tidak ada gunanya, atau hanya diperlukan bila menguntungkan suatu kelompok. Prinsip bahwa statistika itu untuk mencari kebenaran harus betul-betul dipegang. Semoga. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar