Selasa, 10 November 2015

Sang Model

Sang Model

Arswendo Atmowiloto  ;   Budayawan
                                               KORAN JAKARTA, 31 Oktober 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Ketika Adam, manusia pertama di bumi, memetik daun untuk menutupi bagian tubuhnya yang telanjang, juga tubuh Hawa, ketika itu tercipta mode pertama kalinya. Peristiwa yang terus berkembang dengan penemuan pakaian, sampai kemudian menjadi industri busana. Salah satu profesi yang terangkat ke permukaan adalah desainer, sang perancang. Dan yang sering lebih menarik perhatian adalah sang model. Atau memperagakan pakaian, juga dikenal sebagai peragawati. Namun istilah model lebih popular. Barang kali lebih pendek pengucapannya, barang kali punya banyak makna. Karena model bisa dikaitkan dengan lukisan—misalnya menjadi model lukisan. Biasanya untuk pelajaran anatomi.

Model juga berarti barang tiruan dengan ukuran yang lebih kecil dari aslinya. Misalnya model rumah atau model pesawat terbang. Model dalam artian orang yang pekerjaannya memperagakan contoh pakaian termasuk dalam sorotan besar. Banyak yang terkait dengan nama besar—yang berarti juga bayaran besar melebihi gaji menteri, banyak yang merangkap kerja sebagai artis, atau seleb yang sekaligus model iklan. Lobi dan hasil gaulnya juga kelas tinggi—kalau tidak tinggi sekali.

Penampilannya selalu elok, di bawah lampu terang, bau harum, dari jenis pakaian yang sangat anggun, atau sensual. Dan menarik perhatian, kadang melebihi pakaian yang diperagakan. Sangat mungkin sekali karena para model ini memiliki tinggi badan tertentu. Dengan kaki menjulang, dengan gaya melenggang yang menawan, dengan nyaris tanpa senyum, menciptakan aura tersendiri.

Dengan demikian para model ini memang tidak seperti kebanyakan dari kita yang bukan model. Wajar juga kalau dinamika mereka berbeda, termasuk sikap dan pendekatan dalam kehidupan atau bermasyarakat. Juga tak terlalu aneh kalau kemudian para model ini dikaitkan dengan gosip, dengan berita miring, dengan isu berkaitan dengan kisah cinta atau kisah nafsu, atau dua-duanya.

Yang menurut saya juga sangat mungkin terjadi sebagaimana profesi lain di dunia yang serbe gemerlap, serba bling, serba jadi sorotan. Profesi mana pun kalau dikuliti pasti juga terlihat lubang pori-porinya. Belum lama ini saya “menjebakkan diri” dalam kegiatan peragaan busana. Berada di belakang panggung bersama sekitar 50 model ternama, juga beberapa dari luar negeri. Di sinilah terlihat nyata bahwa untuk persiapan diperlukan jam-jam yang kelewat panjang. Dengan latihan seperti pemain teater, dengan berhias jam-jam sebelumnya, dengan asisten dan kesibukkan yang sangat tinggi.

Bahkan kalau pun hanya untuk tampil satu atau dua menit— dengan memperagakan pakain dari ujung ke ujung dan balik lagi, tidak mengurangi jam-jam yang dihabiskan untuk persiapan. Itu semua berlangsung dalam udara yang diatur dingin, ketika jenis pakaian yang diperagakan tidak disiapkan untuk itu. Atau malah jenis pakaian yang sangat berbeda. Dengan kata lain untuk perhelatan yang hanya satu jam, diperlukan belasan jam untuk latihan, dan terutama koordinasi dari sekian banyak orang yang mendampingi, merias, menyisir. Ini belum termasuk yang menyiapkan panggung dengan tata cahaya atau tata musik atau tata slide, atau apa saja yang diperlukan.

Sungguh kegiatan kreatif yang tidak sederhana. Kegiatan kreatif yang sama dengan proses membuat film, memroduksi pementasan, termasuk pertunjukkan musik. Tuntutan industri, dengan perhitungan menit demi menit, koordinasi sekian ratus orang, peranan masing-masing penanggung jawab yang saling tergantung satu sama lain. Untuk kesuksesan—atau kegagalan. Pendekatan inilah yang kini diaktualkan dengan istilah ekonomi kreatif yang menjadi sumber pendapatan Negara.

Di tengah kesibukan dinamis yang demikian tinggi, tuntutan untuk kesempurnaan dan daya saing yang keras, tiba-tiba hal yang menyangkut kisah kurang sedap para model, adalah hal yang tak penting-penting amat. Dalam artian industri kreatif akan terus berjalan , mesin telah menyala, argo terus menghitung angka-angka, dan dunia usaha busana, tak menjadi reda karena kasus satu atau seratus modelnya. Karena selain Adam, kita semua membutuhkan daun yang anggun untuk menutupi ketelanjangan kita dan menampilkan daya tarik melalui itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar