Sang Model
Arswendo Atmowiloto ; Budayawan
|
KORAN
JAKARTA, 31 Oktober 2015
Ketika Adam, manusia
pertama di bumi, memetik daun untuk menutupi bagian tubuhnya yang telanjang,
juga tubuh Hawa, ketika itu tercipta mode pertama kalinya. Peristiwa yang
terus berkembang dengan penemuan pakaian, sampai kemudian menjadi industri
busana. Salah satu profesi yang terangkat ke permukaan adalah desainer, sang
perancang. Dan yang sering lebih menarik perhatian adalah sang model. Atau
memperagakan pakaian, juga dikenal sebagai peragawati. Namun istilah model
lebih popular. Barang kali lebih pendek pengucapannya, barang kali punya
banyak makna. Karena model bisa dikaitkan dengan lukisan—misalnya menjadi
model lukisan. Biasanya untuk pelajaran anatomi.
Model juga berarti
barang tiruan dengan ukuran yang lebih kecil dari aslinya. Misalnya model
rumah atau model pesawat terbang. Model dalam artian orang yang pekerjaannya
memperagakan contoh pakaian termasuk dalam sorotan besar. Banyak yang terkait
dengan nama besar—yang berarti juga bayaran besar melebihi gaji menteri,
banyak yang merangkap kerja sebagai artis, atau seleb yang sekaligus model
iklan. Lobi dan hasil gaulnya juga kelas tinggi—kalau tidak tinggi sekali.
Penampilannya selalu
elok, di bawah lampu terang, bau harum, dari jenis pakaian yang sangat
anggun, atau sensual. Dan menarik perhatian, kadang melebihi pakaian yang
diperagakan. Sangat mungkin sekali karena para model ini memiliki tinggi
badan tertentu. Dengan kaki menjulang, dengan gaya melenggang yang menawan,
dengan nyaris tanpa senyum, menciptakan aura tersendiri.
Dengan demikian para
model ini memang tidak seperti kebanyakan dari kita yang bukan model. Wajar
juga kalau dinamika mereka berbeda, termasuk sikap dan pendekatan dalam
kehidupan atau bermasyarakat. Juga tak terlalu aneh kalau kemudian para model
ini dikaitkan dengan gosip, dengan berita miring, dengan isu berkaitan dengan
kisah cinta atau kisah nafsu, atau dua-duanya.
Yang menurut saya juga
sangat mungkin terjadi sebagaimana profesi lain di dunia yang serbe gemerlap,
serba bling, serba jadi sorotan. Profesi mana pun kalau dikuliti pasti juga
terlihat lubang pori-porinya. Belum lama ini saya “menjebakkan diri” dalam
kegiatan peragaan busana. Berada di belakang panggung bersama sekitar 50
model ternama, juga beberapa dari luar negeri. Di sinilah terlihat nyata
bahwa untuk persiapan diperlukan jam-jam yang kelewat panjang. Dengan latihan
seperti pemain teater, dengan berhias jam-jam sebelumnya, dengan asisten dan
kesibukkan yang sangat tinggi.
Bahkan kalau pun hanya
untuk tampil satu atau dua menit— dengan memperagakan pakain dari ujung ke
ujung dan balik lagi, tidak mengurangi jam-jam yang dihabiskan untuk
persiapan. Itu semua berlangsung dalam udara yang diatur dingin, ketika jenis
pakaian yang diperagakan tidak disiapkan untuk itu. Atau malah jenis pakaian
yang sangat berbeda. Dengan kata lain untuk perhelatan yang hanya satu jam,
diperlukan belasan jam untuk latihan, dan terutama koordinasi dari sekian
banyak orang yang mendampingi, merias, menyisir. Ini belum termasuk yang
menyiapkan panggung dengan tata cahaya atau tata musik atau tata slide, atau
apa saja yang diperlukan.
Sungguh kegiatan
kreatif yang tidak sederhana. Kegiatan kreatif yang sama dengan proses
membuat film, memroduksi pementasan, termasuk pertunjukkan musik. Tuntutan
industri, dengan perhitungan menit demi menit, koordinasi sekian ratus orang,
peranan masing-masing penanggung jawab yang saling tergantung satu sama lain.
Untuk kesuksesan—atau kegagalan. Pendekatan inilah yang kini diaktualkan
dengan istilah ekonomi kreatif yang menjadi sumber pendapatan Negara.
Di tengah kesibukan
dinamis yang demikian tinggi, tuntutan untuk kesempurnaan dan daya saing yang
keras, tiba-tiba hal yang menyangkut kisah kurang sedap para model, adalah
hal yang tak penting-penting amat. Dalam artian industri kreatif akan terus
berjalan , mesin telah menyala, argo terus menghitung angka-angka, dan dunia
usaha busana, tak menjadi reda karena kasus satu atau seratus modelnya.
Karena selain Adam, kita semua membutuhkan daun yang anggun untuk menutupi
ketelanjangan kita dan menampilkan daya tarik melalui itu. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar