Ssst, Ini Politisi Kuat Lho...
M Subhan SD ;
Wartawan Senior Kompas
|
KOMPAS,
28 November 2015
Lengkap sudah cerita
muram politisi DPR. Lebih dari sepekan ini publik terperangah sekaligus geram
menyaksikan rekaman pertemuan Ketua DPR Setya Novanto—bersama pengusaha
minyak Riza Chalid—dan bos PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin, yang
kemudian menjadi topik panas ”papa minta saham”. Nama Presiden dan Wakil
Presiden diduga dicatut dan juga beberapa nama pejabat, termasuk
Menkopolhukam Luhut B Pandjaitan. Dan, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD),
penjaga martabat anggota DPR itu, sempat gamang. Memilukan dan memalukan!
Lebih setahun
menduduki kursi empuk di Senayan, DPR cuma bikin gaduh dan mempertontonkan
perangai tidak terpuji: mulai dari ribut-ribut rebutan jabatan, berkelahi di
ruang sidang, minta gedung baru berfasilitas lengkap, menjadi pialang/makelar
proyek, bertemu kandidat calon presiden Amerika Serikat, hingga rekaman ”papa
minta saham” PT Freeport. Sebaliknya, kinerjanya jeblok. Politisi yang
seharusnya hidup bertiang etika dan akhlak cuma ”manis di bibir”, tetapi
terasa pahit di sekujur tubuh kehidupan nyata.
Pengaduan Menteri ESDM
Sudirman Said ke MKD adalah bagian dari upaya mencegah praktik gelap
perdagangan pengaruh (trading in influence) pemilik kekuasaan. MKD seharusnya
proaktif sebagai penjaga marwah DPR. Bukan malah mempersoalkan legal
standing. Ini persoalan etika, bukan soal hukum. Polemik awal hampir saja
persoalan teknis mengalahkan substansi pengaduan Sudirman yang pejabat
negara.
Terbongkarnya rekaman
itu mengonfirmasi masih banyak kegiatan aneh-aneh yang dilakukan politisi
DPR. Reformasi yang menentang korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) telah
dikhianati dalam dua windu ini. Jika kutipan dialog ”Freeport jalan, Bapak
itu happy, kita ikut happy, kumpul-kumpul, kita golf, kita beli private jet
yang bagus dan representatif” dianggap cuma becanda, sungguh keterlaluan.
Jadi, ini persoalan praktik percaloan yang dilakukan politisi, bukan sekadar
pencatutan nama Presiden dan Wapres. Praktik percaloan tampaknya ibarat
gunung es, sedikit saja yang diketahui publik. Sisanya tersembunyi di
kedalaman lautan.
Pencatutan nama hanya
mereduksi praktik kolusi yang hingga kini masih merajalela. Dengan kekuasaan
yang besar, mereka tetap saja memainkan agenda tersembunyi demi kepentingan
sendiri. Dan, rakyat sudah muak menyaksikan perilaku para pejabat yang tak
terpuji dan tak punya malu. Kasihan politisi lain di DPR yang berusaha
benar-benar bekerja untuk rakyat.
Menurut Machiavelli (The Prince, 1513), penguasa itu dua
tipe: singa (lion) yang keras,
berbahaya, tetapi mudah terperangkap; dan rubah (fox) yang licik dan rakus, tetapi sulit menghadapi serigala.
Jadilah rubah untuk jeli melihat jeratan dan jadilah singa untuk
menakut-nakuti serigala. Singa dan rubah sama-sama buas. Singa dan rubah
hidupnya berkelompok. Ciri-ciri kehidupan berkelompok adalah kerja sama
(tepatnya persekongkolan), saling menjaga, saling melindungi.
Tak heran jika ada
anggota kelompoknya terancam, kawan-kawannya pasang badan membela
mati-matian. Tak peduli lagi masuk akal atau tidak. Mereka sangat defensif.
Tipe makhluk seperti ini sangat egois. Andaikata mereka politisi, mereka suka
berwacana, tidak fokus pada persoalan. Mereka menggiring ke persoalan lain,
menjauh dari persoalan yang tengah diperbincangkan. Padahal, adagium hukum
terkenal menyatakan ”bukti atau fakta itu lebih kuat, tak ada gunanya lagi
kata-kata (cum adsunt testimonia rerum, quid opus est verbist).
Inilah babak belurnya
politisi yang mengelola negeri ini. Partai politik gagal menjadi ”rumah
penyadaran” yang menyemai benih-benih watak altruistik. Transparency
International (Money, Politics, Power:
Corruption Risk in Europe, 2012) mengevaluasi tiga serangkai pemain
terlemah dalam pemberantasan korupsi di Eropa, yaitu parpol, lembaga
administrasi publik, dan kor- porasi. Integritas politisi, khususnya di
parlemen, sangat rendah. Lobi-lobi menjadi permainan rahasia antara
pengusaha, politisi, dan pejabat. Di sekitar markas Uni Eropa di Brussels, Belgia,
diperkirakan ada 3.000 entitas pelobi yang targetnya memengaruhi proses
legislasi. Maka, di sejumlah negara, lobi pun diatur dan harus terdaftar:
nama, nomor pajak, alamat, nama kantor, dan lain-lain.
Negara-negara yang
politisi dan partainya menjaga marwah mereka, sebagian besar menjadi negara
maju yang rakyatnya sejahtera, seperti di wilayah Skandinavia. Namun, di
negara-negara korup, tidak efisien, dan salah kelola, seperti di Eropa
selatan, menjadi beban negara lain karena hidup dari utang.
Di negeri ini,
jangankan pelobi, pejabat resmi saja lebih memilih mengendap-endap seperti
siluman. Merekalah yang buas seperti singa, licik seperti rubah, dan juga
licin seperti belut. Mumpung sedang panas kasus ”papa minta saham”, saatnya
membongkar semua gerak-gerik rahasia politisi kita. Siapa saja geng yang
bermain-main di saham Freeport atau saham lainnya. Sekalian juga membersihkan
politisi yang ngaco-ngaco. MKD pun
jangan sampai masuk angin. Tetapi, ssst ini para politisi kuat lho.... Ah,
dalam sejarah, politisi sekuat apa pun, apabila busuk dan tak amanah, telah
ditumbangkan oleh rakyat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar